Omnibus Law

4 Ambigu Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Menurut Denny Indrayana, Berpotensi Timbulkan Perselisihan

Denny lantas membeberkan sederet ambiguitas dalam putusan MK terkait UU Ciptaker.

Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/FRANSISKUS ADHIYUDA
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menilai, putusan MK soal UU Cipta Kerja, mencoba mengakomodir berbagai kepentingan. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)  yang menyatakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, menuai perdebatan publik.

Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menilai, putusan MK tersebut mencoba mengakomodir berbagai kepentingan.

Akibatnya, menjadi ambigu, tidak konsisten, dan berpotensi menimbulkan perselisihan dalam implementasinya.

Baca juga: BREAKING NEWS: MK Nyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Jika Tidak Diperbaiki dalam Waktu 2 Tahun

"Melakukan uji formil dengan putusan MK 91, yaitu menilai keabsahan prosedur pembuatan undang-undang, bukan terkait isinya," ujar Denny, Sabtu (26/11/2021).

MK, tutur Denny, pada awalnya terkesan tegas ketika menyatakan UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945, karena tidak sejalan dengan rumusan baku pembuatan undang-undang.

Namun, karena alasan memahami 'obesitas regulasi' dan tumpang tindih antar-UU, MK memberi permakluman inkonstitusionalitas itu diberi masa toleransi paling lama dua tahun.

Baca juga: Panglima TNI Diharapkan Temui Komnas HAM Sebelum Paparkan Pendekatan Baru Tangani Konflik Papua

Jika dalam dua tahun itu tidak dilakukan pembuatan berdasarkan landasan hukum yang baku, maka UU Ciptaker menjadi inkonstitusional secara permanen.

Denny lantas membeberkan sederet ambiguitas dalam putusan MK terkait UU Ciptaker.

Pertama, UU Ciptaker yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, masih diberi ruang untuk berlaku selama dua tahun.

Baca juga: Pengendara yang Lolos Posko PPKM Bakal Ditempeli Stiker, Wajib Kantongi SKM

Di antaranya, karena sudah banyak diterbitkan aturan pelaksanaan dan telah pula diimplementasikan.

"Seharusnya, agar tidak ambigu, MK tegas saja membatalkan UU Ciptaker."

"Dan kalaupun ingin memberi ruang perbaikan, itu tidak dapat dijadikan alasan untuk suatu UU yang dinyatakan melanggar konstitusi untuk tetap berlaku," ulasnya.

Baca juga: Masyarakat yang Belum Divaksin Covid-19 Tak Bakal Dilayani Beli Tiket Transportasi Umum

Ambiguitas kedua, lanjut Denny, dari 12 putusan yang dibacakan, MK menyatakan sepuluh di antaranya 'kehilangan objek', karena putusan MK 91 sudah menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional).

Ia lantas mempertanyakan objek mana yang hilang.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved