Berita Nasional

Ruhut Sitompul Soroti Hoaks yang Ganggu Reformasi Polri

Ruhut Sitompul ingatkan hoaks dan provokasi di medsos dapat merusak kepercayaan publik dan mengganggu proses reformasi Polri.

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
REFORMASI POLRI - Politikus senior Ruhut Sitompul dalam diskusi publik bertema 'Di Tengah Sorotan Publik: Reformasi Polri & Pertaruhan Kepercayaan Masyarakat di Era Digital' yang digelar di Kopi Oey, Blok M Square, Jakarta Selatan pada Jumat (21/11/2025). Dirinya secara tegas menyebut fenomena hoaks sebagai biang kerok rusaknya kepercayaan publik terhadap institusi Polri. 
Ringkasan Berita:
  • Diskusi publik bertema reformasi Polri menyoroti bahaya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial yang memengaruhi persepsi publik terhadap Polri.
  • Ruhut Sitompul menilai hoaks dan provokasi sebagai penyebab turunnya kepercayaan dan meminta publik menilai Polri secara adil. 
  • Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menekankan bahwa media sosial sering membentuk opini negatif tanpa data, sehingga hoaks mudah menyebar.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ledakan hoaks dan ujaran kebencian dibahas mendalam dalam diskusi publik bertema 'Di Tengah Sorotan Publik: Reformasi Polri & Pertaruhan Kepercayaan Masyarakat di Era Digital' yang digelar di Kopi Oey, Blok M Square, Jakarta Selatan pada Jumat (21/11/2025). 

Para narasumber menegaskan derasnya informasi sesat dan opini provokatif di media sosial kini benar-benar memengaruhi cara publik menilai institusi Polri.

Politikus senior Ruhut Sitompul secara tegas menyebut fenomena hoaks sebagai biang kerok rusaknya kepercayaan publik.

Banyak pihak, katanya, menilai polisi hanya dari potongan informasi yang tidak diverifikasi.

“Media sosial ini bikin seolah semua orang ahli. Belum pernah jadi polisi, tapi sok paling tahu. Banyak hoaks, banyak provokasi,” tegas Ruhut. 

“Kita ini benci tapi rindu sama Polri, seperti lagunya Rinto Harahap. Kalau aman dicari, kalau ada kasus disalahkan," kata dia lagi.

Ruhut juga mengingatkan institusi Polri tidak bisa terus-menerus dijadikan sasaran serangan politik.

Ia meminta publik melihat peran polisi secara adil, terutama dalam konteks putusan MK terkait jabatan Polri di kementerian yang menurutnya sering disalahpahami karena framing di media sosial.

Baca juga: Jenderal Purn TNI AL Duga Kisruh Putusan MK Soal Polri Ulah Intelijen Asing, Bisa Makzulkan Presiden

Sementara itu, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menyoroti efek buruk media sosial yang sering dipakai untuk membangun citra negatif tanpa data. Menurutnya, sebagian akun justru sengaja menyebar ketidakpercayaan terhadap Polri.

“Media sosial ini seperti pisau bermata dua. Masih banyak masyarakat yang belum cerdas mencerna informasi. Judulnya provokatif langsung dishare, padahal isinya belum tentu benar,” jelas Fernando.

Ia juga menyoroti betapa mudahnya media sosial membentuk opini publik tentang Polri. Banyak kritik liar, hoaks, hingga framing negatif yang memperburuk citra institusi.

“Belanja masalah lewat media sosial penting. Tapi jangan sampai reaktif. Yang puas 79,8 persen, tapi yang tidak puas jangan makin bertambah," sebutnya.

Fernando mengingatkan bahwa survei menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Polri sudah tinggi, namun opini negatif di dunia digital bisa sewaktu-waktu memuncrat jika ruang hoaks dibiarkan terbuka.

Di sisi lain, Sekjen JARI 98 Ferry Supriyadi menilai kehadiran hoaks dan permainan opini soal ‘reformasi Polri’ justru membuat publik gagal melihat banyak perubahan nyata yang telah dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Polisi itu buah reformasi 98. Yang dilakukan Kapolri sekarang bukan sekadar reformasi, tapi revolusi. Banyak sejarah baru yang dia cetak,” ungkap Ferry.

Dia menilai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah melakukan lompatan besar yang lebih tepat disebut revolusi internal, bukan sekadar reformasi.

“Banyak sejarah yang dicetak di era Jenderal Sigit. Kasus-kasus besar dihadapi tanpa saling lindungi. Itu revolusi," sambungnya.

Ferry menegaskan bahwa munculnya isu ‘Tim Reformasi Polri’ dari luar internal justru dipicu oleh tekanan opini dan propaganda politik yang memanfaatkan momen tertentu untuk menyerang Polri secara membabi buta. Dia menduga wacana itu muncul sebagai respons atas turbulensi politik dan kasus besar di Agustus lalu.

"Jangan jadikan Polri kambing hitam," pungkasnya.

Acara yang dipandu Abdullah Kelrey dan diselenggarakan Corong Rakyat bersama JARI 98 itu sepakat pada satu titik, yakni reformasi Polri tidak boleh dibajak oleh kepentingan politik, apalagi dibangun di atas hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi liar di media sosial.

Para narasumber sepakat bahwa perbaikan Polri harus terus berjalan, namun harus didukung informasi yang benar, kritik yang objektif, dan keterlibatan publik yang cerdas dalam menyaring arus digital yang kian tidak terkendali.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: WartaKota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved