Pendidikan
Praktisi Public Relations Dituntut Tahu dan Antisipasi Datangnya Potensi Krisis Komunikasi, Caranya?
Praktisi public relations (PR) dituntut mengetahui dan mengantisipasi datangnya potensi krisis komunikasi. Bagaimana caranya?
Penulis: Irwan Wahyu Kintoko | Editor: Irwan Wahyu Kintoko
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Praktisi public relations (PR) dituntut mengetahui dan mengantisipasi datangnya potensi krisis komunikasi.
Dalam upaya membangun imej (citra) dan reputasi pascakrisis komunikasi, diperlukan juga kemampuan berkomunikasi dua arah ( two ways communications).
Di sisi lain, media memainkan peran penting untuk dapat membawa krisis menemukan jalan keluar.
Baca juga: Perusahaan Sedang Tersangkut Masalah Hukum, Pengamat: Litigasi Public Relations Sangat Diperlukan
Baca juga: Optimalkan Tranformasi Digital, Telkom Raih Indonesia Top Digital Public Relations Award 2021
Hal tersebut menjadi benang merah diskusi bedah buku Public Relations (PR) Crisis yang digelar Universitas Kristen Petra Surabaya, Rabu (8/9/2021).
Sebagai pembicara utama kegiatan ini adalah tiga penulis buku PR Crisis, yakni Dr Firsan Nova, Dian Agustine Nuriman, dan Mohammad Akbar.
"Krisis terjadi dalam situasi apa saja yang berdampak pada reputasi dan keuangan atau business sustainability," kata Firsan Nova.

"Kita tidak bisa melihat size krisis, tapi impactnya. Crisis is not about the size, but crisis is about the impact," lanjut CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication itu.
Untuk mengantisipasi dampak tersebut, ucap Firsan Nova, praktisi PR harus mampu membekali pengetahuannya terhadap hal-hal yang bisa menyebabkan krisis terjadi.
"Hal ini bisa kita ketahui dari memahami critical point dan stakeholder yang kita miliki agar terhindar dari krisis," ujarnya.
Baca juga: Penulis Buku Public Relations Crisis Berbagi Ilmu ke Ratusan Mahasiswa dan Dosen Public Relations
Baca juga: Buku Crisis Public Relations Diterbitkan Online, Jembatan Praktisi Public Relations Hadapi Krisis
Dian Agustine juga mengatakan, pentingnya membangun imej positif dan reputasi usai menghadapi krisis di dalam perusahaan.
Dalam pembentukan citra positif itu bukan hanya secara fisik tapi dapat dilakukan melalui banyak faktor dan membangun komunikasi yang tidak berjalan satu arah.
"Kalau bicara digital, misalnya social media, itu tidak bicara one way communication tapi harus two ways communications," kata Dian Agustine.

"Jadi harus interaktif antara brand dan followers harus diciptakan komunikasi," lanjut Dian yang menjadi founder NAGARU Communication itu.
Akbar menambahkan, media memiliki peran penting dalam membingkai dan membentuk opini publik untuk merespons krisis komunikasi yang sedang terjadi.
"Kehadiran media mampu membingkai suatu kejadian melalui narasi maupun gambar yang disajikan terkonsep," ujar Akbar.
Baca juga: Buku Ekosistem Fintech Diterbitkan, Fintech Ubah Cara Berpikir, Perilaku dan Kebiasaan Masyarakat
Baca juga: Buku Cerpen Kecil-kecil Pandai Menabung Dikenalkan PermataBank, Ada 5 Cerpen Tulisan Siswi SD