Kasus Korupsi

Hardjuno Wiwoho Ungkap Penyebab Krisis Perbankan 1998, Dukung OJK Gandeng Aparat Penegak Hukum

Penulis: Dodi Hasanuddin
Editor: Dodi Hasanuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hardjuno Wiwoho Ungkap Penyebab Krisis Perbankan 1998, Dukung OJK Gandeng Aparat Penegak Hukum

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Hardjuno Wiwoho Ungkap Penyebab Krisis Perbankan 1998, Dukung OJK Gandeng Aparat Penegak Hukum

Ketua Umum HMS Center, Hardjuno Wiwoho mendukung penuh langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggandeng Aparat Penegak Hukum (APH) dalam pemeriksaan dugaan penyimpangan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Mayapada, milik konglomerat Dato Sri Tahir.

Sisi lain, bank juga diminta melakukan langkah-langkah penyelesaian permasalahan pelanggaran BMPK tersebut dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik sesuai ketentuan yang berlaku.

Baca juga: Pentas di Car Free Day di Jakarta, The HMS Band yang Digawangi Hardjuno Wiwoho Kritisi Skandal BLBI

Hardjuno menyebutkan bahwa di masa lalu penyebab krisis perbankan 1998, karena pemilik bank yang memperkaya diri dari kredit yang diberikan.

Bahkan banyak kredit macet, karena pemberian kredit yang asal-asalan sehingga membebani stabilitas sistem perbankan.

Untuk itu tegas Hardjuno, pemilik Bank Mayapada Tahir perlu diperiksa OJK bila ternyata diketahui ada fraud.

OJK tidak perlu takut dan ragu meski Tahir adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

“Aturan adalah aturan,” ungkap Harjuno di Jakarta, Sabtu (8/7/2023).

Dalam kasus dugaan pelanggaran BMPK ini, Hardjuno berharap concern utama OJK adalah memastikan keselamatan bank dan nasabah-nasabah bank.

Hal ini penting demi stabilitas sistem perbankan dan keuangan di Indonesia.

“Kita apresiasi OJK yang mau menggandeng APH dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran BMPK Bank Mayapada. Ini kasus serius. Kita belajar dari BLBI, banyak pelanggaran menyangkut BMPK yang berujung kepada skandal besar,” jelasnya.

Baca juga: Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Berharap Kemenkeu Luncurkan CWLS untuk seri Wanita Indonesia

Selanjutnya, pegiat anti korupsi ini, mencontohkan dana BLBI yang dinikmati BCA yang dimiliki Salim Grup.

Nilainya mencapai Rp 32 triliun. Anehnya, ada kredit jumbo dari BCA yang mengalir ke Salim grup sebesar Rp 52 triliun. Artinya, Salim Grup utang ke BCA sebesar Rp 52 triliun.

“Patut diduga, polanya sama dengan BCA dan Mayapada. Kalau di BCA saat itu, kredit mengalir ke grup usaha Rp 52 triliun, sedangkan Mayapada sekitar Rp 23 triliunan,” ungkapnya.

Ironisnya, lanjut Hardjuno, pemerintah menjual BCA ke Farallon dengan harga yang tak masuk akal murahnya.

Baca juga: Pilpres 2024, Prabowo Subianto dengan Erick Thohir Disebut Pasangan Ideal yang Disukai Generasi Muda

Halaman
12

Berita Terkini