Ini Bahaya Ormas Berseragam Mirip Militer, Istilah Laskar dan Front Juga Harus Ditertibkan

Politikus PDIP itu memandang, pelarangan penggunaan seragam kombatan ini bukan tanpa tujuan.

Warta Kota/Soewidia Henaldi
Salah satu ormas berseragam mirip militer menggelar aksi demonstrasi, Selasa (17/2/2015). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyoroti maraknya penggunaan atribut militer yang digunakan masyarakat sipil.

Bahkan, penggunaan atribut militer oleh warga sipil mudah ditemui di mana-mana, mulai dari stiker militer, baju, celana, jaket,‎ hingga seragam militer.

"Padahal selain melanggar hukum, penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil sangat membahayakan dirinya sendiri," kata Hasanuddin kepada wartawan, Jumat (11/12/2020).

Baca juga: Staf Khusus Jokowi Ayu Kartika Dewi Positif Covid-19, Kemungkinan Tertular Saat Makan Bareng

Hasanuddin menegaskan, aplikasi dari perlindungan sipil tertuang dalam Distinction Principle (prinsip perbedaan).

Di mana, dalam negara yang sedang berperang, maka penduduknya dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu combatan (kombatan) dan civilian (masyarakat sipil).

Bila terjadi konflik militer, imbuhnya, maka masyarakat sipil yang menggunakan seragam kombatan dapat menjadi sasaran tembak kelompok militer.

Baca juga: MAKI Duga Harga Sepaket Bansos yang Dikorupsi Juliari Batubara Rp 33 Ribu, Begini Hitungannya

"Sebetulnya kalau mau jujur, seragam militer atau seragam mirip militer itu dilarang, malah bukan hanya di dalam negeri."

"Dalam aturan internasional tentang perang soal kriteria kombatan, masyarakat sipil tidak dibenarkan memakai seragam kombatan.

"Dan sebaliknya, yang bertempur wajib memakai seragam combatan," ucapnya.

Baca juga: Novel Baswedan Kembali Ungkap Niat Hengkang dari KPK, Nilai Negara Tak Ingin Lagi Berantas Korupsi

Politikus PDIP itu memandang, pelarangan penggunaan seragam kombatan ini bukan tanpa tujuan.

Kombatan dengan seragam dan atribut mliter yang dikenakan, imbuhnya, menjadi petunjuk bahwa mereka adalah kelompok yang secara aktif ikut dalam medan perang.

Sehingga. legal untuk menyerang atau diserang, menembak atau ditembak, dan bahkan membunuh atau dibunuh.

Baca juga: Kapolda Metro Jaya: Enggak Ada Gigi Mundur, Hukum Harus Tegak pada Ormas yang Merasa di Atas Negara

"Bahkan, dalam konvensi Jenewa seorang kombatan hanya boleh menyebutkan 4 informasi."

"Yakni nama, pangkat, nomor register pokok dan kesatuan yang tertera dalam seragamnya," ucapnya.

Ia menambahkan, sudah saatnya istilah laskar, panglima ormas , front dan lain-lain di Indonesia harus ditertibkan.

Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 53 Orang, Tenjolaya Masuk Zona Merah Lagi

Termasuk juga, tegas Hasanuddin, penggunaan seragam dan organisasi-organisasi mirip
kombatan.

Terlebih, Indonesia sudah memilih sebuah negara kesatuan yang madaniah.

Masyarakat madani, bukan negara militer.

Baca juga: Rizieq Shihab Cs Jadi Tersangka, Kuasa Hukum FPI Bakal Sambangi Polda Metro Jaya

"Mohon maaf, saya sepakat ini harus ditertibkan."

"Termasuk juga seragam dan baret satgas partai."

"Bahkan saat ini ada satgas partai berbaret Kopasus, Kostrad, Marinir, Kopaska, Kopasgat, Kavaleri dan sebagainya."

"Ini harus juga kita sama-sama tertibkan," bebernya.

Hukum Harus Tegak pada Ormas yang Merasa di Atas Negara

Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan, kepolisian tidak mau kalah dari kelompok organisasi kemasyarakatan (ormas) yang kerap merasa dirinya berada di atas negara.

Penegakan hukum, katanya, harus berjalan kepada siapapun orangnya.

"Satu kelompok atau ormas yang menempatkan dirinya di atas negara, apalagi ormas tersebut melakukan tindak pidana."

Baca juga: Kabareskrim Pastikan Polisi Diserang, Ada Jelaga Bekas Tembakan Senjata Api di Tangan Laskar FPI

"Apa tindak pidananya? Melakukan hate speech, melakukan penghasutan, menyemburkan ujaran kebencian, menebarkan berita bohong."

"Dan itu berlangsung berulang-ulang dan bertahun-tahun," kata Irjen Fadil di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (11/12/2020).

Menurutnya, tindakan ormas itu dianggap telah merusak kenyamanan masyakarat dan mengganggu kebhinekaan bangsa.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 10 Desember 2020: Melonjak 6.033, Pasien Positif Tembus 598.933

Sebab, mereka menggunakan identitas agama sebagai komoditas tertentu.

"Di samping ini merupakan tindak pidana, ini juga dapat merusak rasa nyaman masyarakat."

"Dapat merobek-robek kebhinekaan kita, karena menggunakan identitas sosial apakah suku atau agama tidak boleh."

Baca juga: Naikkan Cukai, Sri Mulyani Berharap Jumlah Perokok di Indonesia Menurun, Terutama Anak dan Perempuan

"Negara ini dibangun dari kebhinekaan," tuturnya.

Fadil menegaskan, Polda Metro Jaya akan menangkap dan memproses hukum siapapun orang yang mengganggu ketertiban sosial.

Khususnya, masyarakat yang menggangu kenyamanan masyarakat lainnya.

Baca juga: Jadikan Rizieq Shihab Cs Tersangka, Kapolda Metro Jaya Bakal Beberkan Dua Alat Bukti

"Jadi saya harus melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap model seperti ini."

"Enggak ada gigi mundur, ini harus kita selesaikan."

"Jadi kalau Polda Metro Jaya menangkap dan memproses hukum kelompok atau siapapun, maka itu karena negara ini butuh keteraturan sosial, kita butuh ketertiban sosial."

Baca juga: 72 Warga Ciracas Positif Covid-19 yang Dibawa Pakai Bus Sekolah ke Wisma Atlet Bukan dari Satu RT

"Adalah tugas Kapolda untuk menjamin yang namanya ketertiban dan keteraturan sosial tersebut, social order."

"Supaya masyarakat bukan hanya merasa aman tapi dia juga merasa nyaman," paparnya.

Ia juga menyampaikan penegakan hukum terhadap ormas yang tak disebutkan namanya itu, untuk menjaga iklim investasi negara agar tetap stabil.

Baca juga: Urusan Bintang 3, Brigjen Prasetijo Utomo Disuruh Keluar Saat Tommy Sumardi Bertemu Irjen Napoleon

"Supaya iklim investasi ini bisa hidup, ekonomi development need law in order."

"Jadi pembangunan ekonomi ini butuh kepastian hukum dan butuh keteraturan, butuh ketertiban siapa investasi bisa datang."

"Jadi hukum harus ditegakkan," tegasnya. (Chaerul Umam)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved