Berita Nasional
Kilas Balik Intimidasi terhadap Pengikut Ahmadiyah hingga Tudingan Moeldoko Terlibat Operasi Sajadah
Pengikut jema'at ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jema'at Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Frasa Ahmadiyah menjadi bahan perbincangan warganet hingga menjadi trending topik Twitter sepanjang Kamis (24/12/2020).
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan pemerintah akan mengafirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.
Gus Yaqut menyebut, umat Syiah dan Ahmadiyah juga merupakan warga negara Indonesia yang harus dilindungi.
"Mereka warga negara yang harus dilindungi," kata Yaqut seperti diberitakan Antara, Kamis (24/12/2020).
Gus Yaqut juga menyatakan bahwa Kementerian Agama akan memfasilitasi dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan yang ada.
Baca juga: Relawan Jokowi Merasa Diacuhkan, Padahal Siap Jika Diminta Menjadi Menteri
"Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kementerian Agama akan memfasilitasi," katanya.
Pernyataan itu merespons permintaan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra agar pemerintah mengafirmasi urusan minoritas. Hal ini disampaikan secara daring pada forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Jakarta, Selasa (15/12/2020).
"Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi, itu perlu afirmasi," kata Azyumardi.
Menurut Azyumardi, afirmasi kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas. Misalnya, saat pemeluk agama minoritas ingin mendirikan tempat ibadah.
Azyumardi mengatakan bahwa para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram harus mengalami persekusi oleh kelompok Islam 'berjubah.'
Baca juga: Dianggap Langgar Undang-undang karena Rangkap Jabatan, Risma Mengaku Sudah Diizinkan Jokowi
Namun, persoalan intoleran itu, menurut Azyumardi, bukan muncul di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.
"Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja.Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun," kata Azyumardi.
Ia berpendapat bahwa akan sulit bagi kelompok yang memiliki relasi kekuatan (power relation) minim di suatu lokasi bisa mendapat restu mendirikan tempat ibadah tersebut dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.
"Ini masalah power relation sebetulnya. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi, yang begini-begini, power relation yang harus diatur begitu, ya (oleh Pemerintah). Bagaimana supaya adil," katanya.
Baca juga: Rais Syuriah PBNU Gus Ishom Sentil Aa Gym yang Minta Presiden Jokowi Lebih Dulu Disuntik Vaksin
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa menjadi sulit dilakukan ketika relasi kekuatan tadi belum merata.