Pelecehan Seksual

Siswi SMP Jadi Korban Pelecehan Seksual Oknum Pejabat di Kebayoran Lama, Paman: Sudah Ditindih

Seorang oknum pejabat diduga melecehkan seorang siswi SMP. Karena nafsu siswi itu dicium dan ditindih. Sayang polisi diam saja.

Editor: Valentino Verry
Istimewa
Ilustrasi - Siswi SMP menjadi korban pelecehan seksual oknum pejabat di Kebayoran Lama, sayang polisi diam saja meski laporan sudah dilakukan sejak Maret 2023. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Berita mengejutkan datang dari seorang siswi SMP berinisial S (14).

Siswi SMP itu melaporkan seorang oknum pejabat negara ke Polres Metro Jakarta Selatan karena coba melakukan pelecehan seksual.

Sayang, laporan tersebut diduga tidak direspons dengan baik, sehingga keluarga korban mempertanyakannya.

Baca juga: Polda Metro Jaya Panggil Tersangka Pelecehan Seksual Miss Universe Pekan Depan

Atas hal itu, korban melaporkan insiden pelecehan tersebut ke Polres Metro Jakarta Selatan yang terdaftar dengan nomor LP/B/822/III/2023/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya tertanggal 16 Maret 2023.

"Pencabulan ini dilakukan diduga dilakukan oleh salah satu oknum pejabat di negara ini," kata paman sekaligus kuasa hukum korban, Achmad Rulyansyah, kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Selatan, Sabtu (28/10/2023).

Menurut Achmad, peristiwa pelecehan seksual itu terjadi di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Meski begitu, Achmad belum membeberkan sosok pejabat negara yang diduga melakukan pelecehan karena masih menjadi penyelidikan polisi.

"Karena ini masih proses penyelidikan, saya belum bisa menyebutkan lembaganya apa," ujarnya.

Baca juga: Pelecehan Seksual, Pelajar SMP Nekad Pegang Bokong Mahasiswi UI saat Lari Pagi di Danau Kampus

"Namun, nanti pada saat proses penyidikan mungkin baru saya ungkap, karena ada asas praduga," imbuhnya.

Achmad mengatakan, peristiwa yang menimpa keponakannya tersebut memang tidak sampai pada hubungan intim.

Namun, sempat terjadi sentuhan fisik antara korban dan terlapor.

"Si korban memang tidak sampai bersetubuh. Namun sempat hampir dilakukan persetubuhan," ucapnya.

Baca juga: Fatal, Anak yang Alami Pelecehan Seksual, Novita Tandry: Sulit Normal Lagi, Malah Bisa Jadi LGBT

"Korban ini sempat dicium, sempat dipeluk ditindih kemudian juga sempat dimasukkan ke dalam kamar, dirayu dan akhirnya korban lari dan meminta pertolongan kakaknya," tuturnya.

Terlapor, kata Achmad, disebut sudah pernah dimintai keterangannya oleh pihak kepolisian.

Namun, hingga saat ini belum ada perkembangan kasus yang dilaporkan pihaknya.

Achmad pun berharap pihak kepolisian bisa segera mengungkap kasus ini, termasuk menetapkan tersangka dalam perkara ini.

"Sudah delapan bulan lamanya, proses tersebut masih dalam proses lidik (penyelidikan), belum juga dilakukan gelar perkara," katanya.

"Untuk itu, guna mengedepankan hak anak sebagaimana UU Perlindungan Anak, kami bersurat dan memohon kepada Kapolres," pungkasnya.

Tribunnews.com sudah mencoba menghubungi Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam Indradi soal kasus tersebut.

Kapolres Metro Jaksrta Selatan Kombes Ade Ary Syam Indradi belum merespons pertanyaan wartawan.
Kapolres Metro Jaksrta Selatan Kombes Ade Ary Syam Indradi belum merespons pertanyaan wartawan. (Warta Kota/Andika Panduwinata)

Namun, hingga berita ini ditayangkan, Kombes Ade belum merespons pesan singkat Tribunnews.com.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Klaster Pendidikan, Aris Adi Leksono, menyoroti maraknya kasus perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan.

Dirinya mengatakan sejatinya lingkungan pendidikan mampu membangun karakter anak-anak.

Namun, menurut Aris, kondisi dunia pendidikan saat ini justru dipenuhi oleh aksi kekerasan.

"Ironisnya, harapan mulia tersebut ternodai dengan maraknya kasus kekerasan pada satuan pendidikan, atau dapat dikatakan dunia pendidikan kita sedang mengalami darurat kekerasan," ujar Aris dalam konferensi pers di kantor KPAI, Jakarta, Senin (9/10/2023).

Akhir-akhir ini, kata Aris, banyak kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah. Aris merinci kasus perundungan terjadi di beberapa daerah, yakni Jakarta, Cilacap, Demak, Blora, Gresik, Lamongan, Balikpapan.

Meski begitu, menurut Aris, kasus yang terjadi di daerah lain sebenarnya lebih banyak, namun tidak terungkap.

"Kekerasan pada anak ibarat fenomena "gunung es", satu kasus nampak, yang lain masih belum terungkap, satu kasus tertangani, kasus lain masih banyak lagi yang terabaikan," tutur Aris.

Pemerintah pusat dan daerah, menurut Aris, harus melakukan langkah konkret pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan.

Aris Adi Leksono, mengungkapkan terdapat sejumlah penyebab terjadinya peningkatan kekerasan di lingkungan sekolah.

KPAI mencatat terjadi peningkatan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah.

"KPAI berpandangan beberapa penyebab tingginya angka kekerasan pada lingkungan satuan pendidikan antara lain, akibat terjadinya learning loss dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada masa pandemi Covid-19, pengaruh game online dan media sosial yang masih banyak menyajikan tayangan yang penuh kekerasan dan tidak ramah anak," ujar Aris.

Akibat hal tersebut, Aris mengatakan karakter, akhlak, serta budi pekerti anak menjadi lemah. Selain itu, dirinya mengungkapkan ada penyimpangan relasi kuasa antara pendidik dengan peserta didik.

"Sehingga seringkali bentuk kebijakan atau hukuman yang diberikan dapat mengakibatkan kekerasan pada peserta didik," tutur Aris.

Dirinya menilai ada penyalahgunaan relasi kuasa antara peserta didik sesama peserta didik.

"Merasa menjadi kakak kelas, merasa lebih kuat, sehingga mendorong melakukan kekerasan kepada yang adik kelas atau yang lebih lemah," ujar Aris.

Selain itu, Aris menilai struktur kurikulum dan metode pembelajaran masih menitikberatkan pada capaian target kognitif saja.

"Sehingga pendidikan penguatan karakter kurang mendapatkan perhatian, serta pengawasan yang lemah dari satuan pendidikan serta kontrol kebijakan dan regulasi pada sisi implementasi dari dinas pendidikan," pungkas Aris.

Penyebab lainnya, kata Aris, adalah anak dengan kontrol diri yang rendah, kehidupan keluarga yang tidak harmonis.

Lalu kebijakan sekolah dalam menciptakan rasa aman dan ramah terhadap seluruh siswa dan pengawasan disiplin positif satuan pendidikan yang masih rendah.

KPAI juga mencatat ada 2.355 laporan kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak yang masuk hingga Agustus 2023.

"Anak sebagai korban bullying/perundungan 87 kasus, anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan 27 kasus, anak korban kebijakan pendidikan 24 kasus, anak korban kekerasan fisik dan atau psikis, 236 kasus," ujar Aris.

Kasus yang paling banyak adalah, kekerasan seksual terhadap anak dengan 487 kasus. Aris mengatakan kasus ini terus mengalami peningkatan setiap bulannya.

Menurut Aris, seluruh pihak terkait harus memberikan perhatian khusus terhadap peningkatan laporan kekerasan terhadap anak ini.

"Data ini cenderung naik setiap bulannya, sehingga perlu mendapatkan perhatian bersama untuk menekan penurunan angka kekerasan anak, khususnya di lingkungan satuan pendidikan," ucap Aris.

Dirinya menyoroti kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Sedianya, menurut Aris, lingkungan pendidikan harusnya aman dari segala kekerasan.

"Lingkungan pendidikan harus aman dan nyaman untuk anak, sehingga tumbuh kembang anak dapat maksimal," pungkas Aris. Semua pihak, kata Aris, harus turun tangan mengatasi situasi darurat kekerasan pada satuan pendidikan ini.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved