Buronan Kejaksaan Agung
ICW Desak Polri Pecat Dua Jenderal Polisi, Kadiv Propam Jelaskan Aturannya
Vonis yang diberikan juga terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi yang dilakukan petinggi Polri.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mendesak Polri memecat Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte, usai divonis bersalah dalam kasus suap dari Djoko Tjandra.
Sebab, kata Kurnia, kedua terpidana tersebut merupakan perwira tinggi Polri, yang seharusnya memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.
Dengan begitu, dia meminta petinggi Polri memecat secara tidak hormat keduanya, karena dinilai sudah mencoreng institusi Polri.
Baca juga: Banding Vonis 4 Tahun Penjara, Irjen Napoleon Bonaparte: Saya Lebih Baik Mati
"ICW mendesak agar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan pemberhentian tidak dengan hormat kepada dua perwira tinggi Polri tersebut," kata Kurnia saat dikonfirmasi, Kamis (11/3/2021).
Ia juga turut mengkritisi vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kepada Prasetijo dan Napoleon.
Kata dia, vonis yang dijatuhkan kepada kedua terdakwa atas keterlibatannya dalam kasus suap hak tagih atau cassie yang menjerat Djoko Tjandra, terlalu ringan.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 Indonesia 10 Maret 2021: Sudah 3.574.698 Orang Disuntik Dosis Pertama
Vonis yang diberikan juga terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi yang dilakukan petinggi Polri.
"Vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte terlalu ringan."
"Dan terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh dua perwira tinggi Polri tersebut," ucapnya.
Baca juga: Dianggap Lempar Batu Sembunyi Tangan, Irjen Napoleon Bonaparte Dihukum 4 Tahun Penjara
Oleh karena itu, dia beranggapan vonis yang harusnya diberikan kepada Prasetijo dan Napoleon adalah hukuman kurungan penjara paling maksimal.
"ICW beranggapan vonis yang pantas dijatuhkan kepada Prasetijo dan Napoleon adalah penjara seumur hidup."
"Keduanya juga layak diberi sanksi denda sebesar Rp 1 miliar," tegasnya.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 10 Maret 2021: 5.633 Pasien Baru, 5.556 Orang Sembuh, 175 Meninggal
ICW juga mempertanyakan landasan putusan majelis hakim yang justru menggunakan pasal 5 ayat (2) UU Tipikor.
Hal itu mengakibatkan vonis terdakwa menjadi sangat ringan, karena maksimal ancaman dalam pasal itu hanya lima tahun penjara.
"Semestinya hakim dapat menggunakan Pasal 12 huruf a UU Tipikor, yang mengatur pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal seumur hidup," beber Kurnia.
Baca juga: Dewan Pengawas Berharap Punya Kewenangan, Komisi III DPR Dorong KPK Usulkan Revisi UU 19/2019
Propam Polri menyebut Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte bisa saja diproses pemecatan.
Namun, ada sejumlah syarat atau pertimbangan yang harus terpenuhi.
Pertimbangan tersebut dimaksudkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri. Aturan itu termaktub dalam pasal 12 ayat 1 UU tersebut.
Baca juga: Bandingkan dengan Pinangki, Boyamin Saiman Nilai Vonis Brigjen Prasetijo Utomo Terlalu Ringan
"Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia."
"Apabila dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap," kata Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Kamis (11/3/2021).
Tak hanya itu, kata Sambo, pertimbangan PTDH personel Polri itu nantinya akan ditentukan oleh pejabat yang berwenang.
Baca juga: Selasa 16 Maret 2021, Rizieq Shihab Bakal Jalani 3 Sidang Perdana dalam Satu Hari
Kegiatan PTDH itu dilakukan setelah melalui sidang komisi kode etik profesi Polri.
"(Pemecatan) Menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia," jelasnya.
Lebih lanjut, Sambo menyatakan pihaknya masih menunggu kasus kedua jenderal Polri itu memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
Baca juga: Setelah Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara, Brigjen Prasetijo Utomo Bakal Disidang Kode Etik
Nantinya, Propam akan menjalankan tahapan sidang kode etik dan profesi (KKEP).
"Polri masih menunggu putusan ikrah, yaitu apakah yang bersangkutan banding atau tidak."
"Bila yang bersangkutan menerima putusan tersebut, maka Polri akan segera melaksanakan Sidang KKEP."
Baca juga: Setahun Pandemi Covid-19, Satgas: Jangan Frustasi, Move On! Tetap Lakukan 3M Sampai Musuh Kalah
"Kalau menerima, Divisi Propam Polri akan segera melakukan pemeriksaan dan pemberkasan sebelum melaksanakan sidang KKEP," paparnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara, serta denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis ini diketahui lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut 2 tahun 6 bulan penjara.
Setelah majelis hakim membacakan putusan, Prasetijo diminta menanggapi.
Baca juga: Lebih Berat dari Tuntutan JPU, Brigjen Prasetijo Utomo Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara
Dalam tanggapannya, Prasetijo mengaku menerima semua hukuman yang diberikan.
"Saya menerima yang mulia," kata Prasetijo menanggapi vonisnya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Sementara, majelis hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, kepada Irjen Napoleon Bonaparte.
Baca juga: Selasa 16 Maret 2021, Rizieq Shihab Bakal Jalani 3 Sidang Perdana dalam Satu Hari
Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, berupa penerimaan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Napoleon terbukti menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Tujuan pemberian uang dimaksudkan agar nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar DPO atau red notice Interpol.
Baca juga: Jangan Khawatir, Penderita Long Covid-19 Tak Bakal Menularkan Virus kepada Orang Lain
"Menyatakan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata hakim ketua Muhammad Damis membaca amar putusan, Rabu (10/3/2021).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," sambungnya.
Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan vonis Napoleon.
Baca juga: Polisi Virtual Tegur 79 Akun Medsos Berpotensi Langgar UU ITE, Kebanyakan Unggah Sentimen Pribadi
Di antaranya, Napoleon tidak mendukung program pemerintah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Perbuatan Napoleon yang merupakan anggota Polri dinilai bisa menurunkan citra, wibawa, dan nama baik kepolisian.
Napoleon juga dianggap lempar batu sembunyi tangan karena tidak mengaku dan menyesali perbuatannya.
Baca juga: Lagi Dengar Pendapat Publik, Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas 2021
"Perbuatan terdakwa sebagai anggota Polri dapat menurunkan citra, wibawa, nama baik kepolisian."
"Lempar batu sembunyi tangan, sama sekali tidak menyesali perbuatan," ucap Damis.
Sedangkan hal meringankan vonis, Napoleon berlaku sopan selama persidangan.
Baca juga: PTTUN Anulir Putusan PTUN Soal Jaksa Agung Salah Bilang Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat
Dia belum pernah dijatuhi pidana, dan telah mengabdi menjadi anggota Polri selama lebih dari 30 tahun, serta punya tanggung jawab keluarga.
"Terdakwa berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, mengabdi anggota Polri lebih dari 30 tahun, punya tanggung jawab keluarga, selama persidangan terdakwa tertib," beber Damis.
Atas perbuatannya, Napoleon dianggap melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999, sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Rizki Sandi Saputra/Igman Ibrahim)