Kereta Cepat Whoosh

Mahfud Sepakat dengan Jokowi Proyek Whoosh Bukan Cari Laba: Tapi Tetap Gak Boleh Ada Korupsi di Situ

Mahfud Sepakat dengan Jokowi Proyek Whoosh Bukan Cari Laba: Tapi Gak Boleh Juga Ada Korupsi di Situ

Akun YouTube Kompas TV dan Mahfud MD Official
MAHFUD SEPAKAT JOKOWI - Eks Menko Polhukam Mahfud MD mengaku sepakat dengan Jokowi bahwa Whoosh bukan cari keuntungan finansial tapi untuk pelayanan dan investasi sosial. Tapi kata Mahfud tetap saja dalam prosesnya tidak boleh ada pelanggaran pidana termasuk korupsi, karenanya harus diseldiki. 

Juga dalam hal ini kata Mahfud, Luhut sikapnya akan menyelesaikan karena diminta Presiden untuk menyelesaikan.

"Sama dengan ketika kasus IKN. Masalah pembebasan tanah dan sebagainya. Di rapat kabinet berkali-kali terjadi pertentangan Bu Sri, Siti Nurbaya dengan menteri lain. Pak Luhut ditunjuk oleh Pak Presiden. Pak Luhut saya beri waktu 1 minggu selesai ya. Siap Pak selesai. Selesai gitu," ujar Mahfud menirukan perintah Presiden dan jawaban Luhut.

Hal itu kata Mahfud, karena cara kerja militer seperti Luhut memang seperti itu.

"Nah sama, menurut saya ya, soal kereta cepat ini menurut saya tidak terlibat. Tapi nanti silakan saja. Apakah Pak Luhut terlibat dari awal atau tidak? Setahu saya dia 2020, pada periode kedua. Saya juga masuknya periode kedua. Jadi tidak tahu-menahu kasus yang begini karena sudah jadi 2015- 2016. Sudah selesai, kontrak dengan segala dramanya itu, kita gak gak tahu," kata Mahfud.

Baca juga: Luhut Akui Kondisi Keuangan Whoosh Sudah Busuk Sejak Awal, Mahfud MD Ungkap Peran Besar Jokowi

Menurut Mahfud awal penyelidikan untuk melihat ada tidaknya penyimpangan proyek ini bisa dimulai pada saat proses pembuatan kontrak.

"Pada saat proses pembuatan kontrak, ya. Pemindahan kontrak dari Jepang ke Cina itu patut dipertanyakan. Meskipun bisa saja orang mengatakan itu kan biasa dalam bisnis gitu, tapi menurut saya tetap mencurigakan," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan ada juga orang yang membahas wajar angka proyek naik, karena Jepang pakai yen dan Cina pakai mata uang lain.

"Tapi kalau saya kan ukurannya pada waktu itu dolar ngitungnya. Entah Jepang, entah Cina, entah Indonesia kan ukurannya dolar. Jadi menurut saya gak bisa dikait-kaitkan dengan perbedaan kurs antara negara Cina dan Jepang, karena bagi Indonesia sama-sama dolar," kata Mahfud.

Karenanya menurut Mahfud kenapa kontrak dipindah dari Jepang ke Cina, bisa menjadi awal mulai penyelidikan.

"Kemudian kenapa terjadi overrun. Itu semua kita tidak katakan itu sudah pasti korupsi. Tidak. Tapi harus diselidiki," ujar Mahfud.

Whoosh Dipaksakan Jokowi

Dalam channel podcast YouTubenya Mahfud mengatakan tidak heran jika megaproyek kereta cepat Jakarta Bandung yang diberi nama Whoosh, hasil kerja sama dengan Cina ternyata membebani anggaran negara dengan jumlah utang yang kini mencapai Rp 116 triliun.

Menurut Mahfud MD, sejak awal megaproyek ini terlalu dipaksakan oleh Presiden Jokowi saat itu.

Sebab awalnya, tambah Mahfud, proyek kereta cepat ini direncanakan dalam perjanjian G2G, atau government to government, dengan pemerintah Jepang, lalu tiba-tiba berubah menjadi B2B atau business to business antara BUMN Indonesia dengan perusahaan Cina.

Bahkan kata Mahfud, saat itu Presiden Jokowi tidak mau mendengar saran dan peringatan dari Menteri Perhubungan saat itu Ignatius Jonan.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved