Polusi Udara

Balita Penderita ISPA di Duren Sawit Meningkat Hingga 10 Persen Akibat Polusi Udara di Jakarta

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut kasus ISPA di Ibu Kota meningkat berdasarkan data Kemenkes.

Penulis: Rendy Rutama | Editor: Sigit Nugroho
WartaKota/Rendy Rutama Putra
Kepala Satuan Pelayanan Upaya Kesehatan Perseorangan (Kasatpel UKP) Puskesmas kecamatan Duren Sawit dr. Farhannuddin, saat ditemui Warta Kota di Puskesmas kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023). 

“Kalau pemberian asinya tidak sampai enam bulan itu pengaruh terhadap imunitas terhadap anak,” tuturnya.

Selanjutnya mengenai perhatian terhadap gizi, sebab jika faktor ini terpenuhi akan membantu daya tahan tubuh terserang dari penyakit.

Baca juga: Polusi Udara Memburuk, Dinkes DKI Siaga Atasi Pencegahan Penyakit ISPA

Terakhir ialah penggunaan masker, terkhusus usai beraktifitas di luar ruangan, mengingat saat ini polusi udara khususnya di DKI Jakarta tengah dalam kategori buruk.

“Status imunisasi juga penting terhadap anak, karena anak-anak itu harus mendapatkan imunisasi lengkap di Puskesmas, lalu status gizi, jadi terutama anak-anak yang gizinya kurang itu rentan terkena penyakit salah satunya ISPA,” ujarnya.

ISPA Menyebabkan Kematian

Jika upaya tersebut dihiarukan, memungkinkan pula penderita ISPA dapat menerima dampak terburuk, yakni kematian.

Seperti diketahui, satu faktor risiko dari ISPAadalah dari polusi udara, maka partikel-partikel udara itu akan masuk terhirup ke dalam saluran pernapasan, yang dapat kemudian mengakibatkan peradangan pada paru (Pneumonia).

Sehingga apabila seseorang mengalami gejala seperti demam, batuk, flu, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, pilek, hingga tubuh rentan letih, segera melakukan pengecekan ke Rumah Sakit (RS) atau klinik terdekat, karena itu merupakan gejala penyakit ISPA.

BERITA VIDEO: Sempat Jalani Promosi Tanpa Kontrak Kerja, Sule Sebut Kalau Dibilang Judi Online Saya Gak Akan Mau

“ISPA itu bisa menyebabkan kematian, terkhusus kepada kelompok rentan, seperti pada balita dan Lanjut Usia (Lansia), kalau bayi dan balita itu karena antibodinya belum terbentuk sempurna, sementara lansia karena sudah usia tua antibodinya sudah mulai menurun, dan itu menyebabkan kemungkinan kematian itu cukup tinggi,” jelasnya.

Sesampainya di RS atau klinik untuk melakukan pengecekan, kelak petugas akan melakukan dengan beragam upaya mendiagnosis penyakit yang diderita.

Diantaranya bisa dengan Anamesa wawancara tanya jawab dokter dengan pasien (Anamnesa), pemeriksaan fisik, rontgen, dan pengecekan laboratorium radiologi.

Berdasarkan beragam cara tersebut, petugas kerap menggunakan pengecekan intensitas tekanan pernapasan untuk mendiagnosis penyakit ISPA.

“Diukur hingga satu menit untuk mengukur frekuensi pernafasan, karena kalau untuk pada bayi pernafasannya normal 30 - 60 kali ia bernafas dalam satu menit, tapi kalau untuk anak balita itu 24 - 40 kali dalam satu menit, kalau di bawah atau di atas batas minimal itu perlu  waspada peningkatan laju pernapasan,” pungkasnya.

Akhir penjelasannya, Farhannuddin berharap masyarakat dapat memperhatikan upaya antisipasi ISPA tersebut, sehingga kehidupan dapat menjadi lebih sehat kelak.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved