Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Jembatan Lima Sempat Disebut Tempat Jin Buang Anak Hingga Dihuni Warga Banten
Kawasan Jembatan Lima menjadi salah satu kawasan tertua di Jakarta. Tak ayal Jembatan Lima menyimpan banyak sejarah Jakarta.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
Hal tersebut sesuai dengan catatan dalam buku sejarah kota Jakarta, yang menyebutkan nama Jembatan Lima berasal dari jumlah jembatan yang dahulu ada.
Masing-masing jembatan di Jl Hasyim Ashari, jembatan Kedung, jembatan Petuakan, jembatan Kampung Masjid, dan jembatan Kampung Sawah.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Kelurahan Cilangkap dari Warga Banyumas Hingga Pentagon Indonesia
Kelima jembatan tersebut dulunya berfungsi sebagai penghubung antar kampung di daerah Jembatan Lima.
Kawasan Jembatan Lima pun semakin ramai dihuni para pendatang mulai dari Sumatra, Jawa Barat, dan etnis China.
Kampung Jembatan Lima pada masa pemerintahan Belanda masuk kawedanan Penjaringan kelurahan Angke Duri, dan yang menjadi kepala kampung di jembatan Lima pada waktu itu adalah Bek Akhir, Bek Latip dan Bek Marzuki.
Pada masa pendudukan Jepang kampung Jembatan Lima masuk wilayah Penjaringan Son (kecamatan) dan kelurahan Angke Duri.
Pada masa pendudukan Jepang yang menjadi kepala kampung ialah bek Ramadan.
Kawasan Jembatan Lima semakin dikenal di nusantara sejak adanya pesantren di kampung Sawah Lio yang dikelola oleh Kyai Haji Moch.
Mereka datang ke Jembatan Lima hanya untuk menuntut ilmu di Pesantren K.H. Moch. Mansur.
Kecuali orang Padang dan China datang ke Jembatan Lima untuk menyambung hidupnya berjualan kopiah di pasar Jembatan Lima.
Ramainya etnis dan pendatang di Jembatan Lima membuat kampung tersebut dihuni warga yang beragam.
Penduduk kelurahan Jembatan Lima yang mayoritas berasal dari kaum pendatang, mereka memeluk berbagai macam agama.
Namun, walaupun menganut agama yang beragam tetapi mereka sangat toleransi dalam kerukunan beragama.
Sayangnya saat ini bangunan Jembatan Lima yang menjadi cikal bakal nama kawasan ini sudah tidak ada lantaran tergerus zaman dan masifnya pembangunan Ibu Kota Jakarta.
Kelima jembatan itu sudah hilang bak ditelan zaman. Kelimanya hilang begitu saja tanpa meninggalkan bekas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.