Pilpres 2024

Tiga Hakim MK Dissenting Opinion, Refly Harun: Hasil Sengketa Pilpres 2024 Jadi Sejarah Luar Biasa

Refly Harun mencontohkan pada tahun 2004, 2009, 2014, 2019 semua sengketa pilpres ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.

Editor: Feryanto Hadi
instagram @reflyharun
pengamat politik Refly Harun 

Dalam putusannya ada 3 hakim dari 8 hakim MK yang memiliki dissenting opinion atau pendapat berbeda. Mereka adalah Saldi Isra, Enny Nurbainingsih dan Arief Hidayat.

Dalam dissenting opinionnya, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menilai, boleh jadi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menandakan kualitas demokrasi di Indonesia menurun bahkan mengalami defisit yang mengkhawatirkan.

Hal ini disampaikan Arief saat membacakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Senin (22/4/2024).

Baca juga: MK Tolak Permohonan 01 dan 03, Mahfud MD: Sidang di MK Ini Adalah Teater

"Jangan-jangan tanpa disadari boleh jadi demokrasi kita saat ini mengarah pada titik defisit demokrasi yang mengkhawatirkan," kata Arief, Senin.

Awalnya, Arief menyebut bahwa Indonesia sudah enam kali menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) setiap lima tahun sekali setelah runtuhnya era Orde Baru pada 1998.

Dia mengatakan, Pemilu 2024 juga merupakan pemilu serentak yang cukup kompleks karena selain memilih presiden dan wakil presiden, masyarakat juga memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada hari yang sama.

"Dan pada November 2024 akan ada 545 daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak untuk memilih pemimpin daerah di tingkat provinsi, kabupaten, kota," ujar Arief.

Menurut Arief, pelaksanaan enam kali pemilu dapat digunakan untuk mengukur kematangan demokrasi Indonesia, apakah semakin baik atau menurun bahkan mengalami defisit.

"Sebab, telah ternyata tampak jelas secara kasat mata adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat fundamental terhadap prinsip-prinsip Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," katanya.

Arief lantas menilai, bisa jadi demokrasi Indonesia mengalami penurunan apabila dinilai dari pelaksaan Pemilu 2024.

"Penyelenggaraan pemilhan umum yang adil dan dilaksanakan secara berkala acapkali dijadikan salah satu instrumen untuk mengukur apakah kadar demokrasi kita semakin baik," ujar Arief.

"Atau bahkan mengalami penurunan atau jangan-jangan tanpa disadari boleh jadi demokrasi kita saat ini mengarah pada titik defisit demokrasi yang mengkhawatirkan," ujar Arief melanjutkan.

Baca juga: MK Tolak Seluruh Permohonan 01 dan 03, Hakim Arief: Kualitas Demokrasi Indonesia Mengkhawatirkan

Diberitakan sebelumnya, MK memutuskan menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies-Muhaimin.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo.

Ada sejumlah alasan yang mendasari MK menolak gugatan Anies-Muhaimin.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved