Berita Jakarta
Peringatan Bagi Warga Jakarta, Siapkan Rp5 Juta Jika Menolak Divaksin Covid-19
Hal itu telah tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease (Covid-19).
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memastikan pemerintah daerah akan menjerat sanksi denda Rp 5 juta bagi pihak yang menolak vaksinasi Covid-19.
Hal itu telah tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease (Covid-19).
“Kalau dari Pak Jokowi (Presiden RI) nolak (vaksin) nanti nggak dikasih bansos. Tapi kalau di Perda DKI Jakarta yang menolak diberi sanksi, termasuk denda Rp 5 juta,” kata Ariza di Balai Kota DKI pada Senin (15/2/2021).
• Nestapa Perajin dan Penjual Piala di Tengah Pandemi, Nyaris Tidak Ada Pemesan
Hal itu dikatakan Ariza untuk menanggapi adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 tahun 2021 yang ditetapkan Jokowi pada Selasa (9/2/2021) lalu.
Perpres itu sebagai perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
Salah satu poin yang disorot adalah Pasal 13A ayat 4 tentang penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bansos bagi yang tidak mengikuti vaksinasi.
• Pengedar Sabu di Tambora Ternyata Residvis, Menyaru Jadi Montir Bengkel, Dibekuk di Tempat Kos
Namun pada Pasal 13 ayat 5 dijelaskan, pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah atau badan sesuai dengan kewenangan.
Dalam kesempatan itu, Ariza meminta kepada masyarakat untuk bersedia divaksinasi Covid-19.
Ariza juga heran, ada warga yang menolak vaksinasi padahal diberikan secara gratis.
Baca juga: Jokowi Keluarkan Perpres, Ribka Tjiptaning dan Para Penolak Vaksin Lainnya Dibayangi Ancaman Penjara
Baca juga: Penerbit Tiga Serangkai Dipolisikan soal Ganjar Tak Pernah Bersyukur, Pelapor Merasa Nggak Nyaman
“Masak nolak, kan sudah baik dikasih vaksin untuk pribadi keluarga dan masyarakat. Nggak boleh menolak dong kan ada aturan Perda-nya, jadi kalau menolak akan ada sanksi di Jakarta,” jelasnya.
Berdasarkan data yang diperoleh, pengenaan sanksi pidana denda sebesar Rp 5 juta telah tercantum dalam Pasal 30 Perda Nomor 2 tahun 2020.
“Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebbesar Rp 5 juta,” demikian penjelasan dalam Pasal 30.
Baca juga: Seusai Bantai Dalang Kondang Ki Anom Subekti dan Keluarganya dengan Arit, Pelaku Tenggak Racun Tikus
Jokowi keluarkan Perpres
Program vaksinasi Covid-19 yang digulirkan pemerintah ternyata menemui kendala penerimaan sebagian masyarakat.
Terungkap, ternyata ada penolakan dari sebagian masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19, padahal Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa halal.
Bahkan, belum lama ini, anggota DPR RI Ripka Tjipnaning membuat 'geger' terkait pernyataannya yang menolak untuk divaksin.
Dia lebih memilih memayar denda ketimbang menjalani vaksinasi covid-19.
Padahal seperti diketahui, belum lama ini Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19 buatan Sinovac.
• Baru Diluncurkan, Edisi Terbatas Suzuki Hayabusa 1340 cc Terjual Habis dalam 3 Hari
• Investasi Saham Dinilai Berisiko Tinggi, Jangan Coba Kalau Tidak Punya Pengetahuan Cukup
Selain MUI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sudah secara resmi memberi izin penggunaan darurat CoronaVac sebagai vaksin Covid-19 produksi perusahaan Sinovac.
Akhirnya, untuk menyukseskan program vaksinasi Covid-19, pemerintah mengeluarkan payung hukumnya, agar pelaksana di lapangan mendapatkan perlindungan dari negara.
Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan peraturan presiden yang isinya, antara lain mengatur mengenai penerapan sanksi administratif maupun pidana bagi orang yang menolak melaksanakan vaksinasi Covid-19.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No, 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vakisnasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Baca juga: PPKM Mikro, Kapolsek Serta Danramil Ngeronda Bareng Warga Kampung Tangguh di Tangsel
Baca juga: PPKM Mikro Kabupaten Bekasi, Tempat Ibadah di RT RW Zona Merah Ditutup
Dilihat di laman setneg.go.di pada hari Ahad (14/2/2021), dalam Perpres No. 14/2021 terdapat perubahan antara Pasal 13 dan Pasal 14, yaitu menyisikan dua pasal, yakni Pasal 13A dan Pasal 13B sehingga berbunyi:
Pasal 13A
(1) Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan menetapkan sasaran penerima vaksin Covid-19.
(2) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib mengikuti vaksinasi Covid-19.
(3) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) bagi sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak memenuhi kriteria penerima vaksin Covid-19 sesuai dengan indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia.
(4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima baksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dapat dikenai sanksi administratif berupa:
Baca juga: Primbon Jawa Ramalkan, Inilah 13 Mimpi Pertanda Mendapat Kelimpahan Rezeki dan Keberuntungan
a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial;
b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau
c. denda.
(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya.
Baca juga: Gus Ulil Penasaran Sosok di Balik GAR ITB, Punya Akses Temui Menpan-RB Tjahjo Kumolo
Pasal 13B
Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19, yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran Covid-19, selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat a dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Wabah Penyakit Menular.
Baca juga: PPKM Mikro Kabupaten Bekasi, Tempat Ibadah di RT RW Zona Merah Ditutup
Undang-undang yang dimaksud adalah UU No 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Dalam Pasal 14 UU tersebut menyatakan:
(1) Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam UU ini diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta;
(2) Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam UU ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000.
Pasal 15
(1) Barang siapa dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan sebagaimana diatur dalam UU ini sehingga dapat menimbulkan wabah diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp100 juta;
(2) Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar bahan-bahan sebagaimana diatur dalam UU ini sehingga dapat menimbulkan wabah, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10 juta;
(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan oleh suatu badan hukum diancam dengan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.
Perpres No. 14/2021 mulai berlaku sejak 10 Februari 2021.
Pemerintah menargetkan vaksinasi Covid-19 terhadap 181,5 juta penduduk Indonesia untuk menciptakan kekebalan komunal.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan hingga Sabtu (13/2), jumlah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis pertama mencapai 1.060.326 orang.
Sementara itu, jumlah tenaga kesehatan yang telah disuntik vaksin Covid-19 dosis kedua mencapai 415.486 orang.
Prof Wiku: Proses vaksinasi tergantung ketersediaan vaksin
Sementara itu juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan proses vaksinasi kepada 181,5 juta penduduk Indonesia tergantung dari jumlah atau ketersediaan vaksin.
"Kita kan tahu sekarang jumlah vaksinnya terbatas dan semua lagi berusaha memproduksi dengan cepat," kata dia saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Sabtu (13/2/2021).
Selain ketersediaan vaksin, proses kelancaran vaksinasi di Tanah Air juga bisa terhambat oleh ancaman mutasi dari virus tersebut. Sebab, hal itu juga berpotensi terjadi.
Pada saat bersamaan, jumlah orang yang akan divaksin tidak sebanding dengan ketersediaan vaksin.
Imbasnya, semua negara, tidak terkecuali Indonesia, saling berlomba untuk mendapatkan vaksin dari pihak penyedia.
Wiku mengatakan semua pihak bisa saja berencana melakukan satu juta vaksinasi dalam satu hari.
Namun, hal itu cukup sulit dan tidak bisa serta merta menerapkannya.
Bagi daerah tertentu, misalnya Jakarta, mungkin target satu juta vaksin dalam satu hari bisa terealisasi.
Namun, bagi daerah-daerah lain yang memiliki hambatan geografis dan sebagainya agak sulit terwujud.
Oleh sebab itu, pelaksanaan vaksinasi bisa saja mundur atau bisa juga menjadi lebih cepat dari target awal yang ditetapkan.
Untuk mempercepat vaksinasi, maka hal pertama yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan vaksin harus cukup bagi sasaran 181,5 juta masyarakat Indonesia.
"Sekarang belum ada di tangan kita," ujarnya.
Wiku membenarkan dalam rencananya vaksin dengan merek lain akan tiba di Tanah Air, namun tetap membutuhkan waktu.
Pada kesempatan itu, Wiku juga kembali mengingatkan bahwa penerapan protokol kesehatan tetap wajib dilakukan.
Selain itu, pemaksimalan testing, tracing dan treatment (3T) juga harus diterapkan.