Pemilu 2024
Singgung Potensi Kekacauan, Ini 5 Prediksi Denny Indrayana soal Keputusan MK terkait Sistem Pemilu
Denny Indrayana menilai sistem pemilu berubah menjadi proporsional tertutup akan menimbulkan kekacauan, bahkan ditakutkan berujung penundaan pemilu
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Feryanto Hadi
Laporan wartawan wartakotalive.com, Yolanda Putri Dewanti
WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar sidang pengucapan putusan gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Pemilu pada Kamis (15/6/2023).
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana memprediksi arah putusan MK terkait sistem pemlu legislatif.
"Saya sendiri berpendapat, putusan MK seharusnya menolak menentukan sistem pemilu legislatif mana yang konstitusional, dan mestinya diterapkan.
Soal sistem pileg adalah open legal policy, dan karenanya merupakan kewenangan pembentuk UU (Presiden, DPR, dan DPD) untuk menentukannya melalui proses legislasi di parlemen, bukan kewenangan peradilan konstitusi melalui proses ajudikasi," tulis Denny Indrayana dalam keterangannya yang diterima Wartakotalive.com, Selasa (13/6/2023).
Dirinya menilai sistem pemilu berubah menjadi proporsional tertutup akan menimbulkan kekacauan, bahkan ditakutkan berujung penundaan pemilu.
Baca juga: Jika Ingin Menang, PPP Ingin Cawapres Ganjar Pranowo Beragama Islam dan Berasal dari Luar Jawa
Lantaran persiapan pemilu dengan sistem yang ada saat ini sudah berjalan.
"Karena itulah saya mendorong MK tidak mengubah sistem pemilu menjadi tertutup. Agar MK tidak tergoda mengambil kewenangan lembaga legislatif, dan mendorong kita ke jalan buntu konstitusi, yang berpotensi menyebabkan pemilu jadi tertunda," tambahnya.
Adapun lima prediksi Denny Indrayana soal arah putusan MK terkait sistem pemilu:
1. Tidak dapat diterima, karena para pemohon tidak punya legal standing. Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan.
2. Menolak seluruhnya, karena permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan. Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan.
Baca juga: Mengaku Punya Kecocokan dan Nasib yang Sama, Denny Indrayana Mendukung Anies Baswedan Jadi Presiden
3. Mengabulkan seluruhnya, artinya sistem pileg berubah menjadi proporsional tertutup, tinggal apakah akan langsung diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya. Kalau MK, mencari jalan kompromi antara berbagai kepentingan politik, maka putusannya akan mengabulkan seluruh permohonan, yang artinya mengganti sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, namun diberlakukan untuk pemilu selanjutnya, tidak langsung berlaku di 2024.
4. Mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) antara penerapan proporsional tertutup yang memperhatikan nomor urut, sambil tetap memperhitungkan suara terbanyak (terbuka), yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
5. Mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) berdasarkan levelnya, misalnya proporsional tertutup untuk DPR RI, dan terbuka untuk tingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, atau sebaliknya, yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
Sangat Berbahaya Jika Sistem Pemilu Diputuskan oleh MK
Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyampaikan, bahwa akan sangat berbahaya ketika sistem Pemilu diputuskan oleh pihak Mahkamah Konstitusi (MK).
Peneliti dan perwakilan dari Perludem Kahfi Adlan Hafiz menjelaskan, jika pilihan sistem Pemilu diputuskan oleh MK, maka akan menutup peluang diskusi untuk mengevaluasi sistem Pemilu yang sudah diterapkan di Indonesia.
"Misalnya ada satu sistem Pemilu yang dianggap konstitusional. Ini bisa ditafsirkan juga bahwa sistem-sistem Pemilu lainnya tidak konstitusional," kata Kahfi, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).
"Akhirnya tidak memiliki peluang untuk dibahas juga di dalam diskursus-diskursus sistem Pemilu yang ada di Indonesia. Padahal kita sendiri sebetulnya kan ingin agar tentu kita mendukung bahwa harus ada evaluasi sistem Pemilu yang sudah kita terapkan," lanjutnya.
Baca juga: Jokowi Bilang "Ndak Tahu Apa-apa" saat Ditanya AHY soal Manuver Moeldoko Ingin Rebut Demokrat
Selain itu, Kahfi menegaskan, sistem Pemilu yang sudah diterapkan tetap perlu dievaluasi, untuk pembenahan dan perbaikan sistem itu sendiri.
"Yang ingin kita dorong adalah bahwa evaluasi pembenahan, perbaikan, dam diskusi-diskusi soal sistem Pemilu yang sudah kita terapkan ini, ini pembahasannya di forum legislasi, pembahasannya antara para pembentuk undang undang," tutur Kahfi.
"Karena kita tidak melihat isu konstitusionalitas di sini, di pilihan sisten Pemilu. Karena di dalam UUD 1945 misalnya tidak di-mention sistem Pemilu mana yang harus kita pilih untuk memilih anggota DPR maupun DPRD kita," lanjutnya.
Lanjut, menurut Kahfi, tidak ada yang tahu apakah di masa depan nanti sistem Pemilu di Indonesia akan mengalami perubahan lagi atau tidak.
"Kita kan tidak tahu di masa depan nanti perubahan, mungkin yang sekarang yang lebih relevan adalah sistem proporsional, tapi di masa depan nanti bisa jadi yang lebih relevan mungkin adalah sistem mayoritas, misalnya,"pungkasnya.
Baca juga: Pernyataan Anies Baswedan yang Merespon Presiden Jokowi Cawe-cawe Dinilai Membuat Publik Jadi Resah
Merusak Hak Demokrasi
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Ongku Parmonangan Hasibuan mengungkapkan jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, maka hal itu akan merusak hak demokrasi dan merupakan satu kemunduran yang jauh ke belakang.
Menurut Ongku Parmonangan, dalam sistem proposional tertutup rakyat di paksa membeli kucing dalam karung. Dia tidak tahu siapa orang yang mewakili suaranya.
“Coba bayangkan, rakyat itu dipaksa membeli kucing dalam karung. Dia tidak tahu siapa yang mewakili di parlemen ini. Karena yang menentukan orangnya adalah partainya. Inikan tidak benar dan sudah melanggar hak demokrasi itu sendiri,” kata Ongku Parmonangan, Selasa (30/5/2023).
Pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menduga, munculnya wacana tertutup lantaran ada keresahan dari sejumlah aktivis partai yang tidak punya waktu dan tidak percaya diri turun ke Dapil.
“Sehingga mereka tidak dikenal secara luas di Dapil dan tidak punya attachment (ikatan emosional) di Dapil,” tambahnya.
Karena tidak punya attachment menurut Ongku, para aktivis partai ini punya kekhawatiran suara di akar rumput walhasil akan dikuasai oleh orang daerah.
Baca juga: Pemilu 2024, Masyarakat Tolak Sistem Proporsional Tertutup Pilih Proporsional Terbuka, Kata Pengamat
Jika hal itu yang menjadi masalah, menurut politisi dari Partai Demokrat ini, solusinya bukanlah proporsional tertutup.
“Jika demikian halnya, apakah solusinya harus tertutup, tidak juga menurut saya,”ujarnya.
Ongku menjelaskan, menyangkut adanya kekwatiran aktivis partai yang merasa tidak punya elektabilitas di akar rumput, solusi yang tepat menurutnya adalah sistem rekruitmen partainya harus diperbaiki.
Baca juga: Pemilu Pakai Sistem Proporsional Terbuka Atau Tertutup, PDIP Siap Apapun Putusan MK
“Karena lazimnya, partai itu mencari elektabilitas, berarti partai harus memilih orang-orang yang elektabilitasnya tinggi di daerah, jangan cuma merekrut orang yang terkenal di Jakarta,” tegasnya.
Bila perlu katanya, partai bisa membuat persyaratan, untuk menjadi soerang caleg, diharuskan menjadi anggota partai selama lima tahun.
“Dengan begitu, partai tidak perlu khawatir muncul politisi dadakan,” tandasnya.
Baca juga: Demokrat dan Nasdem Sepakat Jadi Garda Terdepan Tolak Wacana Pemilu Sistem Proporsional Tertutup
Ongku sendiri jelas dan tegas menolak sistem proporsional tertutup. Dia berharap agar Mahkamah Konstirtusi bener-bener membuat keputusan yang objektif dan tidak mengakomodir kepentingan sekelompok partai saja.
“Saya menolak tegas sistem tertutup. Janganlah rumah demokrasi yang sudah mengalami kemajuan ini dirusak atau dirombak lagi, lalu malah mundur ke belakang,” tutupnya.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Sekretaris KPU Jakarta Dirja Abdul Kadir Ungkap Pekerjaan KPUD Jakarta Belum Selesai |
![]() |
---|
Sempat Khawatir pada Kerawanan, KPU Jakarta Apresiasi Kinerja Polri Amankan Pelaksanaan Pilkada 2024 |
![]() |
---|
DKPP Prihatin Masih Banyak Penyelenggara Pemilu Tidak Netral di Pemilu 2024 |
![]() |
---|
Bawaslu Kabupaten Bekasi Rilis Laporan Akhir Pengawasan Pemilu 2024, Ini Hasilnya |
![]() |
---|
Gugatan Kader PKB Calon Anggota DPR Terpilih yang Dipecat Cak Imin Dikabulkan Bawaslu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.