Pilpres AS
Akhirnya Joe Biden Menang Pilpres AS, Berikut Hasil Votingnya
Joe Biden mengalahkan lawannya petahana Republik Donald Trump sekaligus menyudahi empat tahun kepresidenan taipan real estate itu.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Proses Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) telah berakhir.
Hasil dari Pilpres AS tersebut menghasilkan kandidat dari Partai Demokrat, Joe Biden sebagai Presiden terpilih AS.
Hal itu didasarkan pada proyeksi dari Decision Desk HQ yang berkeyakinan 99 persen untuk hitungannya.
Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS, Joe Biden Presiden AS, Raih 284 Suara Elektoral, Ini Kata-kata Pertamanya
Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS, Pastikan ke Gedung Putih, Kamala Harris Telepon Joe Biden: We did it, Joe
Dengan proyeksi hasil akhir ini, Biden menjadi calon presiden terpilih AS hasil akhir Pilpres AS 2020.
Dikutip dari Kompas.com, Mantan Wakil Presiden era Barack Obama itu telah mengalahkan lawannya petahana Republik Donald Trump sekaligus menyudahi empat tahun kepresidenan taipan real estate itu.
Kemenangan Biden dipastikan pada Jumat (06/11/2020) pukul 9:30 pagi waktu bagian timur AS.
Baca juga: 1.906 Pendaki Di-blacklist Pendakian Gunung Rinjani, Salah Satunya Penyanyi Fiersa Bersari
Baca juga: Jika Terpilih jadi Presiden Amerika Serikat, ini Langkah Pertama yang akan Diambil oleh Joe Biden
Baca juga: Diduga karena Laporan Wanita ini, Letkol Dwison Evianto Dicopot dari Dandim 0736 Batang
Decision Desk HQ memproyeksikan kemenangan Biden di negara bagian Pennsylvania yang memberikannya 273 electoral votes.
Diperlukan minimal 270 electoral votes untuk memenangkan Pilpres AS.
Associated Press belum memproyeksikan kemenangan Biden walau hampir dipastikan tinggal menunggu waktu.
Proyeksi Associated Press akan memberikan 284 electoral votes kepada Biden ditambah dengan negara bagian Arizona.
Rust Belt menangkan Biden
Biden layak berterimakasih kepada pendukungnya di trio swing states Rust Belt yang menjadi kunci krusial kemenangannya.
Politisi kawakan dari Delaware itu berhasil merebut dan merestorasi kembali “Blue Firewall” dari tangan Trump.
“Blue Firewall” merujuk ke tiga negara bagian Rust Belt, Pennsylvania, Wisconsin, dan Michigan, yang selalu kompak memilih capres Demokrat sejak pilpres 1992 hingga pilpres 2012.
Tiga negara bagian industrial yang berlokasi di Midwestern AS itu adalah benteng pertahanan electoral college Partai Demokrat, yang identik dengan warna biru.
Trump berhasil mengalahkan Hillary Clinton pada pilpres 2016 setelah secara mengejutkan merobohkan keperkasaan Demokrat selama dua dekade di trio swing states yang didominasi pekerja pria berkerah biru tanpa pendidikan universitas itu.
Walau Trump tetap didukung blok pemilih industrial berkulit putih ini, Biden berhasil memotong mayoritas Trump dengan raihan suara yang lebih baik dibanding Clinton.
Awalnya Demokrat optimis Biden dapat meraih kemenangan cepat.
Namun kegagalan Biden memenangkan Florida, swing state krusial di Sun Belt, menunda kemenangannya.
Suami Jill Biden itu tak berdaya di Sunshine State karena rendahnya dukungan dari pemilih Hispanik.
Hal ini sangat mengejutkan karena blok pemilih Hispanik adalah demografi yang loyal memilih Demokrat.
Baca juga: Tak Tanggung-tanggung, Pendukung Trump Bawa Pistol, Protes Penghitungan Suara KPU
Baca juga: Putrinya Diancam Dibunuh di Facebook, Ruben Onsu tidak akan Beri Maaf Meski Pelaku Cuma Iseng
Baca juga: Istri Berhubungan Badan dengan Pria Lain Dipergoki Anaknya, Suami di Kamar Sebelah sedang Stroke
Namun hasil memilukan Biden di Florida tidak merambat ke swing states Sun Belt Lain.
Biden dipastikan menang di Arizona dan berpeluang besar membirukan Georgia.
Kedua negara bagian ini adalah swing states baru.
Dikenal sebagai basis kuat pendukung Partai Republik selama puluhan tahun, Arizona dan Georgia perlahan tapi pasti semakin kompetitif karena perubahan demografi.
Georgia dan Arizona terakhir dimenangkan capres Demokrat, ketika itu, Bill Clinton masing-masing pada pilpres 1992 dan 1996.
Secara demografi nasional, kunci kemenangan Biden terletak pada meningkatnya dukungan dari pemilih kulit putih terhadapnya terutama dari blok pemilih suburban dan blok pemilih wanita khususnya yang berpendidikan universitas.
Blok pemilih suburban yang dikenal adalah pendukung tradisional Partai Republik mengalihkan dukungannya ke Demokrat, melanjutkan tren perubahan peta politik AS yang terjadi sejak hasil pemilu sela (midterm) 2018.
Pemilih suburban yang tersebar mulai dari suburb Milwaukee di Wisconsin hingga suburb Atlanta di Georgia gerah dengan kontroversi dan kekacauan pemerintahan Trump.
Mereka adalah blok penyangga kemenangan besar Demokrat pada pemilu House of Representatives (DPR AS) pada pemilu sela 2018.
Isu-isu yang menjadi fokus perhatian pemilih suburban adalah isu kesehatan terutama jaminan asuransi kesehatan (Obamacare), penanganan pandemi Covid-19, dan hubungan ras.
Trump telah berupaya menakut-nakuti pemilih suburban jika mereka memilih Biden, maka daerah tempat tinggal mereka akan rusuh seperti yang terjadi di Minneapolis dan Kenosha.
Baca juga: Merasa Dicurangi, Donald Trump Lontarkan Klaim Tak Berdasar Tentang Pilpres AS, Ini Fakta-faktanya
Upayanya gagal dan memastikan percepatan perpindahan dukungan demografi pemilih suburban dari Republik ke Demokrat.
Sementara itu blok pemilih wanita juga meninggalkan Trump terutama di tengah ancaman terhadap hak aborsi wanita AS, setelah dikonfirmasinya Hakim berhaluan konservatif yang dekat dengan Partai Republik, Amy Comey Barrett sebagai Hakim baru Mahkamah Agung AS.
Blok pemilih minoritas yaitu Hispanik dan Afro-Amerika yang selama ini adalah basis kuat Demokrat tanpa diduga mengalihkan dukungan mereka kepada Trump.
Perpindahan suara ini tidaklah besar namun cukup untuk membuat hasil pilpres lebih ketat dari prediksi.
Tanpa dukungan kuat pemilih suburban dan anjloknya dukungan dari pemilih minoritas, Biden hampir pasti akan kalah atau bahkan meraih hasil lebih buruk dari Clinton.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jika Joe Biden menang pada Pilpres AS 2020 ini maka akan menguntungkan Indonesia. Apa alasannya?
Saat ini Pilpres AS 2020 antara petahana Donald Trump dengan penantangnya, Joe Biden, memang tengah berlangsung sengit.
Dalam perhitungan sementara, suara untuk Joe Biden mengungguli Donald Trump..

Maka itu jika pada akhirnya Biden berhasil menumbangkan Trump, ini akan banyak menguntungkan Indonesia.
"Jika Joe Biden yang terpilih dampaknya akan baik terhadap perekonomian di Indonesia," ucap Bhima Yudhistira, Ekonom dari Indef, dalam pernyataan visual kepada jurnalis Kompas TV Dany Saputra, Jumat (6/11/2020) malam.
Bhima beralasan, Biden lebih mengedepankan hubungan ekonomi yang bersifat kompromis dibandingkan Trump yang terbukti akan meningkatkan eskalasi perdagangan dengan perang dagang dan kebijakan yang lebih proteksionis.
Selain itu, kata Bhima, situasi lain juga lebih menguntungkan dengan mendatangkan modal asing lewat investasi langsung khususnya dari sektor-sektor yang berbeda dari Trump.
Seperti, energi terbarukan, ekonomi digital, startup, infrastruktur, serta informasi dan teknologi.
"Karena, Biden banyak disokong oleh program-program yang berbasis sustainability, berwawasan lingkungan dan yang basisnya inovasi.
"Dibanding Donald Trump yang cenderung ekstraktif seperti migas dan pertambangan," jelas Bhima.
"Ini juga akan berhubungan dengan konflik di Laut China Selatan," lanjut Bhima.
Kalau konflik di Laut China Selatan bisa diredam, maka hubungannya akan lebih positif, khususnya dalam neraca perdagangan dan investasi jangka panjang.
"Maka itu, Biden yang akan lebih banyak membawa keuntungan ke Indonesia, jika dibanding Trump yang terpilih," tutupnya.
Hasil Pilpres AS, Joe Biden Langsung Dijaga Ketat Paspampres AS di Ambang Kemenangannya
Capres berusia 77 tahun dari Partai Demokrat itu juga diperkirakan akan mengumumkan kemenangannya Jumat siang waktu setempat, karena terus memperlebar selisih suara dengan Donald Trump di pemilu AS.
Joe Biden hampir dipastikan jadi Presiden Amerika Serikat dengan mengalahkan lawannya, petahana Donald Trump.
Di ambang kemenangannya itu, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Amerika Serikat atau Secret Service pun langsung mengawal ketat Joe Biden.
Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS, Welcome President Joe Biden, Donald Trump Bakal Nyalon Lagi atau Pensiun?
Baca juga: Jika Kalah dan Donald Trump Ogah Tinggalkan Gedung Putih, Joe Biden Bisa Minta Militer Mengusinya

Menurut laporan Washington Post, Jumat (6/11//2020), Paspampres mengirim regu tambahan ke markas besar kampanye Biden di Wilmington, Delaware.
Capres berusia 77 tahun dari Partai Demokrat itu juga diperkirakan akan mengumumkan kemenangannya Jumat siang waktu setempat, karena terus memperlebar selisih suara dengan Donald Trump di pemilu AS.
Secret Service yang merupakan badan di bawah naungan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, bertanggung jawab untuk melindungi Gedung Putih dan pejabat senior pemerintah, pejabat tinggi yang berkunjung, dan lain-lainnya.
Mereka sebelumnya sudah mengerahkan beberapa personel untuk melindung Biden sekitar awal Juli, setelah dia menang dalam pemilihan pendahuluan (primary) Partai Demokrat.
Baca juga: Fokus Media Dunia di Pilpres AS: Mulai dari Kekacauan, Tontonan Hiburan, hingga Ancaman Perang Sipil
Baca juga: Menangkan Pilpres AS Melawan Trump, Ini Kisah Dua Istri Joe Biden, Meninggal Dan Kencan Buta
Baca juga: Tak Hanya Didukung di Pilpres AS, Kamala Harris Jadi Inspirasi Kaum Wanita di India, Desa Leluhurnya

Sebagai mantan wakil presiden Biden sebenarnya bisa meminta perlindungan Paspampres sebelum itu, tapi kabarnya dia tidak melakukannya.
Kemudian jika Biden menjadi presiden setelah menang pemilu Amerika, perlindungan Secret Service akan ditingkatkan ke level tertinggi.
Baca juga: Hasil Pilpres AS Joe Biden di Ambang Kemenangan, Analis SGB: Saatnya Kembali Berburu Emas dan HKK
Baca juga: Joe Biden Menang Pilpres AS, Ternyata Masa Kecilnya Sering Dibully

Apa yang akan dilakukan pertama kali?
Lalu, jika dipastikan memenangkan Pilpres AS, apa yang akan dilakukan Biden?
Lewat akun Twitter miliknya, Twitter/@JoeBiden, Kamis (5/11/2020), langkah pertama yang akan dilakukannya adalah kembali masuk ke Paris Climate Agreement.
Paris Climate Agreement sendiri merupakan sebuah persetujuan yang diikuti oleh beberapa negara dalam rangka mengawal isu perubahan iklim, terutama emisi karbon dioksida.
Baca juga: Prediksi Pilpres AS: Joe Biden Melangkah ke Gedung Putih, Donald Trump Bakal Kejutkan Dunia Lagi?
Baca juga: Jika Terpilih jadi Presiden Amerika Serikat, ini Langkah Pertama yang akan Diambil oleh Joe Biden

Dikutip dari bbc.com, Kamis (5/11/2020), seperti yang diketahui, Trump pada tahun 2017 lalu telah menyatakan keluar dari Paris Climate Agreement.
Keberadaan Amerika sendiri dinilai krusial dalam Paris Climate Agreement, sebagai satu di antara beberapa negara superpower terkait komitmennya menghadapi isu global seperti perubahan iklim.
Di sini Biden menyatakan akan memastikan bahwa Amerika kembali masuk menjadi anggota Paris Climate Agreement jika dirinya nanti terpilih sebagai presiden.
"Hari ini, pemerintahan Trump secara resmi keluar dari Paris Climate Agreement, Tepatnya setelah 77 hari nanti, pemerintahan Biden akan masuk kembali ke Paris Climate Agreement," tulis Biden.
Baca juga: Hasil Pilpres AS, Donald Trump Gugat 3 Negara Bagian, Penghitungan Suara di Wisconsin Diulang?
Baca juga: Pilpres AS 2020 Pecahkan Rekor Gemilang, 17 Negara Bagian Catat Rekor Peningkatan Kasus Covid-19
Baca juga: Ini 3 Negara Bagian yang Bikin Trump Kalah Dari Joe Biden di Pilpres AS, Suaranya Disalip

Seperti yang diketahui, apabila Biden memenangkan 270 suara, maka dirinyalah yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat selanjutnya.
Berdasarkan jadwal Pilpres AS 2020, pengumuman pemenang akan diumumkan pada 6 Januar 2021 mendatang.
Setelah itu pada 20 Januari 2021, presiden dan wakil presiden terpilih akan dilantik.
Baca juga: Di Ambang Kemenangan, Joe Biden Pecahkan Rekor Pilpres AS, Ungguli Raihan Suara Mantan Bosnya, Obama
Baca juga: Cuitan Twitter Donald Trump 2014 Kembali Diperbincangkan, Sesuai dengan Kondisi Pilpres AS Sekarang
Baca juga: Pilpres AS: Ada Ancaman Serangan ke Tempat Penghitungan Suara, Polisi Philadelphia Tahan Satu Orang

Pecahkan rekor
Sementara itu, raihan suara Joe Biden juga memecahkan rekor perolehan suara mantan bosnya sendiri, yaitu Barack Obama.
Pada 2008, 12 tahun lalu, Obama mendapat 69.498.516 suara, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah pemilu AS.
Kini, di Pilpres 2020, Biden yang merupakan wakil presiden Obama selama 2 periode, sementara ini telah mendapat 70.470.207 (50,3 persen) suara dan masih akan terus bertambah.
Diberitakan CBS News pada Rabu (4/11/2020), Biden mengungguli Donald Trump yang baru mengumpulkan 67.280.936 suara (48,0 persen).
Persaingan menuju Gedung Putih di pilpres AS kian sengit, bergantung pada negara bagian mana saja yang dimenangkan masing-masing kandidat.
Dengan jutaan suara yang belum dihitung, ada kemungkinan kedua capres sama-sama memecahkan rekor suara Obama yang saat itu berhadapan dengan Senator John McCain.
Baca juga: Tak Hanya Didukung di Pilpres AS, Kamala Harris Jadi Inspirasi Kaum Wanita di India, Desa Leluhurnya
Baca juga: Pilpres AS, Donald Trump Gugat 3 Negara Bagian, Penghitungan Suara di Wisconsin Diulang?
Baca juga: Pilpres AS Mirip Indonesia, Pendukung Trump Tuduh Ada Kecurangan, Datangi Tempat Penghitungan Suara

Bukan jaminan menang
Meski begitu, memenangkan suara populer (popular votes) bukan jaminan menang pilpres Amerika.
Pada 2016 contohnya, Hillary Clinton memang popular votes tapi kalah di electoral votes dengan Trump.
Sampai Kamis (5/11/2020), Biden telah meraup 264 electoral votes berbanding 214 milik Trump.
Namun Trump sempat melampaui ekspektasi pada Selasa (3/11/2020), dengan mengamankan beberapa negara bagian krusial seperti Ohio, Florida, dan Texas, yang awalnya diprediksi akan jatuh ke pelukan Demokrat. (Kompas TV/Hariyanto Kurniawan)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.tv dengan judul Jika Joe Biden Menang, Akan Menguntungkan Indonesia dan di Kompas.com dengan judul "Pilpres AS: Biden di Ambang Kemenangan, Pengamanan Paspampres Diperketat" Penulis : Aditya Jaya Iswara dan di Kompas.com dengan judul "Welcome President Joe Biden", (Kompas.com/Kontributor Singapura, Ericssen)