Berita Jakarta
Pembakar Sampah akan Kena Sanksi Sosial, Pramono Setuju Asal Ada Payung Hukum
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung tak mau asal dalam menerapkan sanksi sosial terhadap pembakar sampah. Sebab rawan gugatan balik.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Penerapan sanksi sosial bagi warga yang kedapatan membakar sampah harus dilandasi payung hukum yang jelas.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan bahwa ketertiban merupakan ciri utama yang harus dijaga di Jakarta.
Karena itu, setiap langkah penertiban, termasuk pemberian sanksi sosial, wajib didasari oleh landasan hukum yang jelas dan kuat.
Baca juga: Kurangi Beban Sampah, Pemprov DKI Siap Operasikan RDF Plant Rorotan
"Jakarta ini kan kota yang harus tertib pada aturan main. Semua hal yang berkaitan dengan seperti itu tentunya harus memang betul harus ada payung hukumnya,” ujar Pramono saat ditemui di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (30/10/2025).
Menurut Pramono, salah satu upaya yang ditempuh Pemprov DKI untuk mengatasi permasalahan sampah di Ibu Kota yakni dengan membangun fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di kawasan Rorotan, Jakarta Utara.
Melalui fasilitas ini, sampah akan diolah menjadi bahan bakar alternatif, sehingga jumlah sampah yang harus dibuang dapat ditekan.
Ke depan, pengelolaan sampah tersebut juga akan dikembangkan hingga tahap waste to energy atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Baca juga: Tolak Mesin Pembakar Sampah, Puluhan Emak-emak Geruduk TPS di Sukmajaya Depok
“Saya yakin persoalan sampah di Jakarta yang dulu menjadi persoalan bagi masyarakat, sekarang menjadi harta karun, karena akan memberikan dampak yang pertama di Rorotan, bisa dijual ke swasta, sedangkan yang untuk waste to energy akan menghasilkan energi dan akan berguna bagi masyarakat,” jelas Pramono.
Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta tengah menelaah penerapan sanksi sosial bagi warga yang kedapatan membakar sampah sembarangan.
Langkah ini merupakan respons langsung terhadap laporan dan keresahan masyarakat yang terus meningkat terkait dampak pembakaran sampah terhadap kualitas udara, kesehatan, serta kontaminasi lingkungan di ibu kota.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyatakan bahwa hingga kini belum ada regulasi spesifik yang mengatur sanksi sosial, seperti pemasangan foto pelanggar di lokasi kejadian atau bentuk serupa.
“Ide sanksi sosial ini muncul dalam diskusi publik beberapa waktu lalu, saat kami membahas kontaminasi air hujan oleh mikroplastik akibat pembakaran sampah—dan semakin mendesak seiring masuknya puluhan laporan warga setiap bulannya,” ujar Asep.
Menurutnya, gagasan tersebut kini dipercepat sebagai tindak lanjut atas aspirasi masyarakat dan memerlukan penguatan dasar hukum sebelum diterapkan.
“Kami sedang mencari payung regulasi yang tepat untuk mendukung penerapan sanksi sosial yang efektif dan tidak melanggar hak privasi,” katanya.
Sanksi sosial pada hakikatnya bukanlah sanksi formal yang diatur undang-undang, melainkan mekanisme kontrol sosial berbasis kesepakatan masyarakat untuk membina kepatuhan terhadap norma lingkungan.
| Mampu Layani 1 Juta Warga, Proyek Pengolahan Air Limbah di Pluit Jakut Ditarget Rampung 2027 |
|
|---|
| Pramono Anung Klaim Penanganan Banjir di Jakarta Lebih Cepat Dibandingkan Daerah Sekitar |
|
|---|
| Rencana Pembangunan Flyover Latumenten Jakbar, Bina Marga DKI Akui Sudah Teken Kontrak |
|
|---|
| Sudin KPKP Jaktim Gelar Pasar Tumbuh di Kantor Wali Kota, Masyarakat Bisa Jual Hasil Budidaya |
|
|---|
| Penghentian Sementara IPA Pulogadung: PAM JAYA Pastikan Pasokan Air Pulih Bertahap |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.