Azis Syamsuddin Dinilai Lebih Gentle Jika Mundur Atas Kesadaran Sendiri, tapi Langka di Indonesia

Jika Golkar tak juga mengambil inisiatif, Lucius menilai semua pihak memang harus menunggu proses di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Warta Kota
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin diduga terlibat upaya menghentikan perkara Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mendesak Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mundur, setelah ruang kerjanya digeledah KPK.

Lucius menilai Azis akan terlihat lebih gentle, jika mundur atas kesadarannya sendiri.

Namun, Lucius pesimistis, sebab berdasarkan pengalaman selama ini, langka bagi pejabat untuk mundur.

Baca juga: 4 Jam Geledah Ruang Kerja Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Penyidik KPK Bawa Tiga Koper

"Idealnya sih dengan gambaran keterlibatan seperti yang dipaparkan oleh Ketua KPK, saya kira Azis memang mesti mundur dari jabatan pimpinan DPR," ujar Lucius kepada wartawan, Jumat (30/4/2021).

"Lebih gentle, kalau keputusan mundur ini muncul dari kesadaran Azis sendiri."

"Akan tetapi sangat langka di Indonesia, pejabat minta mundur jika sedang diduga melakukan penyimpangan," imbuhnya.

Baca juga: THR PNS 2021 Tidak Dibayar Penuh, Ini Daftar Komponen yang Tak Diberikan

Di sisi lain, Lucius menilai Partai Golkar bisa saja meminta Azis mundur.

Dengan begitu, citra Golkar tak akan terkena imbas dari kasus yang dihadapi Azis.

Namun jika Golkar tak juga mengambil inisiatif, Lucius menilai semua pihak memang harus menunggu proses di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Baca juga: Pemerintah Bakal Bangun Rumah untuk Keluarga 53 Awak KRI Nanggala-402 yang Gugur

"Setya Novanto ketika menjadi Ketua DPR pernah juga dipaksa mundur dari posisinya atas keputusan MKD."

"Oleh karena itu saya kira peluang paling mungkin untuk memastikan Azis diberhentikan dari jabatan Wakil Ketua DPR adalah melalui jalur penyelidikan etik di MKD," tuturnya.

Meski demikian, Lucius menyoroti kemungkinan MKD rentan akan upaya permainan, demi membela sesama anggota DPR, apalagi sekelas pimpinan DPR.

Baca juga: Larang Munarman Pakai Sandal dan Mata Ditutup, Polisi Dinilai Tak Manusiawi dan Rendahkan Martabat

Fakta anggota MKD terdiri dari perwakilan fraksi-fraksi, dinilai Lucius bisa dengan mudah menjadikan kasus yang mereka tangani sebagai alat transaksi politik tertentu.

Karena itu, selain mendesak MKD memproses cepat dugaan pelanggaran etik Azis, hal yang tak kalah penting menurut Lucius adalah memastikan proses penyelidikan dan persidangan di MKD untuk kasus Azis ini dilakukan secara terbuka.

"Sidang tertutup hanya akan menjadi ruang bagi permufakatan jahat untuk meluluhkan sesama anggota DPR."

Baca juga: Wakil Menteri Tahun Ini Dapat THR 85 Persen, Ini Komponen yang Dibayarkan

"Maka sebagaimana pada persidangan etik Novanto dahulu, MKD harus selalu melakukan rapat secara terbuka."

"Yang jelas informasi soal dugaan pelanggaran Azis sudah terang benderang."

"Maka tak ada alasan bagi MKD untuk berlama-lama mengusut hingga memutuskan kasus Azis ini."

Baca juga: KISAH Danseskoal Alami Blackout di KRI Nanggala-402, Kapal Turun 90 Meter Hanya dalam Waktu 10 Detik

"Dari substansi pelanggaran yang dilakukan, tampaknya kasus Azis ini terlihat merupakan pelanggaran etik serius, dan karenanya ganjaran pemberhentian dari jabatan sebagai pimpinan DPR sudah tepat dipertimbangkan MKD," paparnya.

Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, di lantai 4 Gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/4/2021).

Pantauan Tribunnews di lokasi, penyidik KPK turun dari lantai 4 menuju lobi Gedung Nusantara III DPR, sekira pukul 22.08 WIB.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Melonjak Drastis Jadi 19, Jawa Nihil

Itu artinya penggeledahan berjalan kurang lebih 4 jam sejak kedatangan penyidik sekira pukul 18.00 WIB.

Penyidik tampak membawa 3 koper berwarna hitam, biru, dan oranye hasil penggeledahan dari ruang kerja Azis.

Mereka langsung membawa koper-koper tersebut dan mengangkutnya ke dalam mobil yang sudah bersiap di parkiran depan Gedung Nusantara III.

Baca juga: Kolaborasi dengan Tantri Kotak, Groovy Root Beer Ajak Pecinta Musik Ikut Groovy Ramadan Jam

Sebelumnya, penyidik telah membawa 2 koper lainnya dari ruang kerja Azis.

Total, penyidik KPK membawa 5 koper hasil penggeledahan di ruang kerja Azis di Gedung DPR.

Tim penyidik KPK jugamenggeledah rumah dinas dan pribadi Azis Syamsuddin, Rabu (28/4/2021) malam.

Baca juga: Densus 88 Ciduk Munaman, Polisi Diminta Waspadai Aksi Lone Wolf Pendukung Mantan Sekum FPI

"Hari ini tim penyidik KPK geledah di berbagai lokasi ruang kerja di DPR RI, rumah dinas, dan rumah pribadi," kata Ketua KPK Firli Bahuri lewat keterangan tertulis, Rabu.

