Berita Hukum
Eks Pejabat Kemendag Tahan Banure Divonis Bebas di Kasus Suap Impor Baja, Sultoni: Di Luar Logika
Tahan Banurea sebelumnya menjabat sebagai Kepala Seksi Aneka Barang Industri pada Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kemendag
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membebaskan terdakwa Tahan Banurea terkait perkara dugaan korupsi Impor Besi Baja, Baja Paduan dan Turunannya, pada Senin (27/3) lalu.
Tahan Banurea sebelumnya menjabat sebagai Kepala Seksi Aneka Barang Industri pada Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan RI 2018-2020.
Sementara itu, tiga terdakwa lain dari pihak swasta mendapatkan vonis penjara.
Pada pembacaan pertimbangan majelis hakim secara bergantian oleh Sri Hartati SH MH, Eko Haryanto SH MH dan Mulyono Dwi Purwanto tersebut, Tahan Banure dinilai tidak terbukti bersalah melanggar seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejari Jakarta Pusat.
Baca juga: Kapolri Lantik Perwira Tinggi, Fadil Imran Belum Naik Pangkat meski Diangkat Jadi Kabaharkam
Hakim Ketua Sri Hartati dalam amar putusan menyatakan, membebaskan terdakwa Tahan Banurea SE dari dakwaan Pertama primer maupun subsider, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga Penuntut Umum.
Merespon bebasnya Tahan Banurea, Ketua Umum Pengurus Besar Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PB KAMI) Sultoni mengaku menghormati keputusan majelis hakim.
"Majelis sudah membuat putusan sesuai keadilan, maka mari kita hormati putusannya," ungkap Sultoni melalui keterangan tertulisnya, Jumat (31/3/2023)
Meski demikian, Sultoni menekankan harus ada pihak yang bertanggung jawab di Kementrian Perdagangan
Sultoni mengaku janggal apabila hanya pihak swasta saja yang dijadikan tersangka.
Baca juga: Piala Dunia U20 Batal-Indonesia Rugi Rp3,7T, Sandiaga Uno Cari Solusi Tekan Kerugian Pelaku Parekraf
"Surat keterangan ditandatangani Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Impor besi dan baja, VA. Dia menerbitkan dan menandatangani surat keterangan untuk enam perusahaan importir baja yang kuota impornya sudah habis," ungkapnya.
Menurut Sultoni, karena surat keterangan itulah, keenam perusahaan itu bebas mengimpor baja yang efeknya tidak hanya merugikan negara tetapi juga merusak tata niaga besi dan baja.
"Kami hormati putusan majelis hakim dan harus kita patuhi. Tetapi ini kan janggal, kalau ASN nya tidak ada yang terdakwa dan terjerat, masa pihak swasta saja yang divonis bersalah?" Sultoni mempertanyakan
"Apa pihak swasta bekerja sendiri? itu di luar logika menurut saya. Pihak swasta tidak bisa bekerja sendiri tanpa ada izin dari pihak kemendag. Sudah jelas siapa yang memberi izin, tapi keadaannya lain. Orang itu masih bisa berkeliaran diluar tanpa tersentuh hukum. Saya akan terus berjuang hingga sampai ada tersangka dari pihak yang memberi izin tersebut," ungkap sultoni
PB KAMI meminta Kejagung harus berani dan tidak terkesan melindungi para tersangka dengan melakukan proses hukum.
"Buktikan penanganan kasus impor baja tajam ke atas humanis ke bawah. Jangan hanya staf saja yang dikorbankan," ungkapnya.
Baca juga: Terdakwa Korupsi Impor Baja di Kemendag Budi Hartono Divonis 12 Tahun Penjara, Ini Kata Kuasa Hukum
Sultoni menegaskan Kejagung yang terkhusus jampidsus harus serius dan juga harus adil tangani kasus impor baja serta tidak diskriminasi.
Dia juga meminta kepada Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan untuk bisa melakukan tindakan guna membuka seterang-terangnya kasus tersebut.
"Lebih elok Pak Zulhas sebagai menteri perdagangan dan atasan langsung harus tegas dan membebaskan Veri anggrijono dari jabatannya. Langkah itu demi kebaikan kinerja kemendag agar tidak terganggu," tutupnya
Tanggapan kuasa hukum Hartono
Diberitakan sebelumnya, Tim kuasa hukum terdakwa kasus korupsi impor besi atau baja dan turunannya Budi Hartono Linardi, yakni Astono Gultom menyayangkan keputusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara karena terbukti melangar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999.
"Penerapan sangkaan pidana korupsi yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 adalah keliru dan tidak tepat," ujar Astono Gultom kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Menurutnya penerapan pasal dimaksud hanyalah sebagai jembatan untuk menjerat enam perusahaan importir besi beserta turunannya, yang berkas perkaranya secara korporasi telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Berdasarkan fakta-fakta di persidangan, bahwa kerugian keuangan negara itu tidak terbukti. Bahkan di dalam putusan, hakim di dalam memberikan pertimbangan terkait kerugian keuangan negara hanya berdasarkan adanya hasil audit perhitungan dari BPK," kata Astono.
"Hakim tidak menjelaskan di bagian apanya atau perbuatan apa yang menyebabkan timbulnya kerugian keuangan negara. Faktanya di dalam persidangan, kewajiban 6 importir ini sudah dibayar lunas pada saat barang dikeluarkan dari kepabeanan keluar ke gudang dari para importir ini," tegasnya.
Gultom menjelaskan kliennya telah memberikan bukti seluruh pembayaran atas 6 importir tersebut senilai Rp540 miliar yang dibayarkan kepada kas negara.
Baca juga: Modus Dugaan Korupsi Berjamaah di Bea Cukai Kualanamu, Pegawai Biasa sampai Pejabatnya Terseret
Anehnya, kata dia majelis dalam pertimbangan hukumnya terkait kerugian keuangan negara tidak membuat atau tidak menjadikan bukti tersebut menjadi pertimbangan.
Dimana bukti yang diberikan berupa bukti pembayaran kepada negara juga telah dikonfirmasi kepada bea dan cukai bahwa seluruh hak-hak negara telah dibayar seluruhnya sebelum barang tersebut dikeluarkan.
"Nah di dalam persidangan juga, ada 3 terdakwa dalam perkara ini, satu Tahan Banurea yang merupakan ASN Kemendag, yang kedua adalah dari swasta yaitu klien kami Budi Hartono Linadri dan Taufik. Namun di dalam putusannya, majelis hakim membebaskan terdakwa Tahan Banurea karena dianggap tidak memiliki peran, tidak memiliki kewenangan di dalam perkara," ujarnya.
Baca juga: Meski Soeharto Korupsi, Mahfud MD Sebut Era Orde Baru Lebih Baik: Korupsi Lebih Parah Sekarang
Menurutnya, adalah suatu kejanggalan hukum jika kliennya sebagai swasta dinyatakan turut serta melakukan tindak pidana korupsi dengan ASN, namun pihak ASN-nya yakni Tahan Banurea, justru divonis bebas.
"ASN atau pejabat yang mana, yang lucu adalah dalam pertimbangannya klien kami dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum di dalam pengurusan surat penjelasan sebagai pengecualian izin impor adalah dengan Wira Chandra. Sementara Wira Chandra sendiri sudah lama meninggal, tidak dapat lagi dimintai konfirmasi," ujarnya.
Gultom juga mempertanyakan apakah benar dia (almarhum Wira Chandra) yang mengurus dan di dalam pengurusan surat penjelasan (izin impor) itu apakah memperoleh sesuatu atau tidak?
Berdasarkan Asumsi
Menurut Gultom di dalam mengambil pertimbangan hukum atas terdakwa Budi Hartono Linardi dan Taufik yang dinyatakan bersalah, hakim mengambil pertimbangan bukan berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan.
Tetapi, kata dia, hanya berdasarkan asumsi yang dibangun oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagaimana dalam surat dakwaannya, maupun di dalam surat tuntutannya.
"Yang nyata-nyata di dalam persidangan fakta-fakta itu tidak pernah terungkap, seperti apa peran dari Wira Chandra tidak pernah terungkap di persidangan apa jabatannya, bekerja di direktorat mana dia," ujarnya.
Baca juga: Partai Politik Diminta untuk Tidak Calonkan Mantan Napi Korupsi di Pileg dan Pilkada 2024, Kenapa?
Menurutnya karena saksi-saksi, fakta-fakta dan bukti-bukti terhadap terdakwa Tahan Banurea sama dengan terdakwa Budi Hartono Linardi dan Taufik maka harusnya, pertimbangan hukum yang demikian juga harus menjadi pertimbangan di dalam perkara Budi Hartono Linardi dan Taufik.
Bahwa, katanya tidak pernah jaksa penuntut umum membuktikan bahwa di dalam pengeluaran surat penjelasan sebagai pengecualian ijin impor siapa sebenarnya bertanggung jawab, apa perbuatan yang dilakukan orang yang bertanggung jawab tersebut.
"Dengan tidak dapat dibuktikan dengan perbuatan ASN yang melawan hukum tersebut, maka harus secara otomatis perkara Budi Hartono Linardi dan Taufik, fakta itu harusnya menjadi pertimbangan untuk membebaskan klien kami dari surat dakwaan jaksa penuntut umum," ujarnya.
Siapa yang Bertanggungjawab
Sementara itu kuasa hukum lainnya rekan Gultom, Yonatan Christofer menyatakan dengan putusnya perkara tersebut ada satu kebenaran yang didapatkan bahwa dibebaskannya Tahan Banurea.
"Tidak terlibat. Artinya ini dipertanyakan jika Tahan dibebaskan, lalu siapa yang bertanggungjawab dari Kemendag? Karena tidak mungkin UU Tipikor diterapkan tanpa adanya keterlibatan ASN atau pejabat Kemendag. Dalam dikaitkan dan diarahkan kepada Chandra, padahal Chandra sendiri sudah meninggal 2019," ujarnya.
Baca juga: Laporannya Soal Dugaan Korupsi di Kabupaten Mimika-Biak Numfor Tak Digubris, Warga Papua Ngadu KPK
Dia menyatakan pembuktian yang digunakan dalam persidangan patut dipertanyakan, versinya siapa yang dipakai.
"Karena tidak ada yang menjelaskan baik transkrip maupun aliran dana ke Chandra tidak ada pembuktian di persidangan," ujarnya.
Seperti diketahui sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis bebas terdakwa Tahan Banurea dalam perkara korupsi impor besi atau baja paduan dan produk turunannya tahun 2016 sampai dengan 2021.
Akan tetapi untuk terdakwa Budi Hartono Linardi dan Taufik dihukum masing-masing selama 12 tahun dan 10 tahun penjara ditambah denda satu miliar rupiah subsidair enam bulan kurungan.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Penanganan Prosedur Hukum Dinilai Janggal, PT WKM Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel |
![]() |
---|
Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi di PT Taspen, JPU Panggil 11 Saksi |
![]() |
---|
Banjir Kritik soal Tidak Adanya Mens Rea di Kasus Tom Lembong, Kejagung: Sudah Diputus Hakim |
![]() |
---|
Evelin Hutagalung Tak Ditahan di Kasus Dugaan Suap Polisi, IPW: Padahal AKBP Bintoro Sudah Dipecat |
![]() |
---|
Masih di New York, Kasmayuni Pastikan Tetap Kooperatif Hadapi Proses Hukum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.