Electronic Road Pricing
DPRD DKI Bakal Dilema Sahkan Raperda ERP, Bisa Berpengaruh Konstituen Pemilu 2024
DPRD DKI Jakarta bakal dilema untuk mengesahkan rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE).
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - DPRD DKI Jakarta bakal dilema untuk mengesahkan rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE).
Pengesahan ini bisa memudarkan kepercayaan masyarakat kepada mereka yang akan kembali maju sebagai wakil rakyat, karena warga harus mengeluarkan duit untuk melintasi jalan di Ibu Kota.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan pada Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, secara politis dia meragukan anggota dewan akan meloloskan Raperda P2SE soal jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing tersebut.
Kata dia, konstituen yang menolak ERP kemungkinan besar tidak akan memilihnya kembali.
“Sementara jika tidak dijadikan Perda, Jakarta akan tambah semakin macet maka warga nanti akan menyalahkan DPRD bukan Gubernur,” ujar Djoko berdasarkan keterangannya pada Rabu (18/1/2023) pagi.
Baca juga: Penerapan ERP di Jakarta Diyakini Bentuk Pemaksaan Pemerintah untuk Kurangi Kemacetan
Menurut dia, penerapan ERP lebih tepat ketika Pemprov DKI Jakarta dipimpin oleh Pj Gubernur Heru Budi Hartono yang tidak memiliki beban politik.
Heru awalnya mengemban amanah Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) RI, kemudian ditunjuk Presiden RI Joko Widodo untuk merangkap jabatan sebagai Pj Gubernur DKI.
TONTON JUGA
“ERP adalah kebijakan yang sangat tidak populer, mungkin hanya yang peduli terhadap transportasi dan lingkungan saja yang setuju, selebihnya akan menolak sehingga hanya Gubernur yang tidak peduli pada popularitas saja yang berani melaksanakannya, atau kalau nanti ada undang-undang yang mewajibkan Gubernur untuk melaksanakan itu,” jelasnya.
Sementara untuk besaran tarif ERP, kata dia, sebaiknya DKI Jakarta juga mematangkan kajiannya.
Di sisi lain, Djoko juga mengingatkan Dishub DKI Jakarta untuk mengendalikan kemacetan lebih efektif, seperti penerapan tarif parkir yang progresif di pusat kota, serta pajak kendaraan progresif.
“Tarif ERP yang dikenakan bisa ditinggikan lagi, tarif Rp 5.000 - Rp 20.000 masih terlalu rendah (batas tertinggi bisa mencapai Rp 75.000). Tujuannya, agar ada efek jera menggunakan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan umum,” kata Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata tersebut.
Baca juga: Komisi B DPRD DKI Jakarta Usul Bentuk Perseroan Baru Terkait Rencana Penerapan ERP
Djoko mengungkapkan, ERP merupakan suatu sistem yang dikembangkan untuk pembatasan kendaraan pribadi yang merupakan turunan dari manajemen permintaan perjalanan.
ERP atau dikenal sebagai congestion charging adalah suatu metode pengendalian lalu lintas, yang bertujuan untuk mengurangi permintaan penggunaan jalan sampai kepada suatu titik di mana permintaan penggunaan jalan tidak lagi melampui kapasitas jalan.
Manajemen permintaan perjalanan dalam mengelola transportasi perkotaan ada kebijakan push and pull strategy.
Wacana Penerapan ERP tak Jelas, Syafrin Liputo: Pengemudi Ojol Tidak Setuju! |
![]() |
---|
Pemprov DKI Jakarta Harus Belajar dari New York dan Hongkong yang Gagal Terapkan ERP |
![]() |
---|
Komisi B Tegaskan Pemprov DKI Tak Boleh Uji Coba ERP Sebelum Raperda Disahkan |
![]() |
---|
Dinilai Kontradiktif, Komisi B DPRD DKI Jakarta Bakal Panggil Dishub Terkait Rencana ERP |
![]() |
---|
Pemprov DKI Jakarta Batal Tarik Raperda Electronic Road Pricing |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.