Virus Corona Jabodetabek
Ketua KPK Singgung Buku How Democracies Die yang Dibaca Anies Baswedan, Ungkapkan Hal Ini
Ketua KPK singgung buku yang dibaca Anies Baswedan, begini pendapatnya. Katanya itu buku lama
WARTAKOTALIE.COM, JAKARTA -- Ketua KPK singgung buku yang dibaca Anies Baswedan, begini pendapatnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyinggung unggahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di media sosial Twitter yang tengah membaca buku berjudul 'How Democracies Die'.
Anies mengunggah foto sedang membaca buku di media sosial Twitter pada Minggu (22/11/2020).
"Kemarin saya lihat ada di media, Pak Anies membaca How Democracies Die. Bukunya ada itu sudah lama tahun 2002, saya sudah baca buku itu. Kalau ada yang baru baca sekarang, kayak baru bahwa itu udah lama," kata Firli dalam acara Serah Terima Barang Rampasan dari KPK yang disiarkan YouTube KPK, Selasa (24/11/2020).
Baca juga: Didik Mukrianto Tanggapi Ratusan Ribu Karang Taruna DKI yang Siap Pasang Badan untuk Anies Baswedan
Baca juga: Usai TNI Copot Baliho Rizieq Shihab, Hari Ini Satpol PP DKI Tertibkan Baliho Liar Tanpa Pengecualian
Pernyataan itu dilontarkan Firli, saat dia menjelaskan soal bahaya korupsi.
Menurut Firli, banyak negara gagal mewujudkan tujuan negara, karena masifnya perbuatan korupsi.
"Kita paham bahwa tindak pidana korupsi ini menjadi perhatian kita bersama dan bukan hanya perhatian bangsa Indonesia, tetapi seluruh dunia memberikan perhatian terhadap korupsi. Karena kejahatan ini adalah kejahatan yang luar biasa, makanya penanganan dilakukan secara luar biasa," ucap Firli.
Firli tak memungkiri, perilaku korupsi dapat merusak seluruh sendi kehidupan.
Dia menyebut, penanganan korupsi dapat dilakukan dengan tiga cara.
Pertama, melakukan penyelamatan keuangan dan negara.
Kedua, menjamin tersampaikannya hak-hak politik dan sosial.
Ketiga, menjamin keselamatan bangsa dan warga negara.
"Tiga hal itu yang harus kita pahami Kenapa kita harus melakukan pemberantasan korupsi," kata Firli.
Buku How Democatis Die berisi hasil penelitian dan pengamatan Levitsky-Ziblatt terhadap kematian demokrasi di beberapa negara.
Titik penekanan buku itu soal gejala kematian demokrasi di Amerika Serikat setelah Donald Trump menjabat presiden.
Buku itu terbit pada 2018 dalam bahasa Inggris dan dialih bahasa ke bahasa Indonesia oleh PT Gramedia Jakarta di tahun berikutnya.
Dalam buku itu, Levitsky-Ziblatt membeberkan catatan sejarah soal kematian demokrasi yang tak selalu dimulai oleh jenderal militer lewat kudeta. Kisah kematian demokrasi yang monumental justru datang dari proses paling demokratis.
How Democracies Die menjadikan karier politik Adolf Hitler, Benito Mussolini, dan Chavez sebagai contoh. Ketiganya gagal meraih tampuk kekuasaan lewat kudeta, tapi berhasil menjadi diktator usai melalui proses legal.
Dalam kudeta klasik, kata Levitsky-Ziblatt, kematian demokrasi tampak jelas. Istana dibakar dan presiden terbunuh, dipenjara, atapun diasingkan. Namun hal itu tak terjadi dalam kematian demokrasi lewat pemilu.
"Tak ada tank di jalanan. Konstitusi dan lembaga berlabel demokratis lainnya tetap ada. Rakyat masih memberi suara. Autokrat hasil pemilu mempertahankan tampilan demokrasi sambil menghilangkan substansinya," tulis Levitsky-Ziblatt dalam How Democracies Die.
Buku itu menyebut kematian demokrasi lewat jalur elektoral yang demokratis justru membuat warga tidak sadar. Banyak orang yang percaya mereka masih hidup dalam demokrasi meski tanda-tanda kediktatoran terjadi di depan mereka.
"Ketika rezim jelas-jelas 'melewati batas' memasuki kediktatoran, tak ada yang bisa membuat alarm masyarakat berbunyi. Mereka yang mencela tindakan pemerintah barangkali dianggap berlebihan atau bohong. Erosi demokrasi itu hampir tak terasa bagi banyak orang," tulis Levitsky-Ziblatt.
Anies Baswedan Diklarifikasi Polisi Soal Acara Rizieq Shihab, Ketua DPRD DKI: Pokoknya Harus Tegas
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi buka suara soal pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh Polda Metro Jaya, Selasa (17/11/2020).
Anies Baswedan beserta sejumlah anak buahnya diminta klarifikasi terkait kegiatan Front Pembela Islam (FPI) yang berdampak pada kerumunan orang di tengah pandemi Covid-19, di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020) lalu.
“Ini yang sering saya katakan untuk adanya ketegasan pemerintah di masa pandemi, karena Covid-19 ini bukan main-main."
Baca juga: Sepekan Terakhir Kasus Positif Covid-19 Naik 17,8 Persen, Jakarta Masuk 5 Besar Penambahan Terbanyak
"Sudah berapa banyak korban meninggal dunia, dan sudah berapa banyak keluarga yang ditinggalkan,” ujar Prasetyo melalui pesan singkat, Kamis (19/11/2020).
Menurutnya, selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi jilid II, seluruh teknis pelaksanaan di lapangan menjadi kewenangan Pemprov DKI Jakarta.
Karena itu, Pemprov DKI memang seharusnya tegas tanpa tebang pilih menghadapi sejumlah agenda publik yang menimbulkan kerumunan.
Baca juga: Ditanya DPR Kapan Vaksin Covid-19 Tersedia, Menkes Terawan: Wong Barangnya Belum Ada
Dalam hal ini, kata dia, DPRD DKI selalu mendukung upaya-upaya penegakan kepatuhan protokol kesehatan.
Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan Covid-19 bahkan sudah disahkan bersama Pemprov DKI Jakarta.
“Nah, ayo bareng-bareng menegakkan aturan, dan bareng-bareng kampanyekan disiplin memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.”
Baca juga: Bamus Betawi: Tak Bisa Dibuktikan Setelah Acara Rizieq Shihab Banyak yang Meninggal karena Covid-19
“Pokok selama masa pandemi harus tegas, tegas, tegas, sudah itu saja,” tambah politisi PDIP ini.
Anies Baswedan berada di dalam Gedung Direskrimum Polda Metro Jaya selama hampir 9 jam, sejak pukul 09.45 WIB hingga 19.20 WIB.
Baca juga: Kerumunan di Acara Rizieq Shihab, Anies Baswedan dan Wali Kota Jakpus Penuhi Panggilan Polisi
"Saya tadi telah selesai memenuhi undangan untuk memberikan klarifikasi dan proses berjalan dengan baik."
"Ada 33 pertanyaan yang tadi disampaikan, menjadi sebuah laporan sepanjang 23 halaman," ungkapnya di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/11/2020) malam.
Anies Baswedan mengklaim semua pertanyaan dijawab sesuai fakta.
Baca juga: Terdampak Banjir 1 Januari 2020, 362 Warga Jakarta Gugat Anies Baswedan Rp 1,60 Triliun
"Tidak ditambah dan dikurang."
"Adapun detail isi, pertanyaan, klarifikasi, dan lain-lain biar nanti jadi bagian dari pihak Polda untuk nanti meneruskan dan menyampaikan sesuai dengan kebutuhan," ucap Anies Baswedan.
Sebelumnya, Irjen Nana Sudjana dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Metro Jaya, karena tidak bisa menerapkan protokol kesehatan saat acara pernikahan putri Rizieq Shihab di Jalan Pakis Petamburan, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020).
Baca juga: Jumlah Pasien Covid-19 yang Dievakuasi Pakai Bus Sekolah Menurun, Rata-rata 50 Orang per Hari
Polda Metro Jaya juga memanggil dan meminta klarifikasi atas hal itu ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies Baswedan dijadwalkan diperiksa di Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Selasa (17/11/2020) pukul 10.00.
Hal itu dibenarkan Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Senin (16/11/2020).
Baca juga: Politikus PKB Sebut Rizieq Shihab Politisi, Tak Laku di Jateng, tapi Laris di Aceh dan Sumbar
"Penyidik sudah mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada anggota Bimas, RW, Lurah, Camat, Wali Kota Jakarta Pusat, Biro Hukum DKI, dan Gubernur DKI Jakarta sebagai satgas protokol kesehatan."
"Dan mereka ini rencananya akan kami lakukan klarifikasi dengan dugaan tindak pidana pasal 93 UU 6/2018 tentang protokol kesehatan," ujar Argo.
Surat panggilan Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dilayangkan Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan ditandatangani Kasubdit Kamneg AKBP Raindra Ramadhan, dilayangkan pada 15 November 2020.
Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 51 Orang per 15 November 2020, 29 Warga Sembuh
Dalam surat itu disebutkan dasar pemanggilan atau klarifikasi adalah A.
Laporan informasi Nomor : LI/279/XI/2020/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 15 November 2020.
Perihal dugaan terjadinya peristiwa tindak pidana dengan tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan menghalang-halangi penyelenggara kekarantinaan kesehatan, sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Baca juga: Bocah Ditemukan Tak Bernyawa di Pintu Air Bekasi Timur, Pakai Kaus dan Celana Pendek Kuning
Dan atau barang siapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau tuntutan yang dilakukan menurut peraturan undang-undang yang oleh pegawai negeri yang diwajibkan mengawas-awasi.
Pegawai negeri yang diwajibkan atu yang dikuasakan untuk menyelidiki atau memeriksa perbuatan yang dapat dihukum.
Demikian juga barangsiapa dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang pegawai negeri itu dalam menjalankan sesuai peraturan perundang-undangan.
Baca juga: 48 Tahanan Bareskrim Polri Positif Covid-19, Termasuk Jumhur Hidayat dan Gus Nur
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 junto Pasal 9 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan kesehatan dan atau Pasal 216 KUHP yang terjadi atau diketahui terjadi pada Hari Sabtu tanggal 14 November 2020 di jalan Paksi Petamburan III, Tanah Abang Jakarta Pusat.
Dan B, Surat Perintah penyidikan nomor SP/ lidik/5409/XI/2020/Ditreskrimim tanggal 15 November 2020.
Argo memastikan Mabes Polri mencopot dua Kapolda terkait tidak menjalankan protokol kesehatan Covid-19, Senin (16/11/2020).
Baca juga: Rizieq Shihab Langgar Protokol Covid-19, Politikus PDIP: Hati Nakes Luluh Lantak, Rakyat Patah Arang
Kedua Kapolda tersebut adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi.
Pencopotan jabatan itu tertuang dalam telegram rahasia (TR) Nomor: ST/3222/XI/KEP/2020. Tertanggal 16 November 2020.
Irjen Nana dimutasi sebagai Koorsahli Kapolri, sedangkan Irjen Rudy sebagai Widiyaiswara Kepolisian Utama TK I Sespim Lemdiklat Polri.
Baca juga: Kesal Dicuekin Suami, Mama Muda di Depok Panjat Tower Setinggi 30 Meter, Sudah 5 Kali Mau Bunuh Diri
"Ada dua kapolda yang tidak melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan, maka diberikan sanksi berupa pencopotan jabatan," kata Argo.
Selain dua Kapolda, Polri juga mencopot jabatan Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novanto, digantikan Kombes Hengky Hariadi dari Analis Kebijakan Madya Bidang Pideksus Bareskrim Polri.
Sementara, Kombes Heru dimutasi ke Analis Kebijakan Madya Bidang Brigadir Mobil Korps Brimob Polri.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Pemerintah Buka Peluang Tiadakan Libur Panjang Akhir Tahun
Kemudian, Kapolres Bogor AKBP menjadi Wadirreskrimsus Polda Jawa Barat. Kapolres Bogor dijabat AKBP Harun yang sebelumnya menjabat Kapolres Lamongan.
Argo menjelaskan, pencopotan dua kapolda atas diselenggarakannya resepsi pernikahan putri Rizieq Shihab. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ketua KPK Singgung Buku yang Dibaca Anies Baswedan