KPK Duga Rahmat Effendi Potong Tunjangan Lurah di Bekasi untuk Kepentingannya Sendiri
KPK juga mendalami ihwal penentuan lahan yang dijadikan sebagai lokasi proyek oleh Pemkot Bekasi.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen, memotong tunjangan lurah.
Dugaan ini dikonfirmasi lewat Djunaidi Abdillah (Lurah Telukpucung Kecamatan Bekasi Utara), Dian Anggraini (Lurah Harapanbaru Kecamatan Bekasi Utara), dan Makpudin (Lurah Margamulya Kecamatan Bekasi Utara).
Ketiganya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa, serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi, dengan tersangka Pepen dkk.
Baca juga: Anggap Pemanggilan Tak Sesuai KUHAP, Edy Mulyadi Ogah Diperiksa Bareskrim Hari Ini
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi, antara lain terkait dengan dugaan adanya pemotongan tunjangan lurah di Pemkot Bekasi."
"Yang selanjutnya disetorkan untuk keperluan tersangka RE (Rahmat Effendi)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (27/1/2022).
KPK juga mendalami ihwal penentuan lahan yang dijadikan sebagai lokasi proyek oleh Pemkot Bekasi.
Baca juga: Minta Kepala Otorita IKN Tak Terkontaminasi Partai Politik, Legislator PAN: Carilah Orang yang Teduh
Penentuan lahan tersebut diduga karena adanya arahan dari Rahmat Effendi.
Pendalaman materi itu ditelusuri lewat Kepala Pengadaan Barang dan Jasa Agus Harpa.
Tim penyidik juga memeriksa Mutmainah (Bendahara Panitia Pembangunan Masjid Ar-Ryasaka/Guru SMK Gema Karya Bahana).
Baca juga: Kasus Omicron di Indonesia Tambah Jadi 1.988 Orang, Tiga Pasien Meninggal
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan aliran sejumlah uang untuk tersangka RE," tutur Ali.
KPK total menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu.
Sebagai penerima adalah Rahmat, Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Baca juga: Tiga Pasien Omicron di Indonesia Meninggal, Satu di Antaranya Belum Divaksin Covid-19 Sama Sekali
Sebagai pemberi adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sebesar Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar.
Baca juga: KPK Tak Lagi Pakai Istilah OTT, Boyamin Saiman: Yang Penting Harus Mampu Tangkap Paus, Jangan Teri
Lalu, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar, dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta, dan melakukan intervensi dengan memilih langsung pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud, serta meminta tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, dia juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk 'sumbangan masjid.'
Baca juga: Digosipkan Punya Lahan 160 Hektare di IKN Nusantara, Ini Klarifikasi Yusril Ihza Mahendra
Uang pun diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat, yaitu Jumhana Lutfi yang menerima Rp4 miliar dari Lai Bui Min.
Kemudian, Wahyudin yang menerima Rp3 miliar dari Makhfud Saifudin, dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi sejumlah Rp100 juta dari Suryadi.
Rahmat pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Baca juga: Tuding Ada Provokator, Kuasa Hukum Edy Mulyadi: Orang Jakarta Biasa Ngomong Tempat Jin Buang Anak
Uang tersebut diduga untuk operasional Rahmat yang dikelola oleh Mulyadi, yang saat ditangkap tangan tersisa uang sejumlah Rp600 juta.
Ada pula tindakan korupsi terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dan Rahmat diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin. (Ilham Rian Pratama)