Berita Jakarta

Dikeluhkan UMKM, Politisi Gerindra Minta Pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok Ditunda

Penundaan pembahasan Raperda KTR diungkapkannya setelah mendengar langsung kekhawatiran pelaku UMKM soal penurunan omset.

Editor: Dwi Rizki
Wartakotalive/Yolanda Putri Dewanti
TOLAK RAPERDA KTR- Sebagai bentuk penolakan terhadap finalisasi Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta, terlihat beberapa pedagang membentangkan spanduk penolakan di depan kantor DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih dan Tugu Tani, belum lama ini.(Foto: Yolanda Putri Dewanti) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Dikeluhkan pelaku UMKM yang tergabung dalam Aliansi UMKM Jakarta, Anggota Panitia Khusus (Pansus) Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Ali Lubis menegaskan pembahasan dan pengesahan Raperda KTR perlu ditunda.

Penundaan diungkapkan Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra itu dilakukan merujuk kajian ulang yang lebih mendalam dan melibatkan seluruh pihak terkait. 

Dipaparkannya, para pedagang kecil di ibu kota, khususnya warung kelontong, warteg, kios sembako, dan toko yang selama ini menjual produk tembakau, menyampaikan kekhawatiran bahwa penerapan Raperda KTR.

Mereka khawatir kebijakan tersebut dapat mengakibatkan penurunan omzet yang signifikan, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

“Saya menerima langsung keluhan para pelaku UMKM di berbagai wilayah Jakarta. Pemerintah Provinsi dan DPRD tidak boleh terburu-buru dan harus hati-hati dalam mengesahkan sebuah regulasi yang berpotensi memberi tekanan tambahan kepada rakyat kecil," ungkap Ali.

"Karena itu, saya meminta pembahasan dan pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok ditunda sementara sampai kajian yang lebih komprehensif dilakukan,” bebernya.

Menurutnya, setiap kebijakan publik harus mempertimbangkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang.

Ia menilai tujuan meningkatkan kesehatan masyarakat memang penting, namun keberlangsungan usaha kecil yang jumlahnya mencapai puluhan ribu di Jakarta juga tidak boleh diabaikan.

“Kesehatan masyarakat tentu harus dijaga, tetapi ekonomi para pedagang kecil juga harus dilindungi. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang seimbang, adil bagi semua pihak, proporsional, dan tidak memberatkan masyarakat,” ujar Ali Lubis.

Ia menambahkan bahwa sebelum Raperda KTR disahkan, pemerintah perlu menyiapkan peta dampak ekonomi, mekanisme transisi, serta skema mitigasi bagi UMKM yang berpotensi terdampak.

Menurutnya, langkah-langkah tersebut penting agar pemberlakuan aturan tidak menimbulkan kegelisahan di tingkat masyarakat bawah.

“Pemerintah harus memastikan adanya rencana transisi yang jelas. Mulai dari analisis dampak ekonomi, tahapan implementasi yang realistis, hingga program dukungan bagi usaha kecil yang mungkin terdampak oleh aturan ini,” jelasnya.

Ali Lubis juga mendorong proses penyusunan kebijakan dilakukan dengan membuka ruang dialog yang lebih luas dan transparan. Ia menilai pelibatan pelaku UMKM, akademisi, ahli kesehatan, tokoh masyarakat, serta organisasi masyarakat sipil akan membuat hasil kebijakan lebih matang dan dapat diterima oleh masyarakat.

“Saya mengajak Pemprov dan DPRD untuk kembali menghadirkan ruang dialog terbuka bagi semua pemangku kepentingan. Dengan begitu, keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan dan kepentingan warga Jakarta," jelasnya.

Petisi Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok

Koalisi UMKM Jakarta, yang menaungi para pedagang kaki lima hingga pelaku usaha kecil seperti warung kelontong, warteg, asongan, dan penjual kopi keliling, menyerahkan petisi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kepada DPRD DKI Jakarta pada Selasa (18/11/2025).

Sumber: WartaKota
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved