Putusan MK

Jenderal Purn TNI AL Duga Kisruh Putusan MK Soal Polri Ulah Intelijen Asing, Bisa Makzulkan Presiden

Soleman Ponto sebut pola beda tafsir akademisi dan pakar soal putusan MK tentang UU Polri, pola permainan intelijen asing lemahkan negara

YouTube channel Fristian Griec Media
DUGA INTELIJEN ASING - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda TNI AL (Purn) Soleman B Ponto, memberikan pernyataan keras dan lugas, bahwa putusan MK soal UU Polti, wajib dijalankan dimana 4.351 Anggota Polri yang kini menjabat di luar Polri mesti ditarik kembali atau jika tidak maka harus pensiun dari Polri. Menurut Ponto, tafsir berbeda dari sejumlah pakar dan profesor atas putusan MK itu dengan mengatakan boleh menduduki jabatan sipil dengan syarat tertentu, adalah pola operasi intelijen asing untuk melemahkan negara dan bisa makzulkan Presiden. 

“Saya membaca polanya. Ketika hukum yang jelas dibuat seolah-olah multitafsir, ketika orang-orang pintar malah menggiring tafsir yang salah, dan ketika negara dibiarkan bingung… itu pola. Pola intelijen asing. Sasarannya selalu: melemahkan negara dari dalam" kata Ponto.

Baca juga: Mahasiswa Desak Pemerintah Implementasikan Putusan MK Soal Rangkap Jabatan Polri

Ia menegaskan bahwa ia tidak menuduh siapa pun, tetapi meminta publik berhati-hati terhadap manipulasi informasi.

Menurut Ponto, operasi seperti itu biasanya memanfaatkan akademisi yang tidak membaca norma secara benar, pejabat yang mencari celah untuk mempertahankan jabatan, perdebatan publik yang emosional dan tidak berbasis hukum.

“Kalau negara dibiarkan bingung, pintu intervensi asing terbuka lebar," ujarnya.
 
Perbandingan dengan TNI Salah Kaprah

Ponto mengkritik pihak yang membandingkan fleksibilitas penempatan TNI dengan Polri.

“Dasar hukumnya berbeda. TNI punya tiga komponen: utama, cadangan, dan pendukung. Itu membuat prajurit bisa ditempatkan di berbagai lembaga dalam konteks pertahanan. Polri tidak punya mekanisme itu. Jadi jangan dicampur aduk," katanya.

Sementara Polri, menurutnya, berdasarkan UU dan reformasi 2000, harus fokus pada fungsi penegakan hukum dan keamanan dalam negeri, bukan mengisi jabatan administratif di kementerian atau lembaga.

 
Jika Pemerintah Tidak Melaksanakan Putusan MK, Presiden Terancam Langgar Konstitusi

Soleman Ponto memberi peringatan bahwa penundaan atau pengabaian putusan MK oleh pemerintah dapat berkonsekuensi politik sangat serius.

“Tidak melaksanakan putusan MK berarti melanggar konstitusi. Dan itu disebut jelas dalam Pasal 7A UUD 1945 sebagai salah satu alasan pemberhentian Presiden," katanya.

Ponto menekankan bahwa pernyataan ini bukan ancaman politik, melainkan konsekuensi hukum yang jelas.

Ia menambahkan bahwa sebenarnya isu ini tidak seharusnya menjadi kontroversi politik, tetapi cukup dilihat sebagai kewajiban konstitusional eksekutif.

“Jangan dibawa ke politik. Ini bukan soal suka atau tidak suka. Ini soal negara hukum. Putusan MK final dan mengikat. Pemerintah wajib melaksanakan, titik," kata Ponto.
 
Ponto juga memperingatka tentang bahaya ketidakpastian hukum.

“Kalau semua orang tafsir sendiri, itu bukan negara. Itu rimba. Negara hukum berdiri karena ada aturan yang jelas. Putusan MK itu jelas. Eksekusi saja," katanya.

Menurutnya, hanya ada dua pilihan untuk menjalankan putusan MK ini, yakni menarik semua anggota Polri aktif dari jabatan sipil, atau meminta mereka melepaskan status sebagai anggota Polri dan menjadi pejabat sipil murni.

Sumber: WartaKota
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved