Polisi Tembak Polisi

Arif Rachman Berharap Bisa Kembali Jadi Polisi

Arif Rachman Arifin mengaku sangat berharap dirinya bisa kembali menjadi seorang personel kepolisian dan banding atas PTDH nya dikabulkan Komisi Etik

Akun YouTube Kompas TV
Arif Rachman Arifin menceritakan kemarahan Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan saat Timsus Polri lakukan olah TKP kematian Brigadir J di Duren Tiga 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Eks Wakaden B Biro Paminal Divpropam Polri Arif Rachman Arifin mengaku sangat berharap dirinya bisa kembali menjadi seorang personel kepolisian.

Meski sudah di pecat atau di Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam sidang kode etik, Arif Rachman Arifin sudah mengajukan proses banding. Ia berharap bandingnya diterima Komisi Etik Polri agar ia bisa kembali menjadi personel kepolisian.

Hal itu dikatakan Arif Rachman Arifin saat diperiksa menjadi terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J di PN Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023).

Awalnya penasihat hukum menanyakan kepada Arif Rachman Arifin, apakah dirinya sudah dipecat dari kepolisian atau tidak.

"Anda di PTDH?" tanya penasihat hukum.

"Ya, sedang proses banding," jawab Arif.

Baca juga: Arif Rachman Arifin Terdiam saat Dimarahi Ferdy Sambo Usai Lihat Rekaman CCTV Brigadir J

"Apa Anda masih ada harapan, keinginan untuk kembali?" tanya penasihat hukum lagi.

"Masih ada harapan," jawab Arif.

"Perbaikan apa yang akan Anda lakukan jika diberi kesempatan pimpinan Polri untuk kembali, agar kejadian ini tidak terulang bagi anggota Polri lainnya," tanya penasihat hukum.

"Harus lebih berani berkata atau menolak perintah atasan. Tidak boleh terlalu percaya atau terlalu loyal begitu saja kepada pimpinan," kata Arif.

Ia mengatakan selama ini selalu positif thinking terhadap peritah atasan.

"Ternyata negatif thingking itu juga perlu," katanya.

Menangis

Arif Rachman Arifin sempat menangis di ruang sidang saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di PN Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023).

Arif Rachman Arifin menetaskan air mata saat menceritakan bagaimana ketakutan istrinya menjadi sasaran Ferdy Sambo, karena dirinya sudah membuka seterang-terangnya soal upaya perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J di persidangan.

Ketakutan istri dan anak-anaknya kata Arif Rachman Arifin, karena keluarga melihat bagaimana ia menyampaikan keterangan yang berbeda dengan Ferdy Sambo di persidangan.

Baca juga: Arif Rachman Sebut Ferdy Sambo Murka Saat Timsus Bentukan Kapolri Olah TKP di Duren Tiga

Awalnya, Majelis Hakim menjelaskan mengapa Arif Rachman yang pertama kali diminta untuk membuka fakta soal perintangan penyidikan.

Menurut Hakim, Arif Rachman bisa berkata jujur dan membuka tabir kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Kenapa saudara kami minta pertama, karena saya melihat kejujuran di saudara saya bisa memahami bagaimana perasaan saudara. Itu sebabnya ya, itu lah sebabnya biar perkara ini menjadi terbuka harapan kami begitu sebenarnya. Itu sebabnya pada awal pertanyaan apa bantahan saudara terhafap FS. Itu kami minta kepada saudara untuk yang pertama kita periksa, silakan dibuka apa yg harus saudara buka di sini," ucap Majelis Hakim.

Arif Rachman pun merespon ucapan Majelis Hakim, ia mengatakan rasa takut itu sangat terasa, apalagi ia pernah membantah keterangan Ferdy Sambo di persidangan.

Ia mengaku takut jika anak dan istrinya jadi sasaran Ferdy Sambo setelah Arif membantahnya.

Baca juga: Arif Rachman Menangis di Sidang, Takut Anak dan Istrinya Jadi Sasaran Ancaman Ferdy Sambo

"Rasa takut itu besar Yang Mulia. Kemarin ketika saya ceritakan beda dengan pak FS aja terus terang saya takut, istri saya sempat bilang ingat pak anak-anak, bayangkan ajudan aja bisa dibunuh. Gimana saya gak kepikiran," kata Arif sambil menangis.

"Berarti lebih besar takut yaa?" ucap Hakim .

"Betul," kata Arif.

"Kemudian saya ditanya masalah nonton CCTV dalam rumah, saya bilang saya ga pernah nonton CCTV dalam rumah. Laptop saya akui saya cerita semuanya saya akui," lanjut Arif.

Kemudian saat ditanya penasihat hukum, Arif menceritakan saat dijenguk istrinya di tahanan, istrinya meminta apakah anak-anaknya yang masih bersekolah diliburkan dulu.

"Sebab istri saya takut, anak-anak kami menjadi sasaran," ujar Arif kembali menangis dan terbata-bata.

Ia lalu mengeluarkan sapu tangan dari kantong celana dan menyeka air matanya.

Ferdy Sambo Murka

Arif Rachman Arifin juga menceritakan kemarahan eks Kadiv Propam Ferdy Sambo ketika Tim Khusus atau Timsus Polri melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah dinas Duren Tiga, empat hari setelah pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Arif Rachman Arifin juga mengaku dibentak mantan Karopaminal Div Propam Polri Hendra Kurniawan saat olah tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir J dilakukan.

Arif mengaku diperintah Sesro Paminal Divpropam Polri Denny Nasution ke TKP pembunuhan Yosua bersama Karo Provos Propam Polri Benny Ali pada Pukul 18.00 WIB dan tiba pada 19.00 WIB.

 Setiba di lokasi, ia kaget melihat Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan rombongan melakukan olah TKP.

"Dimulai pelaksanaan olah TKP dari labfor datang, inafis datang, kemudian kurang lebih 20.30 WIB Pak Kaba (Kabareskrim) dengan rombongan keluar. Kami juga keluar dari TKP karena ramai sekali di dalam," kata Arif.

Baca juga: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi AKBP Arif Rachman Arifin

Melihat Kabareskrim keluar dari TKP dan ramainya orang saat itu, Arif menyebut kalau dirinya ikut keluar dari rumah dinas Ferdy Sambo.

Namun tak berselang lama, Hendra Kurniawan yang saat itu sedang berada di Jambi menelepon dirinya.

"Kami juga keluar dari TKP karena ramai sekali di dalam. Kemudian tak beberapa lama Hendra telepon kami. Dia di Jambi," kata Arif.

Dalam sambungan telepon tersebut, secara garis besar Hendra menanyakan siapa sosok yang memimpin olah TKP tersebut.

Karena posisi Arif Rahman yang sedang berada di luar rumah, dia mengaku tidak mengetahui siapa pimpinan saat olah TKP itu.

Namun kata Arif, Hendra seakan marah kepadanya karena tidak tahu siapa yang memimpin padahal ada di lokasi.

"Pak Hendra telepon kami, menanyakan dengan sedikit marah, 'kamu liat siapa yang pimpin? Siap. Loh siap apa? Siap tidak tahu. Kamu dimana? Bukannya kamu di TKP? Siap. Saya di luar. Masa kamu gabisa liat siapa yang pimpin olah tkp. Siap tidak lihat'," kata Arif seraya meniru percakapannya dengan Hendra.

Atas adanya telepon dari Hendra Kurniawan, Arif saat itu memaksa untuk bisa masuk ke dalam TKP.

Setelah dilihat, ternyata pimpinan saat melakukan olah TKP yakni dari tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri.

Baca juga: Soal Penghapusan Rekaman CCTV, Pihak Arif Rachman Arifin Sebut Dakwaan dan BAP Tidak Sesuai

"Akhirnya saya berusaha ke dalam. Saya liat orang yang sedang olah TKP di dalam sepertinya orang dari Labfor karena sedang pasang benang," kata Arif.

"Timsus ya?" tanya majelis hakim dalam persidangan.

"Timsus," kata Arif.

"Bentukan Kapolri?" tanya lagi hakim.

"Kapolri," tukas Arif.

Tak lama setelah Hendra menelepon, Sambo juga menghubungi Arif. Pada momen itulah Sambo murka kepada Arif karena baru tahu rumah dinasnya dilakukan olah TKP tanpa seizin dirinya.

"Ferdy Sambo juga menelepon kami setelah Hendra menelpon. Pak Ferdy Sambo menelepon, menanyakan hal yang sama tapi sudah dengan nada marah. 'Mereka tidak tahu itu rumah saya. Apa mereka tak punya tata krama izin dengan saya?'. Saya cuma siap siap saja," kata Arif.

"Tidak menutup kemungkinan Ferdy Sambo menerima telepon dari Hendra. Makanya kemudian Ferdy Sambo langsung menelepon saudara," konfirmasi hakim.

"Siap. Saya tidak menjelaskan apa-apa, hanya siap siap saja karena sudah dimarahin. Kemudian telepon dimatikan, saya menunggu di garasi carport," tutur Arif.

Baca juga: AKBP Arif Rachman Arifin Disebut Berada di Tempat dan Waktu yang Salah dalam Kasus Sambo

Dalam sidang kali ini, Arif Rachman didakwa merusak CCTV yang membuat terhalanginya penyidikan kasus pembunuhan Yosua Hutabarat. Perbuatan itu dilakukan Arif bersama dengan lima orang lainnya.

Lima terdakwa lain yang dimaksud adalah Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, AKP Irfan Widyanto, Brigjen Hendra Kurnia, dan Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama. Mereka didakwa dengan berkas terpisah.

Arif dkk didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (m41)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

 

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved