Properti
Sri Mulyani Jelaskan Kriteria Rumah yang Dapat Insentif PPN, Ada Aturan Tipe dan Batasan Harga
Insentif PPN tersebut hanya untuk dua jenis properti senilai Rp 5 miliar ke bawah dan harus sudah jadi konstruksinya. '
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -Kementerian Keuangan mengungkap detil mengenai insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sektor perumahan sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21 Tahun 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kriteria insentif itu adalah untuk rumah tapak dan unit hunian rumah susun.
"Rumah tapak dan rumah susun dengan kriteria tertentu diberikan dukungan PPN yang ditanggung pemerintah. Jadi, kriterianya adalah rumah tapak atau rumah susun, tapi harga jualnya maksimal Rp 5 miliar," ujarnya saat konferensi pers, Senin (1/3/2021).
Sri Mulyani menjelaskan, insentif PPN tersebut berarti hanya untuk dua jenis properti senilai Rp 5 miliar ke bawah dan harus sudah jadi konstruksinya. '
• Setelah Kembalikan Pesawat CRJ1000 ke Leasing, Bos Garuda Pastikan Tak Tambah Jumlah Armada Pesawat
"Lalu, harus diserahkan secara fisik pada periode pembelian insentif. Jadi, dalam hal ini tidak bisa rumah yang belum jadi atau yang baru nanti akan jadi tahun depan gitu," katanya.
Selain berlaku untuk rumah atau rumah susun baru yang sudah selesai dan siap huni, juga hanya boleh dibeli oleh 1 orang.
Baca juga: Saatnya Beli Mobil Baru, Berikut Harga Mobil Daihatsu Tanpa PPnBM, SUV Terios Mulai Rp 200 Juta
"Hanya diberikan maksimal 1 unit rumah tapak atau unit hunian rumah susun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun. Ini tujuannya adalah memang itu murni dari sisi permintaan dan untuk mendukung dari sisi sektor properti yang dibawah Rp 5 miliar," pungkas Sri Mulyani.
DPP REI pesimistis
Kebijakan Bank Indonesia terkait pembayaran uang muka atau dowm payment 0% untuk kredit pemilikan rumah (KPR) ditanggapi oleh Ketua Real Estate Indonesia, Totok Lusida.
Totok mengatakan kebijakan BI tersebut tak akan berpengaruh signifikan terhadap penjualan rumah di dalam negeri.
Sebab pangkal masalah saat ini bukan terletak pada pembayaran DP saat membeli properti.
Menurutnya, kebijakan tersebut belum mengena pada akar masalah yang terjadi dalam bisnis properti.
• Modus Operandi Mafia Tanah, Bawa Sertifikat Asli ke BPN, Pemilik Tanah Diberikan Sertiikat Palsu
• Berikut Ini Deretan Mobil Daihatsu yang Akan Masuk Kriteria PPnBM Nol Persen
Ia menyebut yang menjadi persoalan di sektor properti adalah ketakutan perbankan dalam menyalurkan KPR.
"Sekarang masalah yang dihadapi bukan DP nol persen, tapi perbankan ketakutan menyalurkan kredit," ucap Totok kepada Tribunnews.com, Jum'at (19/2/2021).
Totok menambahkan, perbankan kini sangat hati-hati bahkan cenderung pelit untuk menyalurkan kredit properti kepada masyarakat.
Ia menggambarkan, jika dari 10 orang yang mengajukan kredit, mungkun yang disetujui hanya 4 atau 5 orang atau bahkan kemungkinan juga tidak ada yang disetujui.
• Tak Semua Bank Bisa Berikan Fasilitas DP Rumah 0 Persen, Simak Penjelasan BI Berikut Ini
"Kondisi resesi membuat perbankan sangat hati-hati dalam memberikan kredit terutama KPR. Sekarang semua properti dipersulit, mulai dari rumah sederhana sampai rumah mewah. Pengajuan kredit properti sangat terdampak sejak pandemi, ini akar permasalahannya," papar Totok. (Fandi Permana)
Totok beranggapan bila industri saat ini tak butuh kebijakan DP nol persen, tapi bagaimana mengembalikan kepercayaan perbankan agar lebih berani dalam menyalurkan kredit properti kepada masyarakat.
Pasalnya, masyarakat menjadi sulit untuk membeli rumah jika tak mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan.
Jika hal ini terjadi, dipastikan ekonomi di skala mikro tidak berjalan baik karena masyarakat tak mendapatkan akses kredit untuk menggairahkan kembali industri properti.
Baca juga: Jangan Tunda Lagi Beli Rumah, Mulai 1 Maret Pemerintah Keluarkan Kebijakan Uang Muka Nol Persen
"Yang terpenting saat ini adalah masyarakat mudah mendapat kredit. Kalau kredit tidak dikasih, bagaimana ekonomi mikro mau jalan. Jika masyarakat tidak mendapat akses kredit, bisnis properti akan terus babak belur karena penjualan hingga tahun ini terus menurun," imbuh Totok.
Lebih dari iru, Totok merasa khawatir apabila perbankan enggan menyalurkan kredit akan membuat industri properti tidak sehat.
Sebab, persentase pembelian rumah melalui KPR saat ini turun dari 90% menjadi 60%.
Sementara, 30% pembeli lebih memilih membayar dengan skema langsung pada developer atau pengembang.
Baca juga: KABAR GEMBIRA, Mulai 1 Maret Beli Rumah Tak Usah Bayar DP, Simak Penjelasannya
"Itu yang dikhawatirkan, karena kalau masyarakat lebih memilih membeli rumah kepada pengembang berpotensi banyak terjadi masalah baru karena tidak semua pengembang properti sehat. Kalau in house pembeli hanya memegang selembar surat atau kwitansi setoran. Sementara jika melalui bank, sertifikat rumah di bank, ada faktor aman untuk masyarakat. Itu lebih penting," jelasnya.
Kekhawatiran Totok cukup beralasan, karena tak semua pengembang masuk sebagai anggota REI.
Hal ini menyebabkan masyarakat jadi kesulitan meminta bantuan jika ada masalah dengan pengembang nakal yang mempermainkan akta jual beli.
"Kalau ada masalah susah, tidak semua pengembang masuk ke dalam anggota REI. Kami tidak bisa memberikan pendampingan jika terjadi sesuatu karena tidak semua daerah memberikan syarat bagi pengembang untuk menjadi anggota asosiasi," tutup Totok.
Baca juga: Sudah Dipuja-puji, Tesla Ternyata Lebih Pilih India Ketimbang Indonesia, Berikut Analisa Pengamat
Oleh karena itu, REI berharap ada kebijakan dari BI atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membuat perbankan tak khawatir dalam menyalurkan kredit di sektor properti.
Jika ini dibiarkan, maka dampaknya tak sehat untuk dunia usaha properti yang saat ini terus menerus mengalami penurunan transaksi.
Sebagai informasi, BI mengubah ketentuan rasio uang muka kredit rumah (Loan to Value/LTV) kredit dan pembiayaan properti dari semula 85% sampai 90% menjadi 100%.
Baca juga: Ekonomi Tak Kunjung Pulih, Bank Indonesia Turunkan Suku Bunga Acuan di 3,50 persen
Pelonggaran berlaku untuk semua jenis properti baik rumah subsidi maupun rumah mewah.
Artinya, pembelian rumah yang semula memerlukan DP sekitar 10% sampai 15%, kini bisa bebas DP dan langsung bisa menempati unit.
Yanuar Riezqi Yovanda