Demonstrasi

Dianggap Tak Rasional, Buruh Minta Program Tapera Dibatalkan: Buat DP Rumah Saja Tak Cukup

Menurut Said Iqbal, program Tapera juga sangat tidak rasional jika dihitung berdasarkan nilai duit yang dipotong dari pekerja dan perusahaan.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Yulianto
Sejumlah buruh yang tergabung dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (6//6/2024). Dalam aksi tersebut mereka menolak Pemerintah Pusat terkait PP Tapera, Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal, KRIS BPJS Kesehatan, Omnibuslaw Cipta Kerja dan meminta menghapus OutSourching Tolak Upah Murah. 

"Ini memberatkan di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen akibat upah naik 1,58 persen, sedangkan inflasi 8 persen ditambah lagi Tapera 2,5 persen. Oleh karena ini kami meminta pemerintah mencabut PP 21 tentang Tapera dan terkahir kalau dia dikelola oleh pemerintah padahal uangnya rakyat, pertanyaannya ada jaminan nggak bakal dikorupsi?," ucapnya.

"Asabri dikorupsi besar-besaran, Taspen korupsi besar-besaran, itu dikelola oleh pemerintah oleh para menteri yang bertanggung jawab, buktinya diorupsi. Kami masyarakat sipil khususnya buruh, tidak rela uang ini dikorupsi," sambungnya. 

Penjelasan pemerintah

Program tabungan perumahan rakyat (Tapera) menjadi buah bibir masyarakat lantaran dianggap memberatkan. 

Pasalnya, program tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil (PNS), tetapi pekerja swasta juga terkena getahnya.

Di mana nantinya, gaji pekerja akan dipotong 3 persen untuk program Tapera sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 Tahun 2024. 2,5?rasal dari pekerja dan 0,5?ri pemberi kerja.

Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko, yakin Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak akan bernasib sama seperti Asabri.

Pasalnya, kata Moeldoko, pemerintah telah membangun sistem pengawasan pengelolaan keuangan untuk menjamin dana dikelola dengan baik, akuntabel dan transparan dalam pengelolaan Tapera.

Baca juga: Moeldoko Tegaskan Tapera Wajib, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bisa Ambil Cash saat Pensiun

Moeldoko menjelaskan Tapera akan diawasi melalui Komite Tapera yang diketuai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.

"Pengawasan salah satunya melalui Komite Tapera yang akan melakukan pengawasan pengelolaan Tapera, ketuanya adalah Menteri PUPR, dengan anggota Menteri keuangan, Menaker, OJK dan profesional," kata Moeldoko dilansir dari Kompas.tv, Jumat (31/5/2024).

"Nah ini akan saya sampaikan kepada teman-teman, jangan sampai terjadi seperti Asabri. Asabri waktu saya menjadi panglima TNI, saya nyentuh saja gak bisa, nempatkan orang aja gak bisa, akhirya saya jengkel, saya undang orang, waktu itu pak Adang, Pak dateng ke sini, tolong saya minta dipresentasikan. Ini uang prajurit saya, masa saya gak tahu gimana sih," lanjut Moeldoko.

Menurutnya, pembentukan Komite Tapera akan membuat pengelolaannya lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Bayangkan Panglima TNI punya anggota 500.000 prajurit gak boleh nyentuh Asabri, akhirnya kejadian seperti kemarin, saya gak ngerti. Nah dengan dibentuknya komite ini saya yakin pengelolaanya akan lebih transparan, akuntabel tidak bisa macem-macem, karena semua bentuk-bentuk investasi akan dijalankan akan pasti dikontrol dengan baik, minimum oleh para komite dan secara umum oleh OJK," tutur Moeldoko.

Moeldoko berharap masyarakat memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk bekerja memikirkan cara yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat.

"Kedepan pemerintah akan menggencarkan komunikasi dan dialog dengan masy dan dunia usaha, kita masih ada waktu sampai tahun 2027," tuturnya.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved