WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Setelah mengaku dimintai uang Rp100 juta oleh penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) saat melaporkan penyerobotan lahan keluarganya, anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih kini mendapat serangan balik dari internal kepolisian.
Sejumlan serangan balik itu mulai dari tudingan pelanggaran kode etik dan ujaran kebencian, hingga mengekspose kembali kasus dugaan KDRT oleh Bripka Madih ke istrinya yang terjadi sudah lama.
Belakangan juga, Polda Metro Jaya menyatakan bahwa tanah yang digugat Bripka Madih sudah habis terjual sejak tahun 2011.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan ada tiga persoalan yang harus diurai dan disikapi proporsional dalam kasus Bripka Madih ini.
Yakni keberadaan tanah, pernyataan bahwa pelapor dimintai uang dan tanah oleh oknum penyidik, serta kasus KDRT.
"Untuk itu, pertama cek saja dokumen tanah dimaksud dan keabsahannya. Kedua, dalami kabar tentang dugaan pungli tersebut. Jika benar demikian, maka Madih melakukan whistleblowing," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Minggu (5/2/2023).
Baca juga: Keberanian Bripka Madih Ungkap Penyimpangan dan Borok di Kepolisian Perlu Disuburkan
"Ketiga, kenapa PMJ tiba-tiba mengekspos kasus KDRT tersebut ke publik?," ujar Reza.
"Saya teringat pada kejadian Oktober tahun lalu. Aipda HR menulis "sarang pungli" di tembok gedung Polres Luwu," kata Reza.
Namun menurut Reza, Aipda HR tiba-tiba disebut punya gangguan jiwa.
"Lha, kalau memang punya gangguan jiwa, mengapa dibiarkan bekerja?" tanya Reza aneh.
Dua situasi di atas yakni Aipda HR dan Bripka Madih, menurut Reza, mirip dengan studi yang menemukan bahwa whistleblower kerap mendapat serangan balik.
"Serangan balik, dari sesama sejawat yang 'dirugikan', bahkan dari kantor tempatnya bekerja," kata Reza.
Video pernyataan Bripka Madih yang tegas menyatakan bahwa dirinya akan mengungkap, membongkar, dan membuka soal uang pelicin di Polda Metro Jaya ini bahkan viral di media sosial.
"Ane ungkap, ane bongkar, ane buka. Kalimatnya mengingatkan saya pada istilah whistleblowing. Whistleblowing itulah yang perlu disuburkan di internal kepolisian," kata Reza Indragiri Amriel kepada Wartakotalive.com, Minggu (5/2/2023).
"Karena, siapa yang paling mungkin mengetahui adanya penyimpangan oleh personel polisi, kalau bukan sesama personel polisi sendiri," ujar Reza.