Berita Nasional

Dari Rumah Soeharto di Menteng Ini Muncul Istilah 'Keluarga Cendana', Kini Kondisinya Lapuk

Sebuah rumah di Jalan Cendana nomor 6 hingga 8, Menteng, Jakarta Pusat menjadi saksi perjalanan hidup Soeharto dan keluarganya

Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Abdi Ryanda Sakti
RUMAH SOEHARTO – Rumah Presiden ke-2 RI, Soeharto, di Jalan Cendana nomor 6-8, Menteng, Jakarta Pusat, tampak sepi dan lapuk saat ia dianugerahi gelar pahlawan nasional, Senin (10/11/2025). Bangunan yang dulu menjadi pusat kekuasaan kini berdiri dalam keheningan, ditinggal anak-anaknya dan hanya dijaga oleh kenangan. 
Ringkasan Berita:
  • Rumah di Jalan Cendana milik Soeharto yang dihuni sejak 1968 itu menyimpan banyak sekali kenangan.
  • Hingga kini, orang-orang masih menggunakan istilah 'Keluarga Cendana' untuk menyebut anak dan keturunan Soeharto
  • Namun, rumah Cendana yang dulu kondang, kini berangsur menyisakan penggalan-penggalan cerita.

 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Sebuah rumah yang berada di Jalan Cendana nomor 6 hingga 8, Menteng, Jakarta Pusat menjadi saksi perjalanan hidup Presiden RI ke-2 Soeharto.

Rumah pribadi Soeharto yang dihuni sejak 1968 itu menyimpan banyak sekali kenangan.

Di sana, selama puluhan tahun Soeharto bersama istri membesarkan anak-anak mereka, termasuk menghabiskan masa pensiun hingga akhir hayatnya

Rumah di Jalan Cendana itu pula yang kemudian menjadi simbol kekuasaan orde baru.

Hingga kini, orang-orang masih menggunakan istilah 'Keluarga Cendana' untuk menyebut anak dan keturunan Soeharto

Bahkan, pada saat Soeharto masih berkuasa menjadi presiden, 'Keluarga Cendana' menjadi istilah prestisius sekaligus menakutkan.

Namun, semua itu kini tersisa kenangan

Rumah Cendana yang dulu kondang, kini berangsur menyisakan penggalan-penggalan cerita.

Rumah tersebut kini tampak usang dan termakan waktu.

Baca juga: Meski Pernah Jadi Korban Orde Baru, Tokoh Malari 1974 Sebut Soeharto Layak Jadi pahlawan

Kini Sepi dan Lapuk

Dari tampak depan, pagar setinggi sekitar 1,5 meter memisahkan rumah dari jalan satu arah.

Cat putih pada pagar telah memudar, dan karat mulai menjalar di bagian penguncinya. 

 Di balik pagar rumah, pohon-pohon besar masih rimbun, memberi kesan rindang yang kontras dengan suasana sunyi.

Rumah bergaya arsitektur lama itu masih mempertahankan warna hijau militer khas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), dipadu putih di bagian pilar.

Genting rumah terlihat memudar, beberapa bagian bahkan mulai amblas.

Pos penjagaan di bagian depan dan samping rumah masih berdiri, dengan tembok hijau menyerupai pos militer.

Di teras, patung Kartika Eka Paksi—lambang TNI AD yang menggambarkan kekuatan dan kesetiaan—masih terpajang. Namun, plafon rumah banyak yang lapuk dan berlubang.

Di salah satu sudut, terlihat sarang burung di dekat palaron. Beberapa kendaraan roda dua dan empat masih terparkir, milik para penjaga dan pengurus rumah.

Sosok Penjaga Setia di Tengah Kenangan

Di tengah sunyi rumah tua itu, Slamet berdiri sebagai penjaga yang masih setia. Pria sepuh berbaju batik itu menyambut Tribunnews dengan senyum tipis. Ia telah lama menjaga rumah tersebut.

“Kalau di sini, keadaan seperti ini aja, rumah tidak berubah, paling tambah rusak doang,” ujar Slamet.

Slamet tak mengizinkan wartawan masuk ke dalam rumah. Ia hanya menyebut bahwa rumah itu kini hanya dihuni oleh penjaga berbaju batik dan tactical.

Anak-anak Soeharto Tak Lagi Datang

Menurut Slamet, enam anak Soeharto sudah lama tak datang ke rumah Cendana, terutama sejak pandemi Covid-19. Kehadiran keluarga besar Soeharto di rumah itu kini tinggal cerita.

“Dulu waktu sebelum Covid, biasanya ngumpul pas lebaran. Sekarang udah enggak ada yang ke sini,” kata Slamet.

Ia menyebut, anak-anak Soeharto dulu masih datang karena ada Prabosutedjo, adik Soeharto, yang dianggap sesepuh. Namun sejak Prabosutedjo wafat pada 2018, rumah itu tak lagi jadi tempat berkumpul.

“Ya, masih ada sesepuhnya. Semenjak Pak Prabosutedjo almarhum, wacana mau jadi museum kan, akhirnya beliau almarhum, ya sudah. Enggak ada yang dituakan lagi,” jelas Slamet.

Hingga kini, belum ada keputusan resmi terkait wacana museum tersebut.

Meski begitu, Slamet tetap merawat rumah, meski tak seintensif dulu. Ia mengaku bangga saat Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional.

“Ya kalau kita sih senang-senang aja ya. Namanya juga kita menghormati, bagaimanapun juga bos kita, pemimpin kita zaman itu. Terlepas dari plus minusnya, namanya manusia kan, pasti ada plus minusnya. Pro dan kontra itu pasti ada,” tuturnya.

Pengakuan Negara di Hari Pahlawan

Pengakuan negara terhadap jasa Soeharto datang melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2025. Gelar pahlawan nasional diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam upacara kenegaraan di Istana Negara.

Selain Soeharto, gelar pahlawan nasional juga dianugerahkan kepada sembilan tokoh lainnya dari berbagai latar perjuangan.

Mereka adalah Marsinah, aktivis buruh dari Jawa Timur; Abdurachman Wahid (Gus Dur), Presiden ke-4 RI; Mochtar Kusumaatmadja, ahli hukum internasional; serta Hajjah Rahma El Yunusiyyah, tokoh pendidikan dari Sumatera Barat. 

Nama-nama lainnya meliputi Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin dari NTB, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Zainal Abisin Syah dari Maluku Utara.

Penganugerahan ini mencerminkan keberagaman kontribusi para tokoh terhadap bangsa, dari perjuangan kemerdekaan, pendidikan, hingga hak-hak pekerja.

Dari Pusat Kekuasaan Menjadi Rumah yang Ditinggal Waktu
Di tengah kondisi rumah yang mulai lapuk, suasana di Cendana menjadi latar yang tak terduga bagi momen reflektif ini.

Rumah yang dulu menjadi pusat kekuasaan selama tiga dekade kini berubah menjadi ruang kenangan yang dijaga oleh mereka yang masih setia.

Tak lagi didatangi oleh keluarga besar yang dulu memenuhinya, rumah ini berdiri dalam keheningan.

Dari pagar berkarat hingga genting yang amblas, setiap sudut menyimpan jejak masa lalu yang perlahan memudar, namun tetap berbicara tentang sejarah yang pernah hidup di dalamnya.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved