Viral Media Sosial

Sah, Kanjeng Gusti Pangeran Purbaya Jadi Raja Surakarta

Sah, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro atau KGPH Purbaya Jadi Raja Surakarta

Editor: Dwi Rizki
twitter @merapi_uncover
RAJA SURAKARTA - Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro atau dikenal KGPH Purbaya mengikuti prosesi Jumeneng Nata Binayangkare yang digelar di lingkungan keraton Surakarta pada Sabtu (15/11/2025). KGPH Purbaya resmi dikukukan sebagai Raja Surakarta atau Sri Susuhunan Pakubuwono XIV (PB XIV) menggantikan ayahnya, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII (PB XIII). 

Langkah Lembaga Dewan Adat yang memilih mendukung Gusti Mangkubumi dinilai sejumlah kerabat sebagai tindakan sepihak, sementara kelompok pendukung Gusti Purbaya tetap berpegang pada legitimasi yang mereka klaim telah disepakati sejak lama.

Perebutan Tahta Kembali Terulang

Kisruh suksesi di Keraton Solo bukan peristiwa baru.

Konflik sebelumnya terjadi pada masa PB XII atau 2004 silam. 

Bermula dari wafatnya Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat bergelar Pakubuwono XII atau PB XII pada 2004. 

Dikutip dari buku Di Balik Suksesi Keraton Surakarta Hadiningrat (2004), konflik internal bermula dari perebutan tahta antara Hangabehi dan Tedjowulan yang kemudian dikenal sebagai 'Raja Kembar'. 

Keduanya sama-sama mengklaim sebagai pengganti PB XII yang meninggal pada 12 Juni 2004 setelah berkuasa selama 59 tahun. 

Dalam tradisi kerajaan Jawa, pengganti raja biasanya merupakan putra laki-laki tertua dari permaisuri.

Namun PB XII tidak memiliki permaisuri yang diangkat secara resmi, sehingga aturan adat menjadi kabur dan membuka ruang bagi perebutan legitimasi.

Putra tertua PB XII dari selir ketiga, Sinuhun Hangabehi mendeklarasikan diri sebagai raja pada 31 Agustus 2004.

Ia kemudian bertahta di dalam keraton dengan dukungan saudara-saudara satu ibunya, termasuk Gusti Moeng. 

Putra dari selir lain, Sinuhun Tedjowulan turut menyatakan diri sebagai raja pada 9 November 2004.

Ia mendapatkan dukungan sebagian keluarga yang menilai dirinya lebih kompeten.

Konflik tersebut sempat mereda pada 2012.

Kala itu, Joko Widodo (Jokowi) yang menjabat sebagai Wali Kota Solo dan anggota DPR Mooryati Sudibyo memfasilitasi pertemuan damai dua kubu di Jakarta. 

Hasilnya, kedua pihak sepakat berdamai dan menandatangani akta rekonsiliasi.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Hangabehi ditetapkan sebagai raja dengan gelar Pakubuwono XIII, sedangkan Tedjowulan menjadi mahapatih dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung.

Namun, rekonsiliasi ini tidak diterima oleh sebagian anggota keluarga, termasuk Gusti Moeng.

Mereka kemudian mendirikan Lembaga Dewan Adat (LDA) yang mengambil langkah-langkah ekstrem, seperti menyewa pendekar untuk menyandera PB XIII dan mahapatih. 

LDA menilai PB XIII melakukan sejumlah pelanggaran adat, sehingga mereka melakukan kudeta internal dan melarang PB XIII serta pendukungnya memasuki area keraton.

Sejumlah pintu masuk menuju gedung utama keraton dikunci dan dipagari hingga PB XIII Hangabehi serta KGPH Panembahan Agung Tedjowulan tidak dapat memasuki Sasana Sewaka, tempat raja bertahta. 

Situasi ini membuat Keraton Solo terbelah dan memunculkan dualisme kepemimpinan.

Pada April 2017, konflik kembali memanas ketika putri PB XIII, GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, bersama beberapa abdi dalem, terkurung di Keputren atau kompleks kediaman putri-putri raja.

Ketegangan serupa kembali terjadi pada Februari 2021, ketika setidaknya lima orang, termasuk keturunan PB XII, terjebak di area istana akibat memanasnya perselisihan internal.

Tidak ada akhir resmi dari konflik suksesi Keraton Solo ini.

Konflik kembali terulang setelah wafatnya Pakubuwono XIII hingga suksesi Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat saat ini.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved