MK Putuskan KPK Tak Perlu Izin Dewan Pengawas untuk Menyadap, Menggeledah, dan Menyita
Dewas berharap putusan MK tersebut memperkuat kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai tindakan penggeledahan dan/atau penyitaan oleh KPK merupakan bagian dari tindakan pro justisia.
"Maka izin dari Dewan Pengawas yang bukan merupakan unsur penegak hukum menjadi tidak tepat," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih, saat membacakan pertimbangan Mahkamah.
Atas dasar itu, Mahkamah menyatakan frase di Pasal 47 ayat 1 yang berbunyi "atas izin tertulis dari Dewan Pengawas", akan dimaknai menjadi "dengan memberitahukan Dewan Pengawas."
Baca juga: Lulusan Akpol, Novel Baswedan Diragukan Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan
Mahkamah mengatakan, untuk menghindari penyalahgunaan wewenang, hanya diwajibkan memberitahukan tindakan mereka kepada Dewan Pengawas atau Dewas KPK paling lambat 14 hari kerja, sejak penyadapan dilakukan.
"Sedang penggeledahan dan penyitaan diberitahukan kepada Dewan Pengawas 14 hari kerja sejak selesainya dilakukan penggeledahan/penyitaan," ucap Mahkamah.
Sebelumnya, MK menolak gugatan uji formil UU KPK, yang diajukan sejumlah mantan pimpinan KPK seperti Agus Rahardjo, Laode M Syarif, hingga Saut Situmorang.
Dalam sidang agenda pembacaan putusan perkara nomor 79/PUU-XVII/2019, MK menyatakan menolak permohonan provisi maupun pokok permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
"Mengadili dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon."
Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Menyusut Jadi 14, Jateng dan Jabar Kembali Muncul
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membaca amar putusan dalam sidang daring, Selasa (4/5/2021).
Dalam pertimbangannya, MK menolak dalil pemohon soal UU 19/2019 tidak melalui Prolegnas dan terjadi penyelundupan hukum.
Dalil tersebut menurut MK tidak beralasan hukum.
Baca juga: Mahfud MD Ungkap Ada 417 Orang dan 99 Organisasi di Indonesia Masuk DTTOT, Termasuk KKB Papua
MK berpendapat ternyata rancangan undang-undang a quo telah terdaftar dalam Prolegnas, dan berulang kali terdaftar dalam Prolegnas Prioritas DPR.
Terkait lama atau tidaknya waktu yang diperlukan dalam pembentukan undang-undang, hal tersebut berkaitan erat dengan substansi dari RUU tersebut.
Sehingga, tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan waktu dalam melakukan harmonisasinya.
Baca juga: Dikabarkan Tak Lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan, Novel Baswedan: Kalau Benar, Saya Terkejut
Sementara soal asas keterbukaan, anggota Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan berdasarkan bukti lampiran dari DPR terkait rangkaian diskusi publik, DPR sudah melakukan sejumlah seminar nasional di beberapa universitas.