Berita Daerah

Guru Botaki Siswi Berjilbab di SMPN 1 Sukodadi Berbuntut Panjang, LBH Surabaya Desak Polisi Tegas

Kasus guru EN yang membotaki 19 siswi berjilbab di SMPN 1 Sukodadi berlanjut. LBH Surabaya menuntut ketegasan polisi.

Editor: Valentino Verry
Tribun Jatim
Mediasi yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Lamongan terhadap SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, dengan orangtua murid terkait kasus pembotakan 19 siswi berjilbab. 

WARTAKOTALIVE.COM, SURABAYA - Publik saat ini dikejutkan oleh berita seorang guru tega membotaki 19 siswi berjilbab di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur.

Persoalan itu dipicu, para siswi tersebut tak memakai dalaman kerudung atau biasa disebut ciput.

Persoalan itu sendiri sudah berakhir damai, meski menyisakan trauma bagi para siswi.

Guru EN yang membotaki siswi juga sudah kena sanksi dari Dinas Pendidikan Lamongan, berupa penonaktifan atau dilarang mengajar.

Baca juga: Bu Guru SMPN 1 Sukodadi yang Botaki 19 Siswi Kini Dilarang Mengajar, Para Siswi Masih Trauma

Ternyata, itu semua belum berakhir. Kasus ini didengar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.

Mereka mengecam aksi pembotakan tersebut, yang terjadi 23 Agustus 2023.

Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye LBH Surabaya Habibus Shalihin mengatakan, salah satu perwujudan prinsip 'The Right to Survival and Development' atau hak untuk hidup dan berkembang bagi anak adalah setiap anak dalam memperoleh hak atas pendidikan.

Termasuk ketika anak berada di dalam lingkungan satuan pendidikan agar terhindar dari tindak kekerasan fisik maupun psikis yang berpotensi dilakukan oleh elemen-elemen yang ada pada lingkungan satuan pendidikan, seperti pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lain.

Baca juga: Guru SMPN 1 Sukodadi Botaki Siswi Berjilbab, Kepsek: Pakai Alat Elektrik, Maka Ada yang Kena Banyak

Melihat aksi pembotakan terhadap para siswi di SMPN 1 Sukodadi Lamongan, menunjukkan bahwa upaya perlindungan anak dari kekerasan fisik berakibat pada kondisi psikis anak yang menjadi korban tindakan pembontakan rambut tersebut.

bagian depan yang dilakukan pihak sekolah, khususnya oleh guru berinisial EN yang melakukan aksi kekerasan tersebut.

"Seharusnya lingkungan sekolah menjadi ruang aman bagi anak untuk mendapatkan penikmatan atas hak pendidikan," ujar Habibus, dalam keterangan tertulisnya yang diterima TribunJatim.com, Rabu (30/8/2023).

Selain itu, menurut Habibus, tindakan oknum guru EN dalam kasus ini yang secara paksa melakukan aksi pembotakan rambut siswi-siswinya, sudah dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan.

Baca juga: Guru yang Botaki 19 Siswi Bejilbab Kena Sanksi, Dinas Pendidikan Lamongan Larang Mengajar

Terjadinya kasus ini justru mencoreng martabat kemanusiaan anak.

Bahkan, tindakan yang tersebut juga telah melanggar Pasal 76C UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pengertiannya, yakni 'setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak'.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved