Pemilu 2024

Serangan Fajar atau Politik Uang Marak Jelang Pencoblosan Pemilu, Apa Kata Petinggi MUI dan NU?

Tiap kali Pemilu selalu marak seranan fajar atau politik uang. Boleh apa tidak sih? Ini penjelasan MUI dan NU.

Editor: Valentino Verry
Istimewa
Ilustrasi politik uang - Serangan fajar atau politik uang biasanya terjadi mendekati Pemilu, untuk itu masyarakat harus berani menolak demi kualitas demokasi yang lebih baik. 

Pihaknya juga telah menetapkan Fatwa tentang Hukum Permintaan dan atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik.

Penetapan fatwa tersebut dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 2018.

Baca juga: Kerahkan Ribuan Personil, Bawaslu DKI Patroli Antisipasi Adanya Serangan Fajar Jelang Pencoblosan

Dari sudut pandang NU, uang suap politik atau materi lain kepada pemilih untuk memengaruhi pilihan mereka dalam pemilu dipandang sangat berbahaya bagi demokrasi dan telah menjadi sorotan utama dalam diskusi di Munas-Konbes NU tahun 2002 tentang Money Politic dan Hibah terhadap Pejabat.

Dalam Islam, hal ini dikategorikan sebagai suap (risywah) yang dilaknat oleh Allah SWT, baik pemberi (raisy), penerima (murtasyi), maupun perantara (raaisy), semuanya berdosa.

Dengan demikian, Muktamar NU pada tahun 2002 dengan tegas memutuskan bahwa melakukan tindak politik uang bertentangan dengan syariat Islam dan karenanya diharamkan.

Pelanggengan sistem ini akan merusak sendi-sendi demokrasi, seperti merampas hak rakyat untuk memilih pemimpin berdasarkan kualitas dan kapabilitas.

Politik uang atau serangan fajar jelang Pemungutan Suara Pemilu 2024 menjadi sorotan publik.

Baru-baru ini viral sebuah video berdurasi 38 detik yang beredar di Whatsapp Grup warga Jember, Jawa Timur, Selasa (13/2/2024).

Dalam video tersebut memperlihatkan pengakuan pria yang mendapatkan undangan nyoblos dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Namun, di balik undangan pemberitahuan Pemungutan suara tersebut terlihat ada amplop warna putih bergambar Calon Anggota Legislatif (Caleg) tingkat Provinsi Jawa Timur, yang di dalamnya ada dua lembar uang Rp 10.000 atau senilai Rp 20.000.

"Saya dapat surat undangan nyoblos, tapi anehnya juga ada amplop di baliknya, oleh petugas KPPS disuruh mencoblos caleg nomer dua dari Partai," ujar pria dalam video itu.

Menurutnya, hal tersebut merupakan praktik kecurangan dalam pesta demokrasi.

Sehingga, dia mengaku tidak mau menerima uang pemberian itu.

"Yang jelas uang ini tidak akan saya ambil, masukkan kotak amal saja. Maka praktik seperti ini jelas membodohi masyarakat, tolong siapapun sampaikan ini pada Bawaslu," ucapnya.

Menanggapi beredarnya video tersebut, Komisioner Bawaslu Jember Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi (Datin), Devi Aulia Rahim mengaku masih melakukan penelusuran sumber audio visual tersebut.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved