Berita Nasional

IPW Minta Kapolri Tak Pilih Kasih Perlakukan Perwira Tinggi yang Tersandung Kasus

Menurut Sugeng, Kapolri harusnya lugas dan tanpa pandang bulu menyelesaikan semua tunggakan kerja bersih-bersih Polri

Editor: Feryanto Hadi
Wartakotalive/Budi Sam Law Malau
Plt Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti sikap kapolri yang tak kunjung memecat beberapa pati yang terlibat kasus 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso melihat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkesan melindungi perwira tinggi (pati) Polri yang kerap terlibat dalam suatu perkara.

Hal tersebut terlihat dari belum diberhentikannya beberapa perwira tinggi meskipun telah berstatus tersangka..

“IPW mencatat bahwa ada kelambanan Polri dalam memproses dan menindak anggota Polri dengan pangkat PATI, dan ada kesan saling melindungi. Suatu hal yang bertentangan prinsip equality before the law, yang pada gilirannya juga akan timbul ketidakpercayaan anggota bawahan pada pimpinan,” kata Sugeng saat dihubungi wartawan pada Selasa, 22 November 2022.

Harusnya, kata dia, Kapolri lugas dan tanpa pandang bulu menyelesaikan semua tunggakan kerja bersih-bersih Polri dari oknum anggota yang telah terbukti melanggar hukum pidana dengan mengajukan sidang kode etik.

Seperti, lanjutnya, kasus Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo.

Baca juga: Irjen Napoleon, Teddy Minahasa dan Brigjen Prasetijo Belum Dipecat, ISESS: Kapolri Tak Konsisten

“KKEP harus memeriksa segera dan memutuskan PTDH buat semua pelanggaran berat bila Kapolri ingin institusi Polri dipercaya publik, menjaga marwah institusi Polri dan kepemimpinanannya yang cukup baik ini menjadi legacy bagi penerusnya,” ujarnya.

Sementara, Sugeng menyebut perkara yang menyeret Irjen Teddy Minahasa dan anggota lain yang proses hukumnya belum berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka sidang kode etiknya didahulukan atau menunggu putusan pidana itu sepenuhnya kewenangan Kapolri.

“Akan tetapi, intinya Kapolri harus lugas dan tidak pandang bulu. Untuk anggota yang masih proses banding kode etik harus juga dihormati haknya, dan harus segera diputuskan oleh komisi banding kode etik kepolisian,” jelas dia.

Diketahui, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Irjen Napoleon terkait kasus suap dari Djoko Tjandra oleh Majelis Hakim Suhadi selaku ketua dan hakim anggota, yakni Eddy Army serta Ansori pada Rabu, 3 November 2021.

Dengan putusan tersebut, Napoleon tetap harus menjalani hukuman atau vonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan, Kapolri telah memecat mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo; mantan Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan; dan sejumlah anggota Polri lainnya yang terlibat dalam kasus perintangan penyidikan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Butuh konsistensi

Sementara itu, peneliti Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai konsisten memang menjadi salah satu problem penegakan hukum maupun penegakan aturan di internal Polri.

Padahal, konsisten menjadi modal Sigit mengembalikan citra Polri dimata masyarakat.

Baca juga: Terus Diawasi Provos, Penyidik Akui Tertekan saat Olah TKP Kematian Brigadir J di Rumah Dinas Sambo

“Bila ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat, ya harus konsisten. Konsistensi menjadi salah satu problem penegakan aturan di internal Polri,” kata Bambang saat dihubungi wartawan pada Senin (21/11/2022)

Menurut Bambang, penegakan aturan tanpa ada konsistensi itu akan dianggap masyarakat bahwa Kapolri Sigit cuma ingin mencari pencitraan saja.

Padahal, lanjut dia, pencitraan yang dilakukan Kapolri itu tidak memberikan rasa keadilan.

“Penegakan aturan tanpa ada konsistensi, itu hanya akan dilihat sebagai sebuah pencitraan saja yang juga menjauh dari keadilan, baik keadilan untuk masyarakat maupun bagi personel di internal,” ujarnya.

Pemecatan Ferdy Sambo

Sebelumnya, Ferdy Sambo resmi dipecat dari Polri usai dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH.

Terkait itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pemberian sanksi PTDH terhadap Sambo merupakan langkah tegas.

Hal tersebut juga merupakan komitmen yang digaungkan sejak awal.

Dedi mengatakan, keseriusan Polri dalam menindak tegas dan mengusut tuntas perkara ini terwujud dari ditolaknya banding PTDH Ferdy Sambo.

Artinya, putusan PTDH Ferdy Sambo sebagai anggota Polri telah final dan mengikat.

"Polri sejak awal komitmen untuk mengusut tuntas dan menindak tegas siapapun yang dianggap tidak profesional maupun terlibat dalam kasus itu," ujarnya, Jumat (23/9/2022).

Ia turut menyinggung hasil survei Charta Politika terkait keinginan publik perihal dipecatnya Ferdy Sambo sebagai personel kepolisian.

Dalam survei tersebut, Charta Politika membagi menjadi dua yakni semua responden dan yang mengetahui kasus.

Hasilnya, sebesar 52,6 persen semua responden sangat setuju Ferdy Sambo dipecat.

Baca juga: Hasil Sidang Kode Etik Anak Buah Ferdy Sambo AKP Idham Fadilah: Demosi 1 Tahun dan Pembinaan Mental

Sedangkan, 58,1 persen yang mengetahui kasus itu sangat setuju Ferdy Sambo dipecat.

Dengan adanya hasil survei tersebut, disimpulkan bahwa mayoritas warga sangat setuju Ferdy Sambo dipecat.

Dedi berharap kedepannya baik tim khusus (Timsus) dan inspektorat khusus sampai saat ini terus fokus untuk berkas perkara kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

Selain itu, sidang kode etik dan berkas kasus pidana menghalangi penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) 

"Kami terus secara intens berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum untuk proses pemberkasan agar segera rampung untuk dilanjutkan ke persidangan. Kami terus berkomitmen mengusut tuntas perkara ini," tutup Dedi.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved