Kawasan Tanpa Rokok

Pengusaha Hotel dan Restoran Stres Hadapi Raperda KTR, Begini Jawaban Enteng Pramono

Saat ini pengusaha hotel dan restoran stres menghadapi banyaknya aturan, terbaru soal Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Apa reaksi Pramono?

Warta Kota/Yolanda Putri Dewanti
RAPERDA KTR - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung merespons dengan santai soal kegelisahan pengusaha hotel dan restoran terhadap Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), karena diprediksi bakal menekan dunia usaha. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Perluasan kawasan tanpa rokok hingga tempat hiburan malam, termasuk hotel, resto, kafe, live music, dan bar yang didorong dalam Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta semakin membebani pelaku usaha di tengah situasi ekonomi yang cukup sulit saat ini.

Tidak tanggung-tanggung 50 persen bisnis hotel dan resto di DKI Jakarta terdampak langsung dengan berbagai pelarangan dalam aturan ini.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menuturkan pihaknya meminta pemilik fasilitas maupun penyelenggara acara untuk fokus menyediakan tempat khusus untuk merokok.

Baca juga: PDIP Minta Coret Larangan Jual Rokok di Perda KTR Jakarta

Menurut dia, misalnya di tempat karaoke, maka pemilik tempat karaoke itu yang berkewajiban menyediakan ruangan khusus bagi pengunjung yang ingin merokok.

“Seperti yang saya sampaikan berulang kali, yang diatur itu tempatnya. Misalnya, kalau ada tempat karaoke, ya, di karaokenya yang nggak boleh, tetapi orang berjualan di sana, ya, nggak boleh dilarang,” ungkap Pramono baru-baru ini.

Pramono juga meminta agar di fasilitas publik lainnya atau lokasi acara tertentu disediakan tempat khusus merokok, sehingga asap dari rokok tersebut tidak mengganggu dan menyebar ke masyarakat yang tidak merokok.

Baca juga: DPRD Jakarta Bikin Raperda KTR Sangat Kaku, Chico Hakim: Bisa Perlebar Jurang Ketidakadilan

“Jadi intinya, semua fasilitas yang memperbolehkan atau mengadakan acara harus menyiapkan tempat untuk merokok secara tertutup, supaya tidak mengganggu yang lainnya,” ujar Pramono.

Sebelumnya berdasarkan survei internal yang dilakukan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta. 

Terutama terkait tuntutan pelarangan rokok di hotel, restoran, kafe, bar, dan tempat hiburan sejenisnya. 

Belum lagi penekanan sanksi yang akan menjadi beban baru bagi operasional bisnis. 

“Kami sudah buat survey, studi pendapat apabila aturan lama diperbaharui dengan aturan Raperda KTR yang lebih ketat, 50 persen dari pelaku usaha menilai peraturan ini akan berdampak pada bisnis," ujar Arini Yulianti, Anggota Badan Pengurus Daerah (BPD) PHRI Jakarta dalam dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).  

"Kami pelaku usaha hotel, restoran dan hiburan bukan anti regulasi. Tapi kami mohon jangan dibebani,” imbuhnya.

“Tahun ini kami sudah benar-benar terpuruk. Jangan sampai dengan aturan yang menekan seperti ini, demand bisnis kami semakin turun," ujarnya. 

"Kami khawatir konsumen akan memilih pindah ke kota lain yang regulasinya tidak seketat Jakarta,” tambah Arini.

Untuk diketahui, berdasarkan hasil survei yang dilakukan PHRI DKI Jakarta pada April 2025 terhadap anggotanya, tercatat 96,7 % hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved