Atas penerimaan itu, Boyamin memilih menyerahkan kepada KPK dengan indikasi dugaan gratifikasi.
"Bahwa saya pada saat itu sudah berusaha menolak pemberian uang tersebut."
"Namun pemberi secara diam-diam menaruh dalam tas milikku dan pemberi kemudian pergi."
• Cai Changpan Sempat Salat di Rumah Pondok, Biasa Berburu dan Hafal Medan Hutan Tenjo Bogor
"Pada sisi lain saya tidak mampu mengembalikan uang tersebut kepada pemberi awal."
"Atas uang 100.000 dolar Singapura tersebut, saya berkehendak menyerahkan kepada KPK untuk diperlakukan sebagai gratifikasi."
"Yang kemudian uang tersebut diserahkan kepada negara," kata Boyamin seperti dikutip dalam surat kepada Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, Jakarta, Minggu (4/10/2020).
• Tak Izinkan Demonstrasi Buruh Tolak RUU Cipta Kerja, Polisi: Jangan Bikin Klaster Baru Covid-19
Meski bukan berstatus sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara, seperti yang dikategorikan sebagai penerima gratifikasi, Boyamin merasa dirinya patut turut serta dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Saya menyadari bukan penyelenggara negara dalam arti tekstual, namun dikarenakan bergerak dibidang pemberantasan korupsi."
"Maka saya memahamkan diri menjalankan tugas membantu negara dalam bentuk peran serta masyarakat memberantas korupsi."
• Densus 88 Ciduk Empat Terduga Teroris di Bekasi, Salah Satunya Pernah Terlibat Kerusuhan Ambon 2005
"Sehingga merasa tidak berhak untuk menerima uang tersebut," ujarnya.
Boyamin juga memohon kepada KPK agar dapat mengabulkan penyerahan uang yang nominalnya tidak sedikit itu.
Setelah dikabulkan, Boyamin akan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk memperlakukan uang tersebut berdasar ketentuan yang berlaku.
• Politikus Partai Demokrat: Zaman SBY Tak Ada RUU Diputuskan pada Sabtu Malam
MAKI memang aktif dalam menyuarakan perkara-perkara tindak pidana korupsi di Indonesia.
Tak jarang, Boyamin juga melaporkan sejumlah bukti-bukti kepada penegak hukum dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi itu, salah satunya terkait kasus Djoko Tjandra.
Merasa Tak Berhak