Sebelumnya tim penyidik KPK lebih dahulu menggeledah ruang kerja Azis Syamsuddin di DPR.

Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan suap untuk tidak menaikkan perkara ke tingkat penyidikan, dengan tersangka penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju dkk.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: 9 Daerah di Papua, Nias, dan Maluku Tetap Bertahan

Firli mengatakan penggeledahan dilakukan untuk mencari keterangan dan bukti-bukti kasus suap Robin.

Saat ini penggeledahan di dua tempat tersebut masih berlangsung.

"KPK akan bekerja keras untuk mencari bukti-bukti dan seseorang dapat menjadi tersangka karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan kecukupan alat bukti," jelasnya.

Baca juga: Munarman Ditangkap, Pendiri NII Crisis Center: Jangan Heran Anggota FPI Serang Petugas di KM 50

KPK, ujar Firli, tidak bekerja sesuai asumsi. Pihaknya akan terus mendalami keterangan para saksi untuk mengungkap secara terang-benderang peristiwa suap serta menentukan tersangka selanjutnya.

"Sekali lagi semua tindakan untuk menduga seseorang sebagai tersangka beralaskan kecukupan bukti."

"KPK tidak akan pandang dulu dalam bertindak, karena itu prinsip kerja kami," tegasnya.

Kenal Lewat Ajudan

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKP Stepanus Robin Pattuju mengenal Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, lewat ajudannya sesama anggota Polri.

"Benar, diduga kenal yang bersangkutan dari ajudan AZ (Azis Syamsuddin) yang juga anggota Polri," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (23/4/2021).

Ali mengatakan, KPK bakal mendalami perkenalan keduanya, ketika memulai pemeriksaan saksi dalam perkara ini.

Baca juga: Ternyata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang Minta AKP SRP Bantu Urus Kasus Wali Kota Tanjungbalai

"Nanti akan didalami lebih lanjut pada tahap pemeriksaan di penyidikan," ujar Ali.

KPK sebelumnya menyebut Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang meminta Stepanus Robin Pattuju (SRP), membantu mengurus perkara Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

SRP adalah penyidik KPK dari unsur Polri yang diduga memeras Syahrial.

Azis Syamsuddin dan Syahrial merupakan politisi Partai Golkar.

Baca juga: Singapura dan Malaysia Bantu Cari Kapal Selam KRI Nanggala-402, TNI Mohon Doa

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, permintaan Azis kepada Robin bermula saat mereka bertemu di rumah dinas Azis Syamsuddin.

Pertemuan tersebut terjadi pada Oktober 2020.

Menurut Firli, dalam pertemuan tersebut Azis Syamsuddin mengenalkan Robin sebagai penyidik KPK kepada Syahrial.

Baca juga: Basarnas, KNKT, dan BPPT Ikut Cari Kapal Selam KRI Nanggala-402, KSAL Juga Pantau

Saat itu, Syahrial tengah memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK.

"Dalam pertemuan tersebut, AZ (Azis) memperkenalkan SRP dengan MS."

"Karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan di KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan."

Baca juga: Mulai 22 April 2021 Aturan Diperketat, Pelaku Perjalanan Wajib Tunjukan PCR/Swab Antigen 1×24 Jam

"Dan meminta agar SRP dapat membantu supaya permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK," ucap Firli di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (22/4/2021) malam.

Firli mengatakan, usai pertemuan di rumah dinas Azis, kemudian Robin memperkenalkan Syahrial kepada pengacara Maskur Husein, untuk membantu permasalahan Syahrial.

Kemudian, ketiganya sepakat dengan fee sebesar Rp 1,5 miliar, agar Robin membantu kasus dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai tak diteruskan oleh KPK.

Baca juga: Merck Bantu Pendidikan Anak-anak SOS Children’s Villages Indonesia, Karyawan Jadi Sukarelawan

Dari kesepakatan fee tersebut, Syahrial telah memberikan Rp 1,3 miliar baik secara cash maupun transfer.

"MS (Syahrial) menyetujui permintaan SRP (Robin) dan MH (Maskur) tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali."

"Melalui rekening bank milik RA (Riefka Amalia) teman dari Saudara SRP, dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP."

Baca juga: Jadi Teladan, Fadjroel Rachman Pastikan Jokowi, Maruf Amin, dan Menteri Tak Ada yang Mudik Lebaran

"Hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp 1,3 miliar," ungkap Firli.

Firli mengungkap, pembuatan rekening bank atas nama Riefka Amalia dilakukan sejak Juli 2020 atas inisiatif Maskur.

Setelah uang diterima, Robin kembali menegaskan kepada Maskur dengan jaminan kepastian penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK.

Baca juga: Isu Yusril dan TGB Bakal Masuk Kabinet, Akankah Yasonna Laoly dan Tito Karnavian Tergeser?

"Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta."

"MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp 200 juta."

"Sedangkan SRP dari Bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain, melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp 438 juta," beber Firli.

Baca juga: Sama-sama Dekat dengan Jokowi, Yusril dan TGB Dinilai Bisa Memperkuat Kabinet Indonesia Maju

Dalam kasus ini, KPK menjerat Stepanus Robin, Syahrial, dan Maskur sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di KPK.

Atas perbuatannya, Robin dan Maskur dijerat sebagai tersangka penerima suap, sementara Syahrial pemberi suap.

Robin dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU 31/1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Kapan Reshuffle Kabinet Dilakukan? Jubir Presiden: Cuma Jokowi dan Allah yang Tahu

Sedangkan Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31/1999, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Vincentius Jyestha)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved