Berita Nasional

Peneliti Perludem Khawatir Kebebasan Berpendapat Dibatasi: PR Serius Bagi Pemerintah

Fadli mengatakan, keamanan dan kebebasan berekspresi ini memang pekerjaan rumah yang sangat serius bagi negara.

|
Warta Kota/Ramadhan L Q
Ilustrasi. Aksi demo mahasiswa di gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024) sore. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Dalam beberapa waktu terakhir, banyak channel YouTube yang dimiliki oleh tokoh publik di Indonesia hilang setelah mereka mengomentari atau mengkritik pemerintah. 

Hal ini memancing pertanyaan di kalangan content creator terkait dengan kebebasan berekspresi, terutama opini terhadap pemerintah dan kebijakannya.

Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil, menegaskan kebebasan berekspresi adalah hak yang harus dilindungi oleh negara.

Baca juga: Hapus Ketentuan Syarat Ambang Batas Pencalonan Presiden 20 Persen, Pengamat: Baik Buat Demokrasi

“Menurut saya, keamanan digital, keamanan siber bagi warga negara, bagi organisasi masyarakat sipil tentu menjadi sesuatu yang penting ya, karena itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perlindungan data pribadi, bagian yang tidak terpisahkan dengan kebebasan berekspresi, dan itu jadi tanggung jawab negara,” kata Fadli, Rabu (15/1/2025).

Fadli mengatakan, keamanan dan kebebasan berekspresi ini memang pekerjaan rumah yang sangat serius bagi negara.

Sebab, selain memang hak masyarakat sebagai warga negara, mereka juga tidak bisa dibiarkan bertarung sendiri dalam menciptakan keamanan digital.

Baca juga: Pemilik Akun yang Sebarkan Video Mobil Dinas RI 36 Raffi Ahmad Minta Maaf Sudah Bikin Gaduh

"Ketika intimidasi dan peretasan terjadi, ini adalah masalah serius yang menunjukkan kurangnya jaminan keamanan siber bagi warga negara," ujarnya.

Pegiat media sosial yang juga pemilik channel YouTube, Mazdjopray pun membenarkan  bahwa banyak channel yang hilang setelah membahas isu-isu politik yang dianggap sensitif. 

"Ini adalah permasalahan klasik. Sejak 2012, saya melihat YouTube sebagai platform kebebasan berpendapat, namun kini banyak yang merasa terancam," katanya.

Mazdjopray menambahkan bahwa situasi ini menciptakan iklim ketakutan di kalangan content creator politik. 

Saat ini, menurutnya, para pembuat konten harus berpikir dua kali demi keamanan dan tidak mendapatkan intimidasi.

"Banyak dari kami yang merasa harus berpikir dua kali sebelum membahas topik tertentu," katanya. 

"Ini bukan hanya tentang kehilangan channel, tetapi juga tentang kehilangan suara dan hak untuk berbicara," imbuhnya.

Ia pun menyarankan agar para content creator ini memiliki semacam asosiasi yang persis dengan media massa, sehingga bisa melindungi dan mengadvokasi satu sama lain jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkani.

"Asosiasi itu nanti fungsinya salah satunya adalah untuk misalnya mengasistensi dan mempertebal bahwa apa yang disampaikan oleh content creator politik ini adalah hal yang tidak bersifat hate speech," ucapnya. 

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved