Polemik Ijazah Jokowi

Publik Pertanyakan Klaim dokter Tifa yang Ngaku Didukung 93 Persen Masyarakat Hadapi Laporan Jokowi

Pada unggahan sosial media Warta Kota, sejumlah publik meragukan soal klaim Tifa yang didukung oleh 93 persen masyarakat.

Editor: Feryanto Hadi
YouTube/ DRTF Channel
DUKUNGAN - Pakar Neuroscience Behavior Dokter Tifauzia atau dokter Tifa mengklaim dirinya dan belasan tokoh lainnya akan didukung oleh 93 masyarakat Indonesia terkait laporan yang dilayangkan Jokowi 

Berikut beberapa komentar yang meragukan klaim dari Tifa:

"Data dari mana 93 persen kalau 93 orang penduduk indonesia yang mendukung itu logis," tulis Lote Kabanga

"93 ?ri masyarakat yg mana,, sejelek2 nya pak Jokowi sudah pernah menjadi pimpinan negara," tulis Ujang Hasikin

"93 persen masyarakat?? ngomong tuh pake data dong bos, itu sudah di survey bps belum?? sperti org tidak berpendidikan saja, kelihatan bodohnya.kalo 93 ℅ hti sama fpi itu pasti, karena mereka dendam dibubarkan jokowi, bahkan bisa 100℅," tulis Abah Sukana

"93 % masyarakat yg mana?? Mana bukti datamu 93 % ???" tulis Paulus Sapto Agung

Abraham Samad Diperiksa 10 Jam

Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, rampung menjalani pemeriksaan selama hampir 10 jam oleh penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya sebagai saksi terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Rabu (13/8/2028).

Berdasarkan pantauan Wartakotalive.com, Abraham bersama tim kuasa hukum keluar dari Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pukul 20.00 WIB.

Kuasa hukum Abraham Samad, Daniel Winarta menyebut, kliennya mendapat 56 pertanyaan dari penyidik.

Namun, ia menyayangkan beberapa hal dalam pemeriksaan kali ini.

Baca juga: "Saya Akan Lawan!" Abraham Samad Peringatkan Polisi Tak Membabi Buta Tangani Kasus Ijazah Jokowi

"Ya pada intinya ada beberapa pertanyaan yang disampaikan berkaitan dengan kasus ijazah palsu dan juga sebetulnya berkaitan dengan banyak hal yang berkaitan dengan podcast ya. Namun kami menyayangkan beberapa hal," ujar Daniel, usai pemeriksaan, Rabu malam.

"Pertama, kebanyakan pertanyaan justru keluar dari kejadian ataupun waktu kejadian dan tempat kejadian yang sudah tertuliskan dalam surat panggilan," sambungnya.

Sebagian besar pertanyaan justru keluar dari tempus dan locus delicti yang tercantum dalam surat panggilan, yakni tanggal 22 Januari 2025.

Banyak pertanyaan tidak relevan dengan waktu dan tempat kejadian yang disebutkan.

Daniel menduga, hal tersebut sarat dengan nuansa kriminalisasi dan berpotensi menjadi bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekspresi di ruang digital.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved