Lipsus Warta Kota

ICW: Rektor Unila Terlibat Korupsi Pendidikan Itu Bukan Masalah EKonomi, Tapi Rakus!

Peneliti ICW mengatakan, yang melatarbelakangi adanya praktik suap atau korupsi pendidikan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan korupsi lainnya.

Tribunnews.com
Rektor Unila Karomani digirang petugas KPK dengan rompi oranye, yang menandakan telah menjadi tersangka. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pada Agustus 2022 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan Rektor Universitas Lampung ( OTT Unila) Prof Karomani.

Dalam OTT itu menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp 414,5 juta, slip setoran deposito bank sejumlah senilai Rp 800 juta, kotak deposit berisi emas senilai Rp 1,4 miliar, dan tabungan senilai Rp 1,8 miliar.

Melihat kasus tersebut dan juga beberapa kasus korupsi pendidikan lainnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Nisa Zonzoa, mengatakan, yang melatarbelakangi adanya praktik suap atau korupsi pendidikan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan korupsi lainnya.

Adapun orang yang melakukan korupsi itu dilatarbelakangi dua hal, yakni melakukan tindak pidana korupsi karena kebutuhan ekonomi dan tindakan korupsi karena manusianya yang rakus.

Baca juga: Kunjungi Lampung, Zulkifli Hasan Kabur saat Ditanya soal Titip Keponakan Masuk Kedokteran Unila

Dalam konteks praktik korupsi dilakukan seorang rektor, tentu bukan lagi karena kebutuhan secara ekonomi.

Seorang pejabat publik atau rektor secara finansial sudah cukup dan masih melakukan korupsi itu didasari sifat rakus.

"Coba kita lihat, berapa gaji rektor itu, mungkin kalau gaji pokok ya kecil, tapi kan yang diterima rektor tiap bulannya nggak cuma gaji pokok saja, ada tunjangan dan lain sebagainya," ujarnya.

Disebutkkan, gaji rektor itu besar bisa di atas Rp 20 juta.

Ketika si rektor itu masih mau korupsi, ini berarti karena faktor kerakusan.

"Kalau mereka nggak rakus, ya ngapain? Coba saja kita lihat kasus yang di Unila, pelakunya kan narik uang dari calon mahasiswa, nah kalau kita lihat itu, balik lagi itu karena kerakusan orang," ujar Nisa kepada Warta Kota, baru-baru ini.

Baca juga: Nama Zulkifli Hasan Hingga Politisi PDI Perjuangan Terseret Kasus Suap Unila, Ini Tanggapan KPK

Nisa menyebutkan, kasus korupsi pendidikan di Indonesia masuk dalam top lima paling terbanyak yang ditindak oleh aparat penegak hukum.

"Jika dia masuk top lima yang ditindak oleh aparat penegak hukum berarti nilai korupsinya banyak," ucapnya.

Berdasarkan data ICW yang dihimpun dari 2006 sampai 2021, nilai kerugian negara akibat korupsi di sektor pendidikan mencapai Rp 2.900 triliun dengan jumlah kasus korupsi yang sudah ditindak oleh aparat penegak hukum sebanyak 665 kasus.

"Kalau dispesifikan lagi, untuk kasus korupsi di perguruan tinggi sejak 2006-2022 itu ada 22 kampus yang terlibat," ucap Nisa.

Sementara, Direktur Penyidikan sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu, membeberkan modus operandi dalam perkara suap Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) di PTN.

Baca juga: Korupsi Penerimaan Mahasiswa Baru, Rektor Unila Dapat Untung Lebih dari Rp4,4 Miliar

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved