Berita Nasional

Soal Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong, Pengamat: Prabowo Ingin Merangkul Semua Pihak

Langkah Presiden RI Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto mengandung pesan merangkul semua pihak

Kolase Tribunnews.com
ABOLISI DAN AMNESTI - Langkah Presiden RI Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dinilai mengandung pesan politik untuk merangkul semua pihak. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Analis komunikasi politik Hendri Satrio menyoroti langkah Presiden RI Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto.

Hensa berkata, melihat langkah Prabowo mengandung pesan politik untuk merangkul semua pihak, termasuk lawan politiknya, demi membangun Indonesia yang lebih baik.

“Prabowo ingin merangkul semua pihak, termasuk yang dulu pernah menjadi lawannya untuk ikut bersama dia membangun Indonesia menjadi lebih baik,” kata Hensa, Minggu (3/7/2025).

Hensa menilai, langkah ini adalah upaya Prabowo untuk meredam polarisasi politik yang masih terasa pasca-pemilu.

Dengan memilih untuk membebaskan Tom Lembong dan Hasto, ia melihat Prabowo ingin menegaskan bahwa dia adalah pemimpin untuk semua bukan hanya kelompok tertentu.

Gestur ini, menurut Hensa, juga menunjukkan bahwa Prabowo ingin membuka dialog dengan oposisi terutama PDIP, yang memiliki basis kuat di parlemen dan masyarakat.

“Prabowo sedang membangun narasi bahwa dia adalah pemimpin untuk semua, bukan cuma untuk pendukungnya. Ini bisa jadi modal politik besar untuk menenangkan situasi politik yang panas, sekaligus membuka komunikasi dengan PDI-P dan orang-orang yang berada di sekitar Tom Lembong,” ujar Hensa.

Namun, Hensa juga menggarisbawahi keuntungan dan risiko bagi Prabowo.

Baca juga: Berikan Abolisi ke Tom Lembong dan Amnesti ke Hasto, Bagaimana Nasib Hubungan Prabowo dan Jokowi?

Dari sisi keuntungan, keputusan ini dapat memperkuat citra Prabowo sebagai pemimpin yang mampu menyatukan bangsa. Publik yang menginginkan stabilitas politik kemungkinan akan mengapresiasi langkah ini sebagai tanda kedewasaan politik.

Di sisi lain, Hensa menyoroti risiko yang tidak bisa diabaikan. Pemberian abolisi dan amnesti kepada dua tokoh yang terjerat kasus korupsi berpotensi memicu persepsi bahwa Prabowo mengorbankan komitmen pemberantasan korupsi, demi kepentingan politik.

“Meskipun abolisi dan amnesti adalah hak prerogatif presiden, kelompok anti-korupsi dan kritis bisa memandang ini sebagai langkah yang melemahkan keadilan,” ujar Hensa.

Hensa menekankan, Prabowo perlu memastikan komunikasi publik yang jelas untuk menghindari persepsi negatif ini.

Lebih lanjut, Hensa melihat bahwa keberhasilan pesan politik ini bergantung pada penerimaan publik. Dalam komunikasi politik, persepsi adalah segalanya.

Jika masyarakat melihat langkah ini sebagai upaya tulus untuk persatuan, Prabowo akan mendapat legitimasi lebih kuat. 

Namun, jika publik menganggap ini sebagai manuver politik semata, kepercayaan terhadap pemerintahannya bisa tergerus.

“Prabowo sedang main di level tinggi. Dia pakai simbol-simbol politik untuk bicara soal persatuan, tapi kalau publik curiga ini cuma akal-akalan, narasinya bisa jatuh,” kata Hensa.

Selain itu, Hensa melihat langkah ini sebagai sinyal kepada elit politik bahwa Prabowo terbuka untuk kolaborasi.

Dengan membebaskan Hasto, Prabowo seolah mengulurkan tangan kepada PDIP dan Megawati Soekarnoputri. 

Begitu pula dengan abolisi untuk Tom Lembong, yang bisa menjadi isyarat kepada kelompok profesional dan teknokrat.

“Prabowo sedang mencoba bilang, ‘Ayo, kita duduk bareng.’ Tapi, dia juga harus siap kalau ada yang nggak mau diajak, atau malah curiga sama niatnya,” kataHensa.

Selanjutnya Hensa menegaskan, tantangan terbesar Prabowo adalah membuktikan bahwa langkah ini bukan sekadar taktik jangka pendek.

Sebab menurutnya, publik akan menilai apakah pemerintahannya benar-benar berjalan dengan semangat persatuan atau hanya menggunakan abolisi dan amnesti sebagai alat politik. 

“Prabowo sedang menggambar peta besar untuk politik Indonesia ke depan. Dia ingin semua pihak, termasuk lawan-lawannya, naik ke kapal yang sama untuk membangun negara. Tapi, kapal itu harus punya arah jelas, bukan cuma berlayar untuk pamer bendera persatuan tanpa tujuan nyata,"imbuhnya. (m32)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved