Pilpres 2024

Hakim MK Arief Hidayat yang Kecam Penguasa, Ternyata Sudah 2 Kali Langgar Kode Etik

Selama menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi ternyata Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Kini kecam MK

|
Warta Kota/Henry Lopulalan
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Joko Widodo saat dilantik di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/3). Selama menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi ternyata Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Kini kecam MK 

"Dia pengusaha besar yang mempunyai modal, itu di satu tangan atau beberapa gelintir orang saja," ujarnya.

"Ini tidak pernah terjadi di zaman Soeharto. Bahkan di zamannya Pak SBY belum nampak betul seperti di zaman sekarang," imbuh Arief.

Sebagai informasi, baru-baru ini MK menjadi sorotan usai mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin (16/10/2023).

Lewat putusan itu, Mahkamah memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Padahal di pagi hari yang sama, MK menolak tiga putusan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Saat memutus perkara tersebut, tampak 4 hakim konstitusi termasuk Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Menurut Arief, adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK soal batas usia capres dan cawapres. Keganjilan ini perlu dia sampaikan karena mengusik hati nuraninya.

Salah satu keganjilannya adalah soal penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda.

Bahkan, prosesnya memakan waktu hingga 2 bulan, yaitu pada Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang ditolak MK, dan 1 bulan pada Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang juga ditolak MK.

Ia mengakui, lamanya penjadwalan sidang memang tidak melanggar hukum acara, baik yang diatur dalam UU tentang MK maupun Peraturan MK. Namun, penundaan berpotensi menunda keadilan.

"Hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukan sikap penuh integritas, independen, dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik manapun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara yang berdasar pada ideologi Pancasila," kata Arief saat membacakan dissenting opinion di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi kejahilan netizen yang mengubah nama lokasi MK menjadi Mahkamah Keluarga di Google Maps.

Kepala Subbagian Humas MK Mutia Fria mengaku sudah tahu dengan perubahan nama MK menjadi Mahkamah Keluarga di Google Maps tersebut.

Dikutip dari Kompas.com MK mengaku masih menelusuri perihal ini.

"Kami sudah mengetahui, kami sedang membahas dulu, apa akan kami sikapi nanti setelah pembahasan itu," ujar mutia.

Pada Google Maps terlihat MK yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat berubah namanya menjadi Mahkamah Keluarga.

Diketahui Google mempersilakan siapa saja merubah nama titik lokasi untuk menjadi rekomendasi.

Baca juga: Kecewa Putusan MK, Erick Laporkan Jokowi, Kaesang, Gibran dan Anwar Usman ke KPK atas Tuduhan KKN

Namun pada pukul 14.00 WIB lokasi nama MK di Google Maps sudah berubah menjadi Mahkamah Konstitusi.

Sebelumnya MK menuai kritik pedas dari masyarakat Indonesia.

Pasalnya, lembaga yudikatif tertinggi itu mengabulkan gugatan batas usia minimal Capres Cawapres.

Menjadi heboh lantaran usai pengabulan gugatan tersebut, putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming dicalonkan sebagai Cawapres.

Menambah polemik, Ketua MK Anwar Usman ialah paman dari Gibran Rakabuming yang tidak lain adik ipar Presiden Jokowi.

Anwar Usman Soal Mahkamah Keluarga

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman bantah tudingan adanya konflik kepentingan dirinya dengan keponakannya Gibran Rakabuming Raka dalam kasus gugatan batas usia capres cawapres.

Suara Anwar Usman bergetar saat menjawab isu berubahnya Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Mahkamah Keluarga usai mengabulkan gugatan batas usia capres cawapres.

Diketahui belum genap seminggu putusan MK terkait batas usia capres cawapres, Gibran Rakabuming dideklarasikan sebagai Cawapres Prabowo Subianto pada Minggu (22/10/2023).

Kemudian, hal itu menyudutkan vonis gugatan MK yang dianggap tidak profesional.

Anwar Usman pun membantah tudingan masyarakat yang menyebut MK kini berubah menjadi Mahkamah Keluarga lantaran vonis tersebut.

Bahkan, Anwar Usman bersumpah atas nama Al Quran bahwa ia masih memegang teguh profesionalitas sebagai seorang hakim.

“Saya memegang teguh sumpah saya memegang teguh amanah dalam konstitusi UUD amanah dalam agama yang ada dalam Al Quran,” jelasnya.

Baca juga: Ray Rangkuti Sebut Gibran Rakabuming Raka Sebagai Penikmat Pertama Putusan MK

Lalu, Usman pun membawa kisah Nabi Muhammad SAW yang pernah bersumpah akan memotong tangan putrinya sendiri apabila ketahuan mencuri.

Menurut Anwar Usman, teladan Nabi Muhammad SAW itu yang menjadi pegangannya selama menjadi seorang hakim sejak tahun 1985.

“Kepada seorang bangsawan Quraisy beliau katakan andaikan Fatimah mencuri aku sendiri yang akan memotong tangannya,” kata Anwar Usman menceritakan kisah nabi.

Sesaat setelah menceritakan teladannya itu, suara Anwar Usman bergetar. Ia memastikan bahwa artinya hukum harus berdiri tegak lurus tanpa boleh ada intervensi dan takluk kepada siapapun.

“Artinya bahwa hukum harus berdiri tegak berdiri lurus tanpa boleh diintervensi tanpa boleh takluk oleh siapapun dan dari manapun,” jelasnya.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Selama Jabat Ketua MK, Arief Hidayat Dua Kali Langgar Kode Etik"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved