Lipsus Warta Kota
Waspada Nafsu Makan Tinggi Berat Badan Turun, Ini Salah Satu Tanda Diabetes Anak
Dokter Aditya menyampaikan, rata-rata anak penyintas diabetes ada di antara usia 6 sampai 10 tahun dan 10 sampai 14 tahun.
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Belum banyak orang tua yang tahu jika penyakit gula darah atau diabetes, tidak hanya menyerang orang dewasa tetapi juga anak-anak mulai dari usia 0 tahun.
Dalam satu kesempatan, Warta Kota berbincang dengan dr Aditya Suryansyah, spesialis endokrin pada anak, di Rumah Sakit Anak dan Bunda /RSAB Harapan Kita, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (18/7/2023).
Dokter Aditya menyampaikan, rata-rata anak penyintas diabetes ada di antara usia 6 sampai 10 tahun dan 10 sampai 14 tahun.
Tetapi puncaknya, diderita oleh anak usia 6 sampai 11 tahun.
Adapun jenis diabetes anak, 90 persennya merupakan diabetes tipe 1.
Diabetes tipe 1 tersebut terjadi akibat adanya kerusakan pada pankreas karena auto imun atau virus.
Sementara 10 persen lainnya merupakan diabetes tipe 2, yang disebabkan adanya resistensi pada insulin tubuh, sehingga tidak bisa bekerja dengan baik.
Baca juga: Anak Bungsu Irna Yuliana Sakit Diabetes, Berat Badannya Turun Drastis dari 45 Kg Jadi 24 kg
"Diabetes tipe 1 adalah diabetes karena kerusakan pada pankreas, sehingga insulin tidak terbentuk atau bergerak. Tipe 1 ini insulin tidak ada," ujar Dokter Aditya saat ditemui Warta Kota di RSAB Harapan Kita, Selasa.
"Sedangkan tipe 2 adalah insulin ada tapi resistensi, artinya tidak bisa bekerja. Tipe 2 itu rata-rata karena pola hidup, makan yang berlebihan sehingga obesitas, sehingga jenuh insulin itu tidak bisa bekerja optimal," imbuhnya.
Menurut Dokter Aditya, anak penderita diabetes memiliki gejala dan kasus yang sama dengan penyintas diabetes pada orang dewasa.
Misalnya, mereka kerap merasa haus, sering buang air kecil serta merasa lapar.
Selain itu, lanjut dia, anak juga kerap kehilangan berat badannya dalam sekejap.
Oleh karena itu, kata Dokter Aditya, jika para orang tua mendapati gejala tersebut pada anak-anaknya, segera bawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk diperiksakan gula darahnya.
"Tidak semua bisa lacak diabetes tipe 1, banyak orang salah kaprah, orang kan tidak akan menduga kalau anak banyak makan tapi kurus, banyak minum tapi banyak kencing," kata Dokter Aditya.
"Orang paling sering (berpikirnya) 'Oh sakit kemihnya atau tbc atau gizi buruk, cacingan'. Anjuran saya setiap saya menemukan anak yang aneh, berat badan turun, kemudian awal enggak ngompol jadi ngompol, kemudian anak sering harus tapi kok sering pipis, pikirkan periksa gula darah," lanjutnya.
Kendati begitu, Dokter Aditya menjelaskan bahwa pemeriksaan gula darah tidaklah bisa sekonyong-konyong.
Ada kriteria sehingga anak bisa didiagnosis terkena penyakit diabetes.
Adapun caranya, dengan menerapkan delapan jam puasa dan memeriksa gula darah setelah dua jam anak mendapatkan asupan makanan.
"Kalau ada (kadar gulanya) 126 itu diabet, tapi kalau gula darah biasa dengan ada gejala-gejala tadi (makan banyak, kurus, sering buang air kecil), itu gula darah yang random itu di atas 200, itu disebutkan diabetes," jelasnya.
Menurutnya, hal yang perlu diwaspadai dari diabetes tipe 1 pada anak adalah apabila tidak segera ditangani.
Kondisi itu dikhawatirkan dapat menyebabkan Ketoasidosis diabetikum atau komplikasi diabetes serius saat tubuh memproduksi asam darah (keton) berlebihan.
Baca juga: Diabetes Pada Anak Kebanyakan Tipe 2 karena Disebabkan Gaya Hidup Tak Sehat dan Obesitas
"Yang orang tiba-tiba tidak sadar di IGD. Kan kalau diabetes itu ada dua diagnosis awalnya, bisa jadi gejala awal diketahui tetapi orangtua care (peduli) jadi diambil sampel darah, tetapi kadang sudah asidosis (komplikasi, hilang kesadaran), itu yang berbahaya," jelasnya.
Lebih lanjut, Dokter Aditya membuat sebuah analogi beprikir mengapa seorang anak dengan gejala seperti itu harus diwaspadai terkena diabetes.
Menurut dia, saat tubuh seorang anak yang pankreasnya mengalami gangguan tidak segera mendapatkan penanganan, otomatis tubuhnya membutuhkan kalori dan gula.
Hal itu dikarenakan insulin yang diproduksi dalam tubuhnya tidak bekerja dengan baik.
"Insulin kan kerjanya untuk mengikat gula masuk ke sel tubuh, kalau tidak ada insulin tidak bisa gula itu masuk ke sel tubuh," kata Dokter Aditya.
"Kalau dia insulin tidak ada, gula tetap beredar, makanya jadi lapar. Logikanya seperti itu," imbuh dia.
Kemudian, lanjutnya, dari banyaknya makanan yang dikonsumsi itu otomatis membuat kadar gula dalam tubuh meningkat.
Peningkatan gula tesebut lah yang membuat seseorang jadi lebih banyak buang air kecil.
Sementara banyak buang air kecil dapat membuat cairan dalam tubuh terserap dan menjadi haus.
"Lama-lama glikogen tubuh, otot tubuh pecah karena itu untuk menghidupi tubuh, (akibatnya) berat badan turun," ujar dia.
"Lama-lama glikogen pecah, kan jenuh juga tubuh. Akhirnya lemak pecah, lemak pecah itu menghasilkan keton. Kalau orang diabetes ketonnya banyak keluar otomatis asam, dengan asam tubunya gimana? Keracunan. Itu disebut Ketoasidosis diabetikum (tiba-tiba tidak sadar)," lanjutnya.
Kendati begitu, Dokter Aditya mengatakan jika penanganan diabetes pada anak haruslah dibedakan dengan orang dewasa.
Pasalnya, anak-anak masih membutuhkan asupan makanan yang diperlukan untuk tumbuh kembangnya.
Mereka diperbolehkan makan makanan kesukaannya, namun harus dipantau konsumsi gulanya bukan dibatasi makanannya.
"Orang dewasa bilang batasi makan, salah. Anak-anak itu harus tumbuh kembang, jadi terapi diabetes pada anak beda sama dewasa," kata Dokter Aditya.
Adapun cara yang bisa dilakukan para orang tua kala memberikan terapi pada anak penyintas diabetes, pertama dengan mengontrol metabolismenya.
Hal itu dapat dilakukan dengan cara pemberian insulin yang benar dan tepat waktu.
"Karena kan insulin harus impor, makan teratur, jadi kapan saya makan, kapan saya suntik diberikan insulin, dan kontrol terus periksa gula darah setiap sebelum makan," jelasnya.
"Lalu malam hari juga harus periksa juga, apakah gula darahnya tinggi atau tidak, sehingga jangan sampai tidur dengan hipoglikemi atau hiperglikemi pada malam hari," imbuhnya.
Menurutnya, pemberian insulin pada anak bisa dilakukan sebanyak empat kali sehari
Tiga pada pagi, siang, dan sore sebelum anak makan, sementara insulin pada malam hari diberikan agar tubuh sang anak tidak dalam kondisi kosong.
"Kedua adalah tidak adanya komplikasi. Kita kadang-kadang pengen nyuntik yang berlebihan, (bisa) hipoglikemi," kata Dokter Aditya.
"Tapi kalau suntiknya kurang, (bisa) hiperglikemi. Jadi dipantau efek sampingnya hipoglikemi kalau berlebihan (suntik insulin), kalau tidak teratur hiperglikemi gula darah kurang," lanjutnya.
Ketiga, perlu adanya konsultasi psikologi untuk anak agar bisa mengerti perasaannya dan anak enjoy menjalani serangkaian proses penyembuhan.
"Kan anak beda-beda, enak aja kita bilang 'suntik ya suntik', tapi bagaimana perasannya? di sekolah bagaimana itu yang harus dipikirkan juga," ungkap Aditya.
Terakhir, Dokter Aditya menyarankan agar para orang tua berani mengajarkan anak untuk menyuntikkan insulin ke tubuhnya sendiri.
"Kalau anak-anak masih kecil, masih 2-3 tahun ya suntik, kalau 7-8 tahun dilatih suntik sendiri, itu caranya tetapi ya tidak semudah yang dibayangkan," jelasnya.
Kendati begitu, Dokter Aditya bersyukur dan berterima kasih lantaran penanganan diabetes pada anak seluruhnya dibantu oleh BPJS.
Selain itu, ada pula organisasi non pemerintah yang ikut membantu melengkapi kebutuhan anak penyintas diabetes, yakni Changing Diabetes in Childern (CDiC). (m40)
Baca Wartakotalive.com berita lainnya di Google News
| Pedagang Bunga Rawa Belong Sejak 1997, Pilih Bertahan Meski Harga Anjlok |
|
|---|
| Dulu Jadi Surga Tekstil, Kini Pasar Anggada Bogor Sepi dari Pembeli |
|
|---|
| Disdik DKI Keluarkan Aturan Study Tour Hanya Boleh untuk Belajar dan Lokasi di Jakarta |
|
|---|
| SMAN 14 Jakarta Tegas Tak Pernah Adakan Study Tour untuk ke Luar Kota Sejak Lama |
|
|---|
| Sudah Diklaim Terdaftar di BPOM, Tetap Harus Waspada dengan Produk Kecantikan Berbahaya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/dr-Aditya-Suryansyah1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.