Virus Corona

Rp 300 Ribu Masih Beratkan Masyarakat, IDI Dorong Pemerintah dan Pengusaha Subsidi Harga Tes PCR

Ia meyakini, harga tes deteksi Covid-19 ini masih mampu ditekan dengan bantuan pengusaha maupun pemerintah, dengan memberikan subsidi.

KOMPASTV/DANY SAPUTRA
Ketua Penanganan Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan, harga tes PCR Rp 300 ribu yang diminta Presiden Jokowi, masih memberatkan masyarakat. 

"Skala ekonomi negara India juga tercapai, karena jumlah populasinya mencapai 2 billion," beber Budi.

Baca juga: Tak Cuma Pesawat, Pemerintah Juga Bakal Wajibkan Tes PCR untuk Penumpang Moda Transportasi Lain

Budi juga menolak usulan agar tes PCR disubsidi pemerintah.

"Harga PCR yang diminta Bapak Presiden kemarin itu sudah paling murah di seluruh dunia," cetusnya.

Ia menegaskan, pemerintah tidak berencana mensubsidi tes PCR agar bisa mencapai harga terendah.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Bertambah Jadi 10, Terbanyak di Bengkulu

"Apalagi harga PCR sudah diturunkan dan sudah cukup murah," imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, usai rapat terbatas bersama Presiden, Senin (25/10/2021).

Baca juga: Jokowi Lantik 17 Duta Besar, Jubir Presiden Tugas di Kazakhstan, Mantan Ketua Kadin di Amerika

"Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu, dan berlaku selama 3 x 24 jam untuk perjalanan pesawat," ungkap Luhut.

Luhut tidak menampik syarat kewajiban PCR untuk pengguna transportasi udara mendapat banyak kritikan masyarakat.

Terutama, karena kebijakan tersebut diterapkan saat kasus melandai.

Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Bilang Kementeriannya Hadiah Negara untuk NU, Anwar Abbas: Bubarkan Saja Kemenag

Namun, menurut Luhut, yang harus dipahami adalah kebijakan tersebut diterapkan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, karena mobilitas yang tumbuh pesat dalam beberapa pekan terakhir.

"Perlu dipahami bahwa kebijakan PCR ini diberlakukan, karena kami melihat risiko penyebaran yang semakin meningkat, karena mobilitas penduduk yang meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir," paparnya.

Luhut mengatakan, pemerintah belajar banyak dari negara negara lain, salah satunya Inggris, yang melakukan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan, yang berdampak melonjaknya kembali kasus Covid-19.

Baca juga: Menag Bilang Kementerian Agama Hadiah Negara untuk NU, Sekjen PBNU: Tidak Pas dan Kurang Bijaksana

Negara yang mengalami lonjakan tersebut, tingkat vaksinasinya juga tinggi.

"Saya mohon, jangan kita hanya melihat enaknya, karena enak ini kita rileks yang berlebihan, nanti kalau sudah rame jangan juga nanti ribut."

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved