Berita Nasional

Walhi Minta Presiden Prabowo Evaluasi Proyek Trans Halmahera yang Untungkan Oligarki

Mubalik menegaskan Walhi Maluku Utara mendesak pemerintah pusat dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan audit

Editor: Feryanto Hadi
Kompas.com
Pulau Halmahera dari Google Earth.(Tangkap Layar Google Earth) 

Ringkasan Berita:
  • Proyek jalan Trans Halmahera yang direncanakan menghubungkan Sofifi hingga Desa Ekor di Halmahera Timur, lalu diteruskan ke Kobe di Halmahera Tengah, melewati sejumlah wilayah
  • Selain itu, rute alternatif yang sedang dikaji yakni Sofifi–Ekor melalui Tabadamai, berpotensi bersinggungan dengan konsesi perusahaan tambang besar.
  • Gubernur Sherly Laos menyebut pekerjaan proyek ini dimulai September 2025 
  • Proyek ini dikritik Walhi Maluku Utara karena dianggap lebih banyak menguntungkan oligarki

 

WARTAKOTALIVE.COM-- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara menilai, proyek pembangunan Jalan Trans Halmahera (Trans Kie Raha) justru lebih berpihak pada kepentingan korporasi tambang ketimbang masyarakat. 

Proyek strategis Pemerintah Provinsi Maluku Utara itu disebut melintasi sejumlah konsesi pertambangan nikel dan berpotensi mengancam ruang hidup masyarakat adat serta kawasan lindung di Halmahera.

Manajer Advokasi Tambang Walhi Maluku Utara, Mubalik Tomagola, menyebut, seharusnya Pemprov Maluku utara lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Gubernur lebih fokus membangun (jalan) Halmahera yang cenderung penuh dengan konsesi. Kita ini daerah kepulauan, kenapa tidak membangun pelabuhan atau tembatan perahu untuk konektivitas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil?” kata Mubalik saat dihubungi wartawan pada Rabu (29/10/2025)

Mubalik menilai, proyek jalan Trans Halmahera yang direncanakan menghubungkan Sofifi hingga Desa Ekor di Halmahera Timur, lalu diteruskan ke Kobe di Halmahera Tengah, melewati sejumlah wilayah yang padat dengan aktivitas tambang nikel. 

Baca juga: Menteri Bahlil Pastikan Penegakan Hukum untuk Tambang Ilegal Dekat Mandalika

Selain itu, rute alternatif yang sedang dikaji yakni Sofifi–Ekor melalui Tabadamai, berpotensi bersinggungan dengan konsesi perusahaan tambang besar.

“Toh jalan yang dirancang pun akan membuat masyarakat adat O’Hongana Manyawa semakin terisolasi. Konektivitas itu hanya di atas kertas, tapi di lapangan malah memperlebar kesenjangan warga dengan ruang produktivitas mereka,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mubalik menyinggung adanya kepentingan korporasi dibalik trase jalan tersebut.

“Itu betul, jalan yang dirancang melintasi konsesi pertambangan milik Ibu Sherly (Gubernur Maluku Utara). Pemerintah pusat harus mengaudit ini barang, karena proyek semacam ini harus diletakkan dalam kerangka pembangunan untuk warga, bukan untuk oligarki,” katanya.

Mubalik menegaskan Walhi Maluku Utara mendesak pemerintah pusat dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan audit menyeluruh terhadap proyek tersebut 

Selain itu, kata dia, pemerintah pusat juga harus menangguhkan proyek tersebut bila ditemukan pelanggaran tata ruang maupun dampak ekologis serius.

“Pemerintah pusat harus memastikan apakah jalan ini benar untuk mobilisasi warga atau malah menjadi agenda terselubung untuk korporasi. KLHK juga perlu mengkroscek apakah pembangunan ini tidak melanggar ruang hidup masyarakat adat atau kawasan lindung seperti Taman kiman dan membuat warga trauma. Mereka sudah meminta pemerintah daerah menertibkan lalu lintas kendaraan tambang di lingkar tambang, tapi yang terjadi Pemda malah sibuk kejar pajak untuk PAD,” ucapnya.

Ia menilai, meski isu tersebut tampak lokal, dampaknya menyangkut kehidupan banyak orang.

Untuk itu, ia meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan jajarannya agar segera mengevaluasi proyek pembangunan jalan Trans Halmahera tersebut.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved