Pilkada

Partisipasi di Pilkada Jakarta 2024 Turun, Pengamat: Bisa Berdampak pada Kualitas Demokrasi

Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago beri pandangan terkait turunnya partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Sigit Nugroho
Istimewa
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago beri pandangan terkait turunnya partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada Jakarta 2024 jadi perhatian serius.

Hal itu jadi perhatian, akibat turunnya partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 dibanding Pilkada 2017.

Pada Pilkada yang digelar 27 November 2024, tingkat partisipasi hanya 58 persen.

Sedangkan, pada Pilkada 2017, tingkat partisipasinya mencapai 78 persen.

Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, fenomena ini bisa berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia.

Baca juga: Pangi Syarwi Chaniago Ingatkan Para Capres Berhati-hati dalam Memilih Sosok Cawapres di Pilpres 2024

"Tingkat partisipasi politik sangat penting. Hidup matinya demokrasi sangat ditentukan oleh prasyarat partisipasi politik," kata Pangi kepada wartawan pada Sabtu (7/12/2024).

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research itu menyebut, voter turnout atau tingkat kehadiran pemilih dalam Pilkada sebelumnya menunjukkan berbagai permasalahan yang perlu menjadi bahan evaluasi.

Pangi berujar bahwa tidak hanya KPU, tetapi juga pemerintah dan partai politik selaku pemegang wewenang untuk menentukan kandidat. 

Baca juga: Terkait Perusakan dan Hilangnya APK RIDO pada Pilkada Jakarta 2024, Berikut Penjelasan Bawaslu DKI

"Salah satu penyebab rendahnya partisipasi ini adalah ketidak dekatannya masyarakat dengan calon kepala daerah yang maju," ujar Pangi.

Pangi menerangkan bahwa faktor lain yang membuat rendahnya partisipasi masyarakat.

Dia menganggap, banyak warga merasa tidak memiliki hubungan emosional atau keterwakilan dengan kandidat yang ada. 

"Apakah karena tidak dekat dan merasa tidak merasa dekat sama calon kepala daerah sehingga mereka memilih golput? Atau calon kepala daerah yang maju tidak sesuai dengan representasi politik mereka, artinya tidak ada pilihan alternatif," tuturnya.

Baca juga: Legislator DKI Panggil KPU, Pertanyakan Rendahnya Partisipasi Pemilih saat Pilkada Jakarta 2024

Pangi juga menyoroti proses seleksi calon kepala daerah yang dianggap masih didominasi oleh elite politik.

Hal itu membuat kandidat yang muncul sering kali tidak aspiratif atau tidak mencerminkan aspirasi masyarakat luas. 

"Calon kepala daerah dipilih atau diseleksi elite, sehingga tidak aspiratif,” imbuhnya.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved