Polusi Udara
Balita Penderita ISPA di Duren Sawit Meningkat Hingga 10 Persen Akibat Polusi Udara di Jakarta
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut kasus ISPA di Ibu Kota meningkat berdasarkan data Kemenkes.
Penulis: Rendy Rutama | Editor: Sigit Nugroho
WARTAKOTALIVE.COM, DUREN SAWIT - Polusi udara yang terjadi di DKI Jakarta membuat jumlah penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di kawasan kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur mengalami peningkatan hingga 10 persen.
Demikian dikatakan Kepala Satuan Pelayanan Upaya Kesehatan Perseorangan (Kasatpel UKP) Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dr Farhannuddin.
Sebelumnya, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut kasus ISPAmeningkat berdasarkan data Kemenkes.
Angka peningkatan kasus itu sebanyak 24 hingga 31 persen seiring dengan kondisi polusi yang terjadi dan musim kemarau berkepanjangan.
Direktur Jenderal P2P Kemenkes RI, Maxi Rein Rondonuwu pun menyatakan kasus ISPA di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan hingga mencapai 200.000 per bulan.
Baca juga: Dikenal Sebagai Kawasan Industri, Kasus ISPA Akibat Polusi Udara di Kabupaten Bekasi Malah Menurun
“Masuk periode Januari 2023, angka penderita ISPA relatif mulai meningkat, dan kalau diihat perbandingan terkhusus hanya bulan Juli dan Agustus, ada kenaikan hingga 10 persen untuk kasus ISPA,” kata Farhannuddin saat ditemui Warta Kota di Puskesmas Duren Sawit, Senin (18/9/2023).
Berdasarkan data yang telah direkapitulasi pihak Puskesmas kecamatan Duren Sawit, jumlah penderita ISPA di kawasannya didominasi datang dari kalangan remaja di bawah usia 18 tahun.
Sementara, jika dilakukan pendataan lebih spesifik oleh Poli Manajemen Terpadu Balita di Puskesmas kecamatan Duren Sawit, usia di bawah 18 tahun itu didominasi dari Bayi Lima Tahun (Balita).
“Tapi ternyata yang mendominasi itu di bawah usia lima tahun, kisaran 60 hingga 70 persen jumlahnya, karena kami di sini (Puskesmas kecamatan Duren Sawit) punya poli manajemen terpadu balita, jadi memang itu diagnosa terhadap penyakitnya itu cukup tinggi terhadap balita yang terkena ISPA, dibandingkan orang dewasa,” terang Farhannuddin.
Walaupun balita diketahui tidak memiliki rutinitas di luar ruangan seperti orang dewasa, ISPA bisa timbul akibat penularan.
Baca juga: Waspada Polusi Udara, Pengidap ISPA di Karawang Melonjak 80 Persen, Balita Capai 25.515 Kasus
Sebagai contoh penularan ketika orangtua baru saja kembali ke rumah usai beraktifitas bekerja di luar ruangan, kemudian langsung mencium atau memeluk anaknya tanpa mandi atau membersihkan tubuh terlebih dahulu.
“Seharusnya yang orangtuanya yang rentan terkena ISPA, karena dia (orangtua) lebih aktif beraktivitas di luar ruangan, tapi biasanya itu nular dari orangtuanya batuk dan pulang ke rumah anaknya tertular jadi batuk, nah seperti ini penyebabnya,” tutur Farhannuddin.
Upaya Menekan Meningkatnya Kasus ISPA pada Balita
Orangtua berperan penting melakukan beragam upaya antisipasi menyikapi meningkatnya kasus ISPA pada sang buang hati.
Antara lain dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif minimal durasi hingga enam bulan.
“Kalau pemberian asinya tidak sampai enam bulan itu pengaruh terhadap imunitas terhadap anak,” tuturnya.
Selanjutnya mengenai perhatian terhadap gizi, sebab jika faktor ini terpenuhi akan membantu daya tahan tubuh terserang dari penyakit.
Baca juga: Polusi Udara Memburuk, Dinkes DKI Siaga Atasi Pencegahan Penyakit ISPA
Terakhir ialah penggunaan masker, terkhusus usai beraktifitas di luar ruangan, mengingat saat ini polusi udara khususnya di DKI Jakarta tengah dalam kategori buruk.
“Status imunisasi juga penting terhadap anak, karena anak-anak itu harus mendapatkan imunisasi lengkap di Puskesmas, lalu status gizi, jadi terutama anak-anak yang gizinya kurang itu rentan terkena penyakit salah satunya ISPA,” ujarnya.
ISPA Menyebabkan Kematian
Jika upaya tersebut dihiarukan, memungkinkan pula penderita ISPA dapat menerima dampak terburuk, yakni kematian.
Seperti diketahui, satu faktor risiko dari ISPAadalah dari polusi udara, maka partikel-partikel udara itu akan masuk terhirup ke dalam saluran pernapasan, yang dapat kemudian mengakibatkan peradangan pada paru (Pneumonia).
Sehingga apabila seseorang mengalami gejala seperti demam, batuk, flu, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, pilek, hingga tubuh rentan letih, segera melakukan pengecekan ke Rumah Sakit (RS) atau klinik terdekat, karena itu merupakan gejala penyakit ISPA.
BERITA VIDEO: Sempat Jalani Promosi Tanpa Kontrak Kerja, Sule Sebut Kalau Dibilang Judi Online Saya Gak Akan Mau
“ISPA itu bisa menyebabkan kematian, terkhusus kepada kelompok rentan, seperti pada balita dan Lanjut Usia (Lansia), kalau bayi dan balita itu karena antibodinya belum terbentuk sempurna, sementara lansia karena sudah usia tua antibodinya sudah mulai menurun, dan itu menyebabkan kemungkinan kematian itu cukup tinggi,” jelasnya.
Sesampainya di RS atau klinik untuk melakukan pengecekan, kelak petugas akan melakukan dengan beragam upaya mendiagnosis penyakit yang diderita.
Diantaranya bisa dengan Anamesa wawancara tanya jawab dokter dengan pasien (Anamnesa), pemeriksaan fisik, rontgen, dan pengecekan laboratorium radiologi.
Berdasarkan beragam cara tersebut, petugas kerap menggunakan pengecekan intensitas tekanan pernapasan untuk mendiagnosis penyakit ISPA.
“Diukur hingga satu menit untuk mengukur frekuensi pernafasan, karena kalau untuk pada bayi pernafasannya normal 30 - 60 kali ia bernafas dalam satu menit, tapi kalau untuk anak balita itu 24 - 40 kali dalam satu menit, kalau di bawah atau di atas batas minimal itu perlu waspada peningkatan laju pernapasan,” pungkasnya.
Akhir penjelasannya, Farhannuddin berharap masyarakat dapat memperhatikan upaya antisipasi ISPA tersebut, sehingga kehidupan dapat menjadi lebih sehat kelak.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
polusi udara DKI Jakarta
polusi udara
DKI Jakarta
Duren Sawit Jaktim
Pj Gubernur Provinsi DKI Jakarta Heru Budi Hartono
Kemenkes
Bikin Polusi Udara, Kementerian Lingkungan Hidup Segel Dua Perusahaan di Bekasi |
![]() |
---|
Cegah Polusi Udara, Dinas LH DKI Periksa Cerobong Asap Pabrik Pelebur Besi Baja di Jaktim |
![]() |
---|
Polusi Udara Bikin Cuaca Ekstrem Tambah Runyam, Menkes Budi: Waspada Kanker Paru-paru |
![]() |
---|
Hasil Riset, 71 Persen Pengendara Motor Setuju Tilang ETLE untuk Kendaraan Tak Lulus Uji Emisi |
![]() |
---|
Dinas LH DKI Catat Terjadi Kenaikan Kendaraan Uji Emisi di Tahun 2023 Mencapai 18.843 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.