TPPO

2 Tersangka TPPO Modus Magang ilegal ke Jerman Jadi Buronan, Diduga Berada di Luar Indonesia

dua tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ferienjob ke Jerman masuk daftar pencarian orang

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Dian Anditya Mutiara
Wartakotalive/Ramadhan LQ
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro soal kasus magang ilegal di Jerman 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri resmi menetapkan dua tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ferienjob ke Jerman masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Keduanya berinisial ER alias EW (39) dan A alias AE (37), yang merupakan agen program magang yang terafiliasi dengan PT SHB dan CV GEN.

Perusahaan tersebut yang memberangkatkan para mahasiswa untuk magang secara ilegal.

"Terhadap dua DPO, kami sudah menerbitkan DPO sekitar seminggu yang lalu," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, kepada wartawan, dikutip Jumat (5/4/2024).

Baca juga: Diperiksa sebagai Tersangka Kasus TPPO dengan Modus Magang di Jerman, Guru Besar Unja Tak Ditahan

Pihaknya sudah memanggil keduanya untuk diperiksa terkait kasus itu, tetapi tak hadir.

"Kemudian kami berkoordinasi dengan Hubinter untuk lebih lanjut karena kami akan terbitkan notice untuk mencari yang bersangkutan," kata dia.

"Kami panggil, dia tidak datang dan dia tidak berada di Indonesia kemudian itu unsur-unsur bahwa dia sudah kami panggil dua kali tentu saja kewajiban penyidik menerbitkan DPO ya," lanjutnya.

Sementara tersangka lainnya di Indonesia hanya dikenakan wajib lapor, yakni berinisial SS (65), AJ (52), dan MZ (60). 

Berhutang puluhan juta

Para mahasiswa yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang di Jerman disebut ada yang sampai berutang dengan pinjam uang talangan ke kampusnya sampai puluhan juta.

Mereka diduga terjerat utang lantaran harus menanggung sejumlah beban biaya selama mengikuti program magang Ferienjob.

Baca juga: Ini Peran 5 Tersangka Kasus TPPO dengan Modus Magang di Jerman

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.

"Gajinya mereka menerima sekitar Rp30 juta, tapi itu ada pemotongan penginapan dan sebagainya termasuk biaya-biaya kehidupan sehari-hari yang cost-nya di Jerman cukup tinggi sehingga rata-rata mahasiswa malah rugi," ujar Djuhandani, kepada wartawan, dikutip Jumat (29/3/2024).

Para mahasiswa diberangkatkan PT SHB dan CV GEN dengan dibebankan biaya pendaftaran Rp150.000 ke rekening atas nama CV GEN.

Ke PT SHB, mereka juga harus membayar sebesar 150 Euro untuk pembuatan LOA atau letter of acceptance.

Para mahasiswa kemudian mesti membayar 200 Euro sebagai persyaratan dalam pembuatan visa.

Dengan demikian, para mahasiswa dibebankan bayar dana talangan ke pihak universitas Rp30 juta.

Bahkan mencapai angka Rp50 juta dipotong dari setiap gaji bulan.

Baca juga: 1.047 Mahasiswa Korban TPPO dengan Modus Magang ke Jerman Sudah Kembali ke Indonesia

“Membayar talangan malah sampai saat ini banyak yang masih bayar talangan yang oleh universitas tawarkan mereka ke Jerman, tidak mendapat untung tapi malah menyiapkan utang di Indonesia," ucapnya.

"Yaitu berupa talangan yang antara Rp24 juta sampai Rp50 juta. Itu talangan yang diberikan koperasi (universitas),” lanjut jenderal bintang satu itu.

Sebelumnya, Brigjen Djuhandani juga menyatakan mahasiswa yang menjadi korban TPPO ini dipekerjakan bak kuli.

"Kemudian kalau dikatakan apa sih pekerjaannya dia di Jerrman sebagai buruh kasar dan lain sebagainya," ujarnya.

"Itu yang kami dapatkan keterangannya. Mereka sebagai tukang angkat-angkat bahasanya di Indonesia sebagai kuli," imbuhnya.

Baca juga: Polri Bongkar Kasus TPPO Modus Mahasiswa Magang ke Jerman, Universitas di Indonesia Harus Waspada

"Sementara yang kami hubungkan dari proses penyidikan yang kami dapatkan, mereka itu adalah mahasiswa elektro, tapi di sana dipekerjakan sebagai tukang angkat, tukang panggul gitu," lanjutnya.

"Jadi dipekerjakan dalam posisi yang memang pekerja berat," kata Brigjen Djuhandani lagi.

Adanya eksploitasi ini membuat pihaknya mengenakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap lima tersangka, yakni berinisial ER alias EW (39), A alias AE (37), SS (65), AJ (52) serta MZ (60).

"Ketentuan-ketentuan yang diberlakukan di Indonesia itu tidak nyambung dengan mereka yang dipekerjakan di sana, baik dari program pendidikannya. Moso mahasiswa teknik di sana disuruh angkat-angkat barang," katanya.

"Ini kan yang tidak masuk atau program magang. Di situlah terjadi eksploitasi, makanya kami bisa kenakan tindak pidana perdagangan orang," lanjut Djuhandani.

Adapun tersangka menawarkan dan menjanjikan ke berbagai universitas yang ada di Indonesia tentang program magang Ferienjob.

Meski begitu, program tersebut tidak diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Namun, tetap mengirim mahasiswa untuk magang mengikuti program Ferienjob yang kenyataannya diperkerjakan layaknya buruh di negara Jerman," ucapnya.

Di sisi lain, Brigjen Djuhandani menuturkan tiga dari lima tersangka kasus itu bekerja di universitas, namun tak disebutkan inisial ketiganya.

"Kalau terkait tiga orang yang ada di Indonesia, memang bekerja di universitas," kata Brigjen Djuhandani.

Sementara itu, pengurus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rawamangun, Jakarta Timur sampaikan 93 mahasiswanya senang dapat magang internasional di Jerman.

Juru Bicara UNJ, Syaifudin mengatakan hal itu karena mereka menilai suasana budaya yang baru, kemudian disiplin yang mereka lalukan itu tidak dapat ditemui di Indonesia.

“Tetapi sejauh informasi mahasiswa kami, rata-rata umumnya mereka sangat senang menjalankan program magang internasional di Jerman, dengan ketepatan waktu, personalitas menjalankan tanggung jawab selama magang disana,” kata Syaifudin, Rabu (27/3/2024).

Sebelumnya, Syaifudin menjelaskan terdapat beragam keluhan yang disampaikan para mahasiswanya yang dirugikan dalam program magang internasional di Jerman itu.

Yakni, mereka berkeluh perihal masalah waktu kerja yang penuh dengan kedisiplinan atau tepat waktu, iklim kerja dan hal-hal yang berkaitan dengan budaya di Jerman.

“Keluhan itu dirasakan di awal pada saat minggu pertama mahasiswa UNJ,” ujarnya.

Selanjutnya Syaifudin menuturkan mahasiswa yang sebelumnya berangkat ke Jerman pada Senin (2/10/2023) silam itu juga mengeluhkan mengenai perbedaan nominal honor atau gaji yang diterima saat mereka magang.

Seperti diketahui sebelumnya, para mahasiswa itu sempat dijanjikan oleh seorang berinisial SS sebagai promosi program magang, PT SHB, dan CVGEN dapat menerima gaji Rp 20 - Rp 30 juta, namun kenyataanya tidak sesuai.

“Mengapa tidak sesuai? karena dari hasil honor (gaji) yang diterima mahasiswa ternyata dipotong oleh PT SHB dan CVGEN termasuk salah satunya itu,” lugasnya.

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved