Gangguan Ginjal Akut

Bekas Petinggi WHO Nilai Status KLB pada Kasus Gangguan Ginjal Akut Kurang Tepat, Ini Alasannya

Ia menegaskan, apa pun istilah yang akan dipakai, situasi ini bukanlah hal yang biasa.

Editor: Yaspen Martinus
Tribunnews
Bekas petinggi WHO Prof Tjandra Yoga Aditama menilai, penerapan status kejadian luar biasa (KLB) pada kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal, kurang tepat. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA – Bekas petinggi WHO Prof Tjandra Yoga Aditama menilai, penerapan status kejadian luar biasa (KLB) pada kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal, kurang tepat.

"Situasi ini benar-benar merupakan tantangan amat berat dunia kesehatan."

"Karena itu semua pihak tentu setuju agar penanganannya harus sangat intensif," kata Prof Tjandra, Jumat (21/10/2022).

Baca juga: Soal Penetapan Status KLB Gangguan Ginjal Akut, Kemenkes Bakal Kaji Bareng Epidemiolog

Meski demikian, kondisi ini belum bisa dijadikan alasan penetapan KLB. Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, kategori KLB adalah:

1. KLB penyakit menular yang bahkan disebut dapat menjurus terjadinya wabah;

2. KLB keracunan pangan.

"Sementara sejauh ini yang diduga jadi penyebab gagal ginjal akut bukanlah penyebaran penyakit menular yang berpotensi wabah, dan bukan juga akibat mengonsumsi makanan tertentu."

"Jadi tidak sesuai dengan istilah KLB di Peraturan Menteri Kesehatan yang ada, kecuali kalau kemudian dibuat peraturan tentang jenis KLB yang baru nantinya," beber Yoga.

Ia menegaskan, apa pun istilah yang akan dipakai, situasi ini bukanlah hal yang biasa.

Baca juga: Zulhas: Jokowi Masih Bertugas Dua Tahun Lagi, Sudah Ada Deklarasi Capres, Bikin Gesekan

"Jelas situasi luar biasa bagi kesehatan masyarakat kita, karena itu harus ditangani benar-benar maksimal, all out dengan cermat, cepat dan akurat," tutur Prof Tjandra.

Kejadian ini merenggut banyak nyawa, utamanya anak-anak yang meninggal, trauma sosial dan kesedihan keluarga yang ditinggalkan, juga ada kebijakan tidak memperdagangkan sirup obat yang jumlahnya banyak, dengan berbagai dampaknya.

"Upaya penyelidikan menemukan penyebab pasti yang belum juga tuntas, dan bahkan mungkin juga ada aspek ketahanan kesehatan bangsa," urai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini.

Baca juga: Pasien Gangguan Ginjal Akut Sudah Tidak Bisa Buang Air Kecil Saat Dibawa ke RSCM, 63 Persen Wafat

Data per 18 Oktober 2022, ada 206 kasus gangguan ginjal yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia, dengan mayoritas pada usia balita atau 1-5 tahun.

Lima provinsi dengan kasus terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Aceh.

Sementara, kasus meninggal ada 99 orang.

Mayoritas pasien yang meninggal adalah pasien yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, di mana kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen. (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved