Pemerintah Blokir Rekening FPI, Isi Saldo Mencapai Rp 1 Miliar, ini Reaksi Tim Kuasa Hukum
Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar menengarai rekening bank milik FPI dibekukan usai ormas itu dicap sebagai organisasi terlarang oleh pemerinta
"UU tidak mewajibkan suatu Ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan bersyarikat dilindungi konstitusi. Negara hanya dapat melarang kegiatan Ormas jika kegiatannya menggangu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral."
Baca juga: Ribuan Aparat Gabungan Akan Jaga Sidang Praperadilan Habib Rizieq Shihab di PN Jaksel Senin Besok
Negara juga dapat membatalkan badan hukum suatu Ormas atau mencabut pendaftaran suatu Ormas sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU."
Terakhir, Hamdan Zoelva menerangkan, negara dapat melarang suatu organisasi apabila organisasi itu terbukti sebagai kelompok terorisme.
"Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan," tandasnya.
Penjelasan Maklumat Kapolri
Maklumat Kapolri tentang Front Pembela Islam (FPI) menimbulkan kontroversi di publik hingga berujung kritik dan kecaman.
Ada point dalam maklumat tersebut yang dianggap akan membungkam kebebasan berpendapat masyarkat hingga membatasi kebebasan pers.
Polri pun angkat bicara soal polemik Maklumat Kapolri Nomor MAK/1/I/2021 pertanggal 1 Januari 2021 tentang Kepatuhan Terhadap Pelarangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono sudah cukup jelas.
Baca juga: SP3 Kasus Chat Mesum Rizieq Shihab Dibatalkan, Mahfud MD: Proses Hukum Harus Diteruskan
"Kemarin sudah jelas dalam rilis yang disampaikan oleh Kadiv Humas," kata Ramadhan melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Sabtu (2/1/2021).
Ia pun kemudian membagikan pernyataan laporan doorstop Argo yang disampaikan pada Jumat (1/1/2021) kemarin.
Dalam pernyataannya, Argo menjelaskan, Maklumat tersebut diterbitkan setelah adanya pernyataan bersama setelah terbitnya surat keputusan (SKB) 6 menteri terkait pelarangan dan penghentian kegiatan FPI.
Baca juga: Survei Terbaru LKPI, Kepercayaan Masyarakat Terhadap PDI Perjuangan Turun, Gerindra Merosot Tajam
"Maklumat ini bertujuan untuk memberikan perlindungan, jaminan keamanan serta keselamatan masyarakat," kata Argo dalam keterangan tertulis yang disampaikan Ramadhan.
Dalam penjelasannya, ada empat poin yang harus dipatuhi masyarakat.
Sehingga, lanjut Argo, tertulis empat poin yang harus dipatuhi masyarakat.
Poin a, masyarakat tidak terlibat secara langsung ataupun tidak langsung untuk mendukung memfasilitasi kegiatan ataupun penggunaan atribut dari FPI.
Baca juga: Bantah Klaim Saraswati, Fadli Zon: Gerindra Tak Dukung Pembubaran Organisasi Tanpa Proses Pengadilan
Poin b, masyarakat segera melapor kepada aparat bila menemukan ada suatu kegiatan simbol FPI maupun atribut, serta tidak melaksanakan tindak pelanggaran hukum.
Poin c, mengedepankan Satpol PP yang didukung oleh Polri dalam memberikan penertiban di lokasi yang terpasang adanya spanduk/banner atau atribut pamflet dan hal lain yang terkait dengan FPI.
Poin d, masyarakat tidak mengakses atau mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait front pembela Islam baik melalui website maupun media sosial.
Baca juga: Andika Babang Tamvan Terpapar Covid-19, Kini Dirawat di Rumah Sakit, Minta Maaf Kalau Ada Salah
Khusus poin d, ungkap Argo, selama tidak mengandung berita bohong, gangguan Kamtibmas, mengadu domba atau perpecahan dan sara tidak dipermasalahkan.
"Namun jika mengandung hal tersebut tentunya tidak diperbolehkan apalagi sampai mengakses/meng-upload/menyebarkan kembali yang dilarang ataupun yang ada tindak pidananya karena dapet dikenakan UU ITE," tegas dia.
Baca juga: Disebut Dedengkot Tua oleh Natalius Pigai, AM Hendropriyono: Kamu Bukan Pigai yang Dulu
Tuai kontroversi
Sebelumnya, Maklumat Kapolri menimbulkan kontroversi bagi sejumlah kalangan, salah satunya dari komunitas pers. Komunitas pers yang terdiri dari sejumlah lembaga meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencabut Pasal 2d dari Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021.
Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan Maklumat tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan dan atribut FPI.
Dalam maklumat tersebut, Kapolri menekankan masyarakat agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten yang berkaitan dengan FPI.
"Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial," demikian salah satu poin Maklumat Kapolri tersebut.
Baca juga: Kapolri Keluarkan Maklumat Tentang FPI, Dandhy Laksono: Ngawur dan Inkonstitusional
Adapun penerbitan maklumat ini merujuk surat keputusan bersama (SKB) nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Dengan mengacu SKB itu, Kapolri mengingatkan masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.
Kapolri juga mengingatkan masyarakat agar segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol, dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Baca juga: Front Persatuan Islam Dideklarasikan, Mahfud MD: Boleh, Asal Tidak Melanggar Hukum
Selain itu, Kapolri juga mengedepankan Satpol PP yang didukung penuh TNI-Polri untuk melakukan penertiban di lokasi yang terpasang spanduk atau banner, atribut, hingga pamflet FPI. "
Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau diskresi kepolisian," tulis poin lain Maklumat Kapolri.
Maklumat tersebut mendapatkan kritik hingga pertentangan dari sejumlah pihak.
Termasuk dari Komunitas Pers yang menganggap maklumat tersebut mengancam tugas jurnalis dan media dalam melakukan pemberitaan.
Komunitas pers, di antaranya Forum Pemred dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai isi maklumat itu tak sejalan dengan semangat demokrasi dan menghormati kebebasan dalam memperoleh informasi.
Maklumat itu juga dinilai mengancam tugas jurnalis dan media dalam mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik, dalam hal ini terkait FPI
Baca juga: Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya Front Persatuan Islam
Terkait hal tersebut, komunitas pers pun meminta agar ketentuan dalam poin 2d tersebut dicabut.
-
Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
-
Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.
-
Mendesak Kapolri mencabut Pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
-
Mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.Jakarta, 1 Januari 2021Abdul Manan, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) IndonesiaAtal S. Depari, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) PusatHendriana Yadi, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)Hendra Eka, Sekjen Pewarta Foto Indonesia (PFI)Kemal E. Gani, Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred)Wenseslaus Manggut, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).Jadi trending topik
Di sosial media Twitter, frasa Maklumat Kapolri bahkan menjadi trending topik.
Sejumlah pihak menganggap keluarnya maklumat Kapolri tersebut berlebihan bahkan dinilai mengancam kebebasan pers
Bahkan, Sutradara, aktivis dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono menyebutnya sebagai tindakan nyawur hingga inkonstitusional.
Baca juga: Front Persatuan Islam Dideklarasikan, Mahfud MD: Boleh, Asal Tidak Melanggar Hukum
"Tak ada yang tertarik menyebarkan "konten FPI" selain sirkel mereka sendiri. Yang siap membantah bahkan lebih banyak. Tapi maklumat semacam ini ngawur, inkonstitusional, dan patut diabaikan," tulis Dandhy di akun Twitternya, Jumat (1/1/2021).
Sejumlah tokoh juga turut menyoroti keluarnya maklumat tersebut.
Dekan Fakultas Hukum Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo kepada sebuah media nasional menilai, pelarangan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang cukup, dan berlebih, mengingat pelarangan tersebut hanya bersandarkan kepada maklumat.
“Biasanya sanksi pidana yg dihubungkan dengan pengumuman atau maklumat yang berisikan larangan hanya berlaku dalam kondisi perang. Saat ini kita tidak berada dalam kondisi tersebut, bila dihubungkan dengan kondisi saat ini yaitu darurat bencana, juga tidak relevan dan tidak berhubungan,” terangnya.
Baca juga: Minta Pemerintah Tak Menghambat Front Persatuan Islam, HNW: Akomodasi Hak Berserikat Mereka
Trisno menganggap, maklumat tersebut justru menunjukkan kepolisian bukan penerapan diskresi tetapi menjadi bentuk penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan oleh penegak hukum dalam hal ini kepolisian.
“Pada akhirnya maklumat ini menjadikan pihak kepolisian sebagai alat kekuasaan bukan pengayom masyarakat,” tandasnya.
Sementara, sejumlah warganet juga mempertanyakan adanya larangan itu.
Baca juga: Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya Front Persatuan Islam
Sebab, tidak sedikit konten tentang FPI yang disebarkan di media sosial adalah kegiatan sosial para anggota FPI dalam membantu bencana di sejumlah daerah.
"Om @mohmahfudmd.ini gimana sih, kita sudah reformis dan demokratis, mengapa masih ada pernyataan2 begini? Konten FPI yg dibaca dn disebarkan Rakyat cuman Perjuangan FPI bantu Rakyat," tulis akun @conan_idn.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polri Jelaskan Soal Larangan Konten FPI dalam Maklumat Kapolri dan di Tribunnews.com dengan judul Saldo Dana di Rekening FPI yang Diblokir Pemerintah Mencapai Rp 1 Miliar