Sengketa Pilpres

Pakar Hukum Pemilu: MK Itu Problematik, Tidak Mungkin Gugurkan Pencalonan Gibran

Pakar Hukum Pemilu sebut MK problematik dan tidak mungkin gugurkan pencalonan gibran. Namun ada peluang pemungutan suara ulang

Editor: Rusna Djanur Buana
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Titi memprediksi MK tidak akan menggugurkan pencalonan Gibran, namun ada peluang pemungutan suara ulang di beberapa daerah. 

Itu kalau pembelajaran dari penyelenggaraan pilkada (pemilihan kepala daerah)," kata Titi.

Untuk diketahui, MK bakal menggelar sidang pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) mendatang. 

Yusril optimistis dengan keputusan MK

Pada kesempatan berbeda, Ketua Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra meyakini bahwa pencalonan Gibran cawapres) tetap sah.

Diketahui, Gibran bisa maju ke kontestasi Pilpres 2024 setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah batas usia dan syarat menjadi cawapres lewat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Namun, majunya Gibran sebagai cawapres dianggap cacat.

Sebab, Ketua MK yang membuat putusan saat itu, Anwar Usman, dinyatakan melanggar etik. Selain itu, hubungan Anwar Usman sebagai paman Gibran juga menjadi sorotan ketika mengeluarkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Yusril sendiri mengakui bahwa putusan MK terkait batas usia cawapres tersebut memang cacat hukum.

Meski demikian, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut menilai Gibran tetap sah menjadi cawapres.

Pasalnya, diktum putusan MK jelas menyatakan bahwa "berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Yusril mengatakan, problematika putusan itu terletak pada kesalahan teknis dalam pembuatan putusan ketika dua orang hakim konstitusi menyatakan memiliki alasan berbeda (concurring opinion).

Menurut Yusril, pendapat dua hakim tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai pendapat berbeda (dissenting opinion).

"Saya tunjukkan di mana cacat hukumnya. Saya bilang bahwa ini dissenting opinion yang sebenarnya mereka bukan concurrent. Karena yang dua (hakim) ini yang mestinya itu adalah dissenting tapi dibilang concurrent.

Berarti ada kesalahan teknis di dalam pembuatan putusan," ujarnya.

"Nah ini ada implikasinya terhadap diktum keputusan itu sendiri.

Ya saya bilang ini ada problematik dan ada cacat hukum di dalamnya," kata Yusril lagi.

Namun, Yusril mengatakan, keputusan perkara nomor 90 itu jelas dari segi kepastian hukum.

Oleh karena itu, dia beranggapan pencalonan Gibran tetap sah.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved