Virus Corona Bekasi
KISAH Perawat Covid-19 Dadakan (4-habis): Yang Negatif Beradu Imunitas dengan yang Positif
Kisah perawat Covid-19 dadakan (4-habis): Yang negatif beradu imunitas dengan yang positif Covid-9.
Penulis: Rangga Baskoro | Editor: Hertanto Soebijoto
Semua mainan yang dibawa dari rumah saya keluarkan dari plastik.
Saat mereka bermain, saya duduk menjauh, berusaha menenangkan diri.
Baca juga: TEMUAN 201 Kg Narkoba di Hotel di Kawasan Petamburan, Jakarta Pusat Diduga dari Timur Tengah
Tanpa sadar, air mata jatuh membasahi pipi. Saya teringat anak yang usianya baru tujuh bulan.
Si cantik mungkin sedang terlelap dipelukan ibunya, RN (28), di rumah.
Begitu sadar dari lamunan, Kakak sudah ada di sebelah saya. Karena masih dilengkapi pakaian hazmat, kacamata, dan masker, ia tak bisa melihat kesedihan saya tadi.
"Kenapa om?" tanya Kakak, Jumat (18/12).
"Enggak apa-apa. Kakak sama om dulu ya di sini sampai Bunda dan Ayah sembuh," jawab saya.
Baca juga: Sandiaga Gantikan Wishnutama Jadi Menparekraf, Ini Strategi yang Akan Diterapkan Garap Pariwisata
Tiba-tiba, Abang bergumam sambil menangis. Saat saya tanya, ia mengatakan hal yang tak saya pahami, hingga kemudian Putri mengatakan sesuatu.
"Abang kangen Bunda," ujar Putri sembari bermain lego.
Tanpa bermaksud menyalahkan siapa pun, kesedihan mereka seharusnya bisa diantisipasi apabila kedua orang tuanya bisa lebih dini melakukan swab test agar anak-anak tak ikut terpapar.
Kasus yang saya alami adalah contoh ketika proses swab test tak dilakukan secara berbarengan antara pasangan suami-istri.
Alhasil, klaster keluarga muncul: kakak ipar, suami, dan anak-anaknya mesti diisolasi di rumah sakit yang lokasinya berbeda.
"Nanti ketemu Bunda sama Ayah lagi ya kalau sudah sembuh, Abang di sini dulu sama om," ujar saya memberi penjelasan.
Pukul 23.00 WIB, mereka bertiga tertidur. Waktunya hampir bersamaan. Saya langsung memanfaatkan waktu luang ini untuk membersihkan diri